Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRIMER Koperasi Polisi nyempil di antara bangunan megah di area kantor Korps Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian di Jalan M.T. Haryono, Pancoran, Jakarta Selatan. Koperasi itu menempati bangunan dua tingkat yang lantai dasarnya dipakai untuk minimarket MM-Prima. Kantor Koperasi, tentu saja, kalah megah dibanding gedung empat lantai untuk National Traffic Management Center di sebelahnya.
Pasar swalayan Prima menjual aneka makanan ringan dan seragam polisi. Juga jasa cuci pakaian. Sebelum ada proyek pengadaan simulator kemudi sepeda motor dan mobil akhir tahun lalu, warung kelontong dan simpan-pinjam adalah bisnis utama koperasi itu. "Di sini kantor dan pusat kegiatannya," kata Djumati, petugas di sana pekan lalu.
Tak ada kegiatan berarti di lantai dua. Beberapa polisi dan petugas minimarket yang lalu-lalang kompak mengatakan Koperasi juga punya gudang di Duren Tiga. Kepala Koperasi Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan dan Wakil Kepala Korps Brigadir Jenderal Didik Purnomo sering berkantor di sana. Namun, disambangi ke alamatnya, tak ada gedung atau kantor Koperasi.
Aset lain milik Koperasi diketahui berada jauh dari kantor Korps. Di Desa Cikiwul, Bantargebang, Bekasi, berdiri sebuah bangunan yang luasnya sekitar seribu meter persegi. Bercat putih seluruhnya, bangunan itu dikenali identitasnya dari plang yang menempel di dinding: "Primkoppol Ditlantas Polri".
Menurut warga Cikiwul dan petugas jaga di sana, bangunan itu baru beroperasi sekitar enam bulan lalu, seiring dengan pendirian pabrik simulasi kemudi oleh PT Citra Mandiri Teknologi. Perusahaan milik Budi Susanto itu diorder oleh induknya, PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, membuat 700 simulator senilai Rp 196,87 miliar.
Awalnya, pada 2009, PT Citra Teknologi punya pabrik pembuat pelat nomor polisi sepeda motor dan mobil. Setelah perusahaan ini mendapat proyek jumbo itu, urusan membuat pelat dialihkan ke Koperasi, yang sudah punya pabrik. Letak pabrik Koperasi dan PT Citra pun berdekatan, hanya terpisah dua kilometer, di desa yang sama.
Omzet pembuatan pelat nomor ini lumayan besar. Jika ditilik dari data Asosiasi Industri Otomotif, tiap tahun orang Jakarta membeli satu juta sepeda motor dan 300 ribu mobil baru. Kalikan saja dengan ongkos membuat satu pelat rata-rata Rp 25 ribu. Padahal koperasi ini menangani pencetakan pelat nomor kendaraan seluruh Indonesia. "Kerja sama dengan polisi sudah dimulai pada 2003," ujar Budi.
Nama Koperasi Korps Lalu Lintas mencuat ketika proyek simulator itu diketahui sarat korupsi. Teddy Rusmawan tak lain ketua pengadaan proyek simulator. Ia menyediakan rekening koperasinya untuk menampung dua kali setoran dari Budi senilai Rp 15 miliar. Budi mengatakan uang itu untuk pembayaran utang ke Koperasi dalam urusan pelat nomor.
Teddy Rusmawan tak bisa dimintai keterangan. Awalnya, ia mengakui nomor itu miliknya, tapi esoknya seorang perempuan yang menerima panggilan. Ia bilang tak kenal Teddy. Dua kali disambangi ke Korps dan Koperasi, Teddy juga tak muncul. "Sejak KPK menggeledah, beliau tak terlihat di sini," kata seorang polisi jaga di kantornya.
Jumat dua pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor Korps dan meminta Direktorat Imigrasi mencegah Teddy bepergian ke luar negeri. Inspektur Jenderal Djoko Susilo, bekas Kepala Korps yang kini menjabat Gubernur Akademi Kepolisian Semarang, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Ronny Lihawa, juga mendengar Koperasi sering terlibat dalam proyek Korps yang melibatkan duit besar. Ronny-lah yang menerima dan menangani aduan Sukotjo S. Bambang, rekan bisnis Budi, soal proyek simulator ini. "Melibatkan Koperasi itu tak benar. Memangnya Koperasi punya modal berapa?" ujarnya.
Dalam aturannya, kata Ronny, koperasi yang dibentuk di unit-unit kepolisian di seluruh Indonesia itu hanya menangani simpan-pinjam, minimarket, dan usaha yang dimodali para polisi yang jadi anggotanya. "Karena itu memang tujuan pendiriannya, bukan menangani proyek," katanya.
Bagja Hidayat, Kartika Candra, Subkhan, Febriana Firdaus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo