Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERKARA korupsi pengadaan simulator kemudi memanaskan hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. Pemimpin Komisi terpaksa begadang semalaman, Senin-Selasa pekan lalu, mendampingi satuan tugas yang menggeledah markas Korps Lalu Lintas. Situasi pun terasa genting. "Saya siap tidak mudik," kata Ketua KPK Abraham Samad, 46 tahun, kepada Tempo, Jumat pekan lalu. "Pemimpin diperlukan pada saat seperti ini, dan kami kompak."
Apa yang terjadi sebelum penggeledahan?
Pada 27 Juli, surat perintah penyidikan kasus ini turun. Kemudian kami berpikir kami harus memberi tahu Kapolri. Saya datang ke sana bersama Pak Zulkarnain, Wakil Ketua KPK. Di sana ada juga Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman. Kami sampaikan bahwa kasus simulator sudah naik ke tahap penyidikan. Pak Tarman lalu bilang, polisi juga sudah memeriksa 33 saksi sejak ada berita di majalah Tempo (edisi 23-29 April 2012). Nah, saya bilang, kalau begitu, kami duluan. Penyelidikan kami sejak 16 Januari, dan penyidikan 27 Juli.
Apa saja yang dilakukan KPK sejak Januari?
Banyak. Pengumpulan barang bukti, penyelidikan ke sejumlah tempat…. Pokoknya pulbaket, pengumpulan bahan keterangan. Karena masih penyelidikan, hasilnya tak disampaikan kepada publik.
Betulkah penyelidikan kasus ini sangat tertutup?
Ini memang kasus khusus. Yang mengetahui pimpinan dan tim tertentu. Kalau kami terbuka, banyak hal yang dikhawatirkan.
Apa yang terjadi dalam gelar perkara pada 27 Juli?
Dalam ekspose disepakati kasus naik ke penyidikan. Sudah kami tentukan tersangkanya langsung empat orang. Cuma, dalam sprindik, surat perintah penyidikan, tersangka tidak ditulis satu-satu. Tapi dalam ekspose itu sudah tergambar siapa saja tersangkanya.
Apa yang sesungguhnya terjadi dalam penggeledahan?
Ketika bertemu dengan Kapolri, kami tidak bercerita soal penggeledahan. Begitu juga ketika Pak Tarman datang ke KPK pada Senin sore. Pada saat itu, petugas KPK sudah bergerak menggeledah Korps Lalu Lintas.
Anda memantau penggeledahan?
Sore itu, saya telepon Deputi Penindakan KPK Warih Sadono. Dia bilang diterima dengan baik di kantor Korlantas. Bahkan orang-orang yang pegang kunci ruangan dipanggilkan. Kami berusaha sopan. Kami menggeledah bukan pada jam kantor seperti biasanya. Ketika jam kantor selesai, petugas KPK baru masuk ke kantor Korlantas.
Bagaimana tiba-tiba ada emergency call?
Pukul 23.00, kami semua pulang ke rumah. Saya baru buka baju, tiba-tiba ditelepon Pak Warih. "Ini genting, Pak. Anak-anak mulai dihalangi." Penggeledahan dihentikan sementara dan tidak boleh beranjak. Saya langsung kembali ke kantor. Pak BM (Busyro Muqoddas) dan Pak BW (Bambang Widjojanto) juga. Saya lalu menelepon Kapolri. Saya jelaskan, "Pak, ada kejadian begini-begini." Sambil menuju Korlantas, kami telepon sana-sini. Sebab, kalau terlalu lama di KPK, kami tak tahu apa yang terjadi di lapangan. Setiba di Korlantas, kami tak bisa langsung masuk. Setelah kami "bertengkar", akhirnya portal dibuka.
Apa yang Anda lakukan kemudian?
Kami naik ke lantai 2. Di sana sudah ada Pak Tarman dan yang lain-lain. Kemudian kami bicara penyelesaiannya. Ada tiga opsi. Pertama, geledah, sita, lalu bawa pulang. Kedua, kalau barang bukti tak dikasih, kami minta berita acara penolakan. Terakhir, disimpan di ruangan khusus, dijaga bersama-sama. Lama berdebat, akhirnya opsi ketiga yang dipilih. Setelah itu, masuk sahur. Kami sahur di sana. Kami dan Pak Tarman sepakat menemui Kapolri pukul dua siang.
Apa yang terjadi di Mabes Polri?
Sebelum ke Mabes Polri, kami melakukan rapat dulu. Diputuskanlah Wakil Ketua KPK, Pak Zul dan Pak Adnan Pandu, ke Kejaksaan Agung. Pak BM di sini. Saya dan Pak BW ke Mabes Polri. Di sana sudah ada Kapolri, Pak Tarman, Pak Anas Yusuf, dan lain-lain. Saya bilang, saya ingin berbicara empat mata dengan Kapolri. Kemudian saya dan Kapolri pindah ke ruangan lain.
Saya berbicara ke beliau, "Pak, kami kan sudah penyidikan. Mau tidak mau, butuh alat bukti." Setelah itu, kami keluar. Di luar masih ada perdebatan soal barang sitaan. Pak Kapolri bilang, silakan barang sitaannya dibawa KPK, tapi kalau tidak ada relevansinya dengan perkara, kembalikan. Yang kedua, Kapolri bilang barang-barang itu juga akan dijaga Kepolisian. Itu yang disepakati.
Mengapa polisi menjaga barang sitaan KPK?
Saya tidak tahu. Tapi, bagi kami, tak ada masalah. Yang penting, kami bisa memverifikasi.
Soal penyidikan, bukankah sesuai dengan undang-undang, KPK yang menangani?
Saya menerjemahkannya, KPK yang menangani dan polisi men-support, membantu.
Polisi menetapkan lima tersangka, dan tetap menanganinya….
Pimpinan KPK sudah sepakat. Kami yang akan menangani.
Dalam kasus ini, bagaimana penilaian Anda terhadap penyidik KPK yang berasal dari Kepolisian?
Kami melihat mereka luar biasa. Kami lihat semangatnya. Saya terharu. Mereka betul-betul independen dalam bertugas.
Anda melihat kasus "Cicak versus Buaya" bakal terulang?
Saya kira tidak. Pak Kapolri ini baik. Saya pikir, beliau tidak akan mengambil langkah-langkah yang konfrontatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo