Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=2 color=#ff9900>Djangga Lubis,</font><font size=1> Direktur Utama PD Pasar Jaya:</font><br />Kami Melawan Gajah

31 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lakon berebut Tenabang memasuki babak baru. Perusahaan Daerah Pasar Jaya menolak permohonan Priamanaya Djan International memperpanjang masa pengelolaan Blok A Pasar Tanah Abang. Direktur Utama PD Pasar Jaya Djangga Lubis merasa perjanjian kerja sama merugikan Pasar Jaya. Kepada tim Tempo, Djangga menuturkan alasan penghentian kerja sama itu.

Kenapa Anda menolak permohonan perpanjangan pengelolaan?

Sejak awal bertugas pada Mei 2009, saya langsung meneliti perjanjian ini. Ternyata ada yang aneh dan sangat merugikan. Saya melihat perjanjian seolah-olah diatur agar hak keuntungan diberikan ke dia (Priamanaya) tanpa melanggar. Saya curiga, jangan-jangan mereka (Priamanaya) yang menyusun konsep perjanjiannya.

Apa yang salah dalam perjanjian?

Pertama, perjanjian lebih dari lima tahun harus ada persetujuan gubernur. Perjanjian itu dibuat lima tahun, sehingga tidak perlu persetujuan gubernur. Kedua, ada klausul perjanjian sepakat diperpanjang setiap tahun hingga penjualan kios mencapai 95 persen. Faktanya, angka penjualan 95 persen tidak tercapai.

Mengapa bisa begitu?

Dalam laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dikatakan harga jual tinggi, ada juga yang disewakan. Padahal kios tidak boleh disewakan, harus dijual. Kalau disewakan, sampai kapan kios ini bisa terjual 95 persen?

Apa kesalahan utama lainnya?

Ada klausul bagi hasil pengelola Pasar Jaya 75 : 25 dari pendapatan kotor. Tapi itu mungkin berat buat Priamanaya. Akhirnya diadendum dari pendapatan kotor menjadi pendapatan bersih. Selanjutnya mereka merugi terus agar cuma kasih kami Rp 100 juta.

Kalau begitu, apa keuntungan mereka (investor)?

Dari menjual kios. Di blok A ada 7.800 kios. Kalikan saja rata-rata Rp 1 miliar. Sudah ada tujuh koma sekian triliun rupiah. Anggaplah mereka membangun dengan Rp 1 triliun, itu sudah sangat menguntungkan. Apalagi Priamanaya juga mengelola. Kita tidak mengatur menyewakan, tapi mereka menyewakan, dan mereka menikmati sendiri hasilnya.

Apa masalahnya sekarang?

Mulai 2010 dan 2011 tidak diperpanjang. Sekarang Priamanaya mengelola tanpa dasar. Statusnya ilegal. Kami sudah berkali-kali mengundang mereka membahas masalah ini. Tapi mereka tidak merespons. Kalau kami merebut begitu saja seperti perang, itu berbahaya. Yang kami lawan ini gajah.

Tidak mencoba ke pengadilan?

Kalau nanti mereka tidak menyerahkan pengelolaan, mungkin suatu saat mau tidak mau kami akan mengajukan gugatan perdata dan mungkin pidana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus