Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMANYA cukup mentereng: boron carbon oksinitrida, disingkat BCNO. Senyawa padat (solid compound) ini, suatu hari pada 2007, tiba-tiba muncul di hadapan Ferry Iskandar ketika ia tengah melakukan serangkaian percobaan di Thermal Fluid Engineering and Material Processing Laboratory, Universitas Hiroshima, Jepang.
Ferry, yang baru saja diangkat menjadi dosen di Departemen Teknik Kimia Universitas Hiroshima, ketika itu memutuskan mencoba membuat material boron nitrida (BN) sebagai pengantar panas pada peranti elektronik. Dibantu dua mahasiswa program doktor asal Jepang, dia mencampur bubuk asam borat dan urea—keduanya bahan pembentuk BN—ke dalam gelas ukur berisi cairan. Kemudian campuran itu diberi garam dan polimer lalu dipanaskan hingga 900 derajat Celsius. "Ini kami lakukan setiap hari, dari Senin sampai Sabtu," kata Ferry. Riset biasanya berlangsung dari pukul sembilan pagi hingga sembilan malam. Sesekali mereka melapor ke Profesor Kikuo Okuyama.
Material padat yang merupakan senyawa boron, nitrogen, karbon, dan oksigen itu mereka temukan tanpa sengaja, setelah berbulan-bulan riset dengan mengubah-ubah parameter. Material ini istimewa karena memiliki sifat fosfor, yakni berpendar. "Wah, kami pikir ini menarik. Kenapa? Karena selama ini material fosfor biasanya merupakan logam berat yang masuk golongan logam tanah jarang (rare earth metals)," katanya kepada Tempo Juni lalu.
Seperti namanya, logam serupa itu langka, cuma ada di tempat-tempat tertentu. Karena itu, harganya mahal. Dalam tabel periodik kimia, logam-logam itu terletak di baris paling bawah.
Sebenarnya unsur B, C, N, dan O mudah ditemukan di alam sekitar kita. Boron, misalnya, terdapat dalam pupuk dan kerap disalahgunakan sebagai bahan pengawet, yang kita kenal sebagai boraks. Karbon, nitrogen, dan oksigen malah berlimpah di sekitar kita. Masalahnya, selama ini senyawa BCNO hanya dikenal ada dalam bentuk cairan yang tidak stabil.
Segera saja hasil kerja Ferry dan teman-temannya jadi pembicaraan luas. Soalnya, temuan itu memungkinkan kalangan bisnis mendapatkan fosfor dengan harga murah. Maklum, material berpendar ini merupakan bahan baku penting bagi banyak produk modern, dari kosmetik hingga peralatan elektronik, seperti lampu, televisi plasma, dan light-emitting diode alias LED. Misalnya, agar memancarkan cahaya putih, LED biru harus dipadu dengan fosfor kuning. Ini bisa dilakukan dengan BCNO, yang panjang gelombang warnanya bisa diubah dari biru hingga kuning—karakter BCNO yang tidak dimiliki fosfor lain.
Tawaran bisnis pun berdatangan. Yang pertama dari sebuah perusahaan kosmetik terkenal asal Prancis. Mereka mengutus perwakilannya di Jepang ke laboratorium. "Kami kaget, yang datang pertama kali bukan perusahaan fosfor," kata Ferry.
Perusahaan itu ingin membuat kosmetik yang bisa berpendar biru atau kemerahan di bawah sinar matahari atau lampu black light. Menurut Ferry, itu soal mudah, mereka cuma perlu komposisi BCNO. Dia mengklaim material ini tidak membahayakan kulit karena derajat toksiknya rendah.
Atas temuan tersebut, Ferry mendapat paten berskala internasional. "Tapi untuk mengurus satu paten bisa habis satu miliar rupiah lebih," katanya. Universitas lalu menggandeng Kuraray, sebuah perusahaan di Jepang, untuk keperluan mendaftar dan menjaga paten. Mereka yang berminat memperoleh bubuk BCNO cuma perlu berhubungan dengan Kuraray.
Hingga kini kualitas fosfor BCNO terus dikembangkan. Berkilo-kilo bubuk BCNO telah dikirim ke beberapa perusahaan kosmetik dan elektronik untuk diuji. Maklum, perusahaan kosmetik, misalnya, butuh lima tahun untuk menguji produknya sebelum dijual ke konsumen.
Sejak menemukan BCNO, ritme hidup Ferry di Jepang berubah. Tak cuma meneliti, dia juga mulai harus mengikuti rapat bisnis dengan banyak perusahaan. Sering dinas ke luar kota itu dilakukan pada Jumat, sehingga membuat dia tak bisa melaksanakan salat Jumat. "Satu-dua kali mungkin bisa saja saya menolak," katanya, "tapi kalau terus-terusan saya juga enggak enak sama profesor saya."
Pada 2010, Ferry memutuskan pulang kampung, menjadi dosen di Institut Teknologi Bandung. Dia mengaku keputusan ini juga dipengaruhi kekhawatirannya akan pendidikan agama untuk kedua anaknya. "Ada beberapa budaya Jepang yang saya enggak sreg," katanya.
Meski hanya menerima bayaran seperdua puluh dari gajinya di Jepang, dia mengatakan senang dengan keputusannya untuk pulang. Dua bulan setelah Lebaran, dia mulai bisa meneliti lagi. Pihak ITB menyediakan ruang serta fasilitas penelitian untuknya. Kini, walau sudah nyaman di Bandung, Ferry masih bolak-balik Jepang-Indonesia untuk melakukan riset BCNO di laboratorium Universitas HiroÂshima. Satu perusahaan elektronik terkenal Jepang, yang tampaknya serius hendak menggunakan fosfor BCNO, meminta efisiensi material ini ditingkatkan menjadi 70 persen dari saat ini 60 persen.
Ferry Iskandar
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 17 Februari 1974
Pendidikan:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo