Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amuk si jago merah itu diawali percikan api dari listrik di sebuah gardu PLN pada 19 Februari 2003. Dalam sekejap, api melahap hampir sekujur Pasar Tanah Abang, yang dikenal sebagai pusat grosir tekstil di Ibu Kota. Dari total enam blok yang ada di pasar itu, kerusakan parah terjadi di Blok A, C, D, E dan sedikitnya 2.420 tempat usaha hangus terbakar.
Tak sampai setahun, pembangunan kembali Pasar Tanah Abang mulai dilakukan. Pemerintah DKI Jakarta membangun Blok A yang terbakar melalui PD Pasar Jaya selaku pengelola, bekerja sama dengan PT Priamanaya Djan International. Priamanaya selaku investor akan menyerahkan aset yang dibangun setelah mendapat konsesi pengelolaan selama beberapa waktu.
Blok A, yang berdiri di atas lahan seluas 151.202 meter persegi, pun berubah drastis. Dari sebelumnya hanya tiga lantai kini memiliki 18 lantai yang dihubungkan 149 unit eskalator, empat unit elevator penumpang kapsul, empat unit elevator penumpang biasa, dan delapan unit elevator barang. Dari 18 lantai itu, 12 lantai merupakan pertokoan, 5 lantai parkir, dan satu lantai untuk pusat makanan. Di atap tersedia masjid berkapasitas 2.000 orang.
Dengan cepat Blok A kembali menjadi pusat grosir tekstil terbesar di Tanah Air. Omzet di pasar itu ditaksir mencapai puluhan miliar per hari. Pada Juli 2005, Blok A bahkan diresmikan sebagai pusat grosir terbesar se-Asia Tenggara. Sedikitnya tujuh ribuan tempat usaha di Blok A menyediakan produk tekstil berupa kain sampai pakaian jadi. Sebagian kecil toko ada pula yang menjual cendera mata dan produk kulit.
Gubernur Ali Sadikin adalah orang yang berjasa membangun Pasar Tanah Abang pada 1970-an. Namun cikal-bakal pasar itu ada sejak zaman Belanda. Seorang warga Belanda bernama Justinus Vinck diketahui pertama kali membangun pasar itu pada 1735 setelah mendapat izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patram.
Sebelumnya, lokasi pasar itu merupakan kawasan pertanian dan peternakan milik warga Cina. Pada awalnya, barang dagangan yang dijual di pasar itu berupa tekstil dan kelontong. Pasar hanya buka pada hari Sabtu dan, setelah renovasi pada 1801, bertambah hari Rabu.
Pada 1740, Pasar Tanah Abang terbakar dan dibangun kembali pada 1801. Sampai akhir abad ke-19, pasar itu belum memiliki bangunan permanen, tapi lantai bawahnya mulai dikeraskan dengan fondasi adukan. Pada 1913 pernah dilakukan perbaikan bangunan dan, baru pada 1926, Gemeente (Kota Praja) Batavia melakukan perombakan secara permanen.
Harun Mahbub
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo