Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=2 color=#ff9900>Evvy Kartini</font><br />Empu Listrik Merah putih

Di tangannya, material gelas dikembangkan jadi penghantar listrik. Embrio teknologi baterai yang ramah lingkungan.

12 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH teguran 17 tahun lalu mengubah garis nasib perempuan ini. Kala itu, Evvy Kartini kandidat doktor muda yang belajar di sebuah laboratorium di Hamilton, Kanada. Usianya 30 tahun.

"Profesor riset saya waktu itu meminta material gelas untuk bahan eksperimen neutron," kata Evvy, kini peneliti senior di Badan Tenaga Nuklir Nasional, ketika ditemui Juni lalu. "Saya malu sekali karena tak pernah membuatnya sendiri," katanya mengenang. Wajahnya merona.

Kelabakan, Evvy sempat menghubungi dosen pembimbingnya di Technische Universitaet Berlin, Jerman, Profesor Ferenc Mezei. Sebagai mahasiswa S-3 di sana, dia biasa mendapat material gelas dari kampus. Dosennya angkat tangan. Tak ada pilihan lain: Evvy harus membuat material gelas sendiri.

Siapa sangka, rasa malu malah jadi pendorong buat Evvy belajar lebih keras. Material gelas yang diminta M.F. Collin, guru besar Universitas McMaster, Kanada, itu sekarang membawa nama Evvy melanglang buana.

Dia satu-satunya peneliti Indonesia yang punya keahlian di bidang ini: neutron scattering techniques for solid state ionics. Risetnya mengenai pengaruh teknik hamburan neutron pada sifat dan pergerakan ion-atom bermuatan listrik-di dalam material gelas sudah dimuat di berbagai jurnal ilmiah internasional.

Riset Evvy memang jauh melompati zamannya. Sementara sekarang kita masih dimanjakan oleh baterai litium pada telepon seluler dan komputer tablet, dia sudah bicara soal baterai mikro yang terbuat dari helaian tipis material gelas.

Baterai masa depan ini ramah lingkungan karena tidak terbuat dari bahan berbahaya, seperti timbel, kadmium, dan nikel. Saking tipisnya, baterai mini ini bisa dipasang di dalam tubuh manusia untuk alat pacu jantung atau jadi sumber energi mikro komputer dan kartu pintar. Pengembangannya kelak bisa tak terbatas.

Tentu keberhasilan Evvy tak datang dengan mudah. Dia bercerita panjang soal hari-harinya di laboratorium, membolak-balik literatur soal metode pembuatan padatan atau material gelas yang punya potensi ionik alias bisa jadi penghantar listrik.

Aneka material ia coba. Setelah ratusan kali upaya menemukan komposisi material gelas yang paling mampu jadi konduktor listrik gagal, Evvy nyaris putus asa. Tiga bulan lebih, dia hampir-hampir tak pernah keluar dari lab.

Suatu hari dia mencoba mencampur fosfat dengan metal oksida, yang lalu dicampur lagi dengan bahan penguat atau doping, seperti silver iodat. Adonan ini lalu dipanaskan pada api 800 derajat Celsius sampai luluh. Setelah itu, Evvy mendinginkan bahan campuran ini dengan nitrogen cair. Berhasil. Sampel material gelas pertama Evvy berbentuk mungil, tak lebih besar dari uang logam 50 rupiah.

Material ini dibawanya ke Profesor Collin, yang memang pakar dunia untuk teknik hamburan neutron. Evvy sengaja mengambil cuti dari kuliah S-3 di Berlin untuk belajar langsung pada Collin di Kanada. "Teknik hamburan ini bisa mengetahui susunan kimiawi yang terjadi pada atom-atom gelas," katanya. Dengan begitu, kemampuan material itu untuk menghantarkan listrik-terutama pada suhu ruangan-bisa dideteksi dan diujicobakan lebih lanjut.

Sejak insiden 1995 itulah Evvy dan material gelas tumbuh jadi dua hal yang tak bisa dipisahkan. Dia menemukan panggilan hidupnya. "Padahal semula saya ingin jadi dokter," katanya sambil tergelak. Ayahnya, Eddy Djunaedi, seorang hakim, yang mendorongnya terjun ke dunia fisika. Dia tampaknya tahu persis minat dan bakat putrinya.

Sejak kecil, Evvy memang suka membongkar berbagai peralatan yang memancing rasa ingin tahunya. Ketika dia masih bersekolah di Sekolah Dasar Mardiyuana, Cipanas, Jawa Barat, tak terhitung korek api gas milik ayahnya yang rusak. "Saya penasaran, kok bisa benda ini mengeluarkan api?" ujar Evvy. Dia bisa berlama-lama terpekur di depan korek api gas, membongkarnya, memasangnya lagi, memecahkan "misteri" di depan matanya.

Evvy mengaku keberhasilannya sebagai pakar riset konduktor listrik kelas dunia tak lepas dari peran orang tuanya. "Mereka yang mengajari saya untuk belajar dan berjuang sampai mencapai jenjang paling tinggi," katanya.

Saking langkanya pengetahuan dan kemampuan riset Evvy, sebuah negara pernah memintanya berganti paspor. "Saya ditawari gaji US$ 5.000 per bulan asalkan mau jadi warga negara di sana," katanya sambil menggelengkan kepala. Yang menggiurkan, negara itu berjanji memberikan fasilitas laboratorium nuklir canggih untuk membantu Evvy menerapkan teknik hamburan neutron buat mencari material gelas yang paling siap dikembangkan jadi konduktor listrik.

Tanpa perlu berpikir lama, tawaran itu dia tolak. "Saya ingin mengibarkan Merah Putih," katanya pelan. Ajakan pindah negara itu malah membuat Evvy punya cita-cita baru. Dia ingin membangun pusat riset unggulan yang diakui secara internasional. "Saya ingin Indonesia punya lembaga seperti Institute of Multidisciplinary Research for Advanced Materials di Tohoku University, Jepang," ujarnya. Sama seperti semua keinginan Evvy sebelumnya, kali ini pun dia pasti tak akan menyerah sebelum mimpinya terwujud.


Evvy Kartini

Tempat dan tanggal lahir: Bogor, 22 April 1965

Pendidikan:

  • S-1 Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung, 1988
  • S-2 dan S- 3 Fachbereich Physik, Technische Universitaet Berlin, 1996
  • Postdoctoral di Department of Physics and Astronomy, McMaster University, Hamilton, Kanada 1998-2000

    Penghargaan:

  • Peneliti Utama Teladan dari Kementerian Riset dan Teknologi, 2004
  • Indonesia Science and Technology Award, Toray, 2004
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus