Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=2 color=#ff9900>I Gede Wenten</font><br />Saringan Mikron van Cihanjuang

Namanya menggema di Eropa dua dekade silam. Mengembangkan teknologi membran agar bisa bermanfaat buat banyak orang.

12 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA anak nelayan di Desa Pengastulan, Kabupaten Buleleng, Bali. Tiga dekade silam, dia pergi meninggalkan kampung halaman. "Saya cuma menemani seorang teman mendaftar ujian saringan masuk perguruan tinggi di Malang," kata I Gede Wenten pada Juni lalu. Siapa sangka, berbekal formulir pendaftaran yang dibelikan orang tua temannya, ia diterima di Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung pada 1982. Itulah titik tolak yang mengantarkan Wenten muda dari kehidupan di desa ke perguruan tinggi dan dunia penelitian.

Dua belas tahun kemudian, Wenten mengentak dunia. Setelah menyelesaikan studi master bioteknologi sekaligus program doktor teknik kimia di Denmark Technology University, Kopenhagen, ia berhasil menemukan cara baru filtrasi bir memakai selaput membran. Dengan membran ciptaannya, selain mutu protein bir terjaga, limbah produksi pabrik bir tak lagi mencemari lingkungan. Media Eropa menyebut penemuan itu sebagai revolusi terbesar bagi industri bir dalam 50 tahun terakhir. Inilah paten pertama Wenten di dunia penelitian. Atas pencapaian itu, ia dianugerahi Suttle Award dari Filtration Society, Inggris.

Menurut Wenten, ketertarikannya pada membran dimulai sejak ia bersekolah di Denmark. Sejak itu, ia bekerja total. Tak mengherankan, saat pulang ke Indonesia pada 1995, Wenten makin giat melakukan penelitian. Membran yang ia buat bisa menyaring benda hingga ukuran nano dan sub-nano. Tak kurang dari 12 paten kini ia miliki—tiga di antaranya paten dari Amerika Serikat, Jepang, dan Kanada. Namanya menggema di kalangan ilmuwan.

Sejak 2004, ia mendirikan workshop bernama GDP Filter di Cihanjuang, Bandung Utara, yang jaraknya cuma 200 meter dari kediamannya. Di luar kesibukan mengajar di Institut Teknologi Bandung, ia banyak mencurahkan waktu di sana. "Bangun tidur, saya langsung ke situ. Tengah malam juga bekerja di sana," ujarnya. Di pabrik membran seluas 2.000 meter persegi inilah Wenten bahu-membahu bersama timnya, terdiri atas 17 orang, menciptakan sejumlah penemuan anyar.

Dikelilingi halaman asri yang ditumbuhi banyak pohon rindang, tempat workshop Wenten terdiri atas dua lantai. Lantai atas diperuntukkan buat mes karyawan. "Bila semua karyawan bekerja penuh dalam satu hari, tempat workshop ini bisa menghasilkan IGW Emergency Pump hingga 20 unit," kata CEO GDP Filter Haryadi, akhir Juni lalu. Tak cuma menerapkan aplikasi teknologi membran, tiga tahun lalu Wenten juga berhasil menciptakan alat untuk membuat bahan membran.

Teknologi membran yang dikembangkan Wenten banyak diaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Ia menciptakan pompa kompak yang bisa menyaring air kotor menjadi bersih. Pompa yang mudah dibawa ke mana-mana ini pernah dipakai saat bencana tsunami menggulung Aceh pada 2004. Sementara dulu masih pakai listrik, pompa tipe baru sudah tidak perlu digerakkan listrik. Pompa ini banyak dipakai di wilayah bencana dan daerah yang tidak memiliki akses air bersih. "Sekotor apa pun airnya, dengan memakai pompa membran, airnya dapat diminum," katanya.

Membran ciptaan Wenten juga bisa dipakai buat memproduksi air di industri minyak dan gas, cuci darah di dunia kedokteran, menyaring kelapa sawit atau minyak goreng, mengekstrasi temu lawak, memisahkan kondesat dari gas, menyaring oli bekas agar bisa dipakai kembali, serta buat menyaring air laut dalam sehingga menghasilkan produk sampingan berupa garam.

Ketekunan dan kerja keras Wenten tak lepas dari tempaan masa kecil di Pengastulan. Ayahnya, Made Sarta (almarhum), seorang nelayan. "Karena tidak punya perahu sendiri, ayah bagi hasil dengan pemilik perahu," kata Wenten. Ibunya, Ni Ketut Telaga, sewaktu masih hidup bekerja sebagai pedagang kaki lima.

Bungsu dari sebelas bersaudara ini duduk di bangku sekolah dasar satu-satunya yang ada di Pengastulan. Ia mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama dan atas di Kecamatan Seririt, Buleleng. Dari semua saudaranya, cuma Wenten yang meninggalkan kampung halaman. "Selebihnya banyak yang tinggal di desa dan ada yang menjadi nelayan," katanya.

Menurut Wenten, orang tuanya bahkan tidak tahu apa itu ITB. "Mereka sibuk berjuang demi hidup," ujarnya. Selama studi di ITB, biaya hidup Wenten di Bandung disokong kakaknya, Ketut Sedara, yang wafat pada Juni 2010.

Wenten kini tengah mengembangkan membran yang diaplikasikan pada pipa berdiameter 16 inci. Pipa ini mampu menyaring air dengan kapasitas 30 dan 60 meter kubik per jam. Membran ini bisa dipakai buat memproduksi air bersih berkualitas tinggi dalam skala besar.

Ia bersama timnya juga mengulas sejumlah jurnal ilmiah setiap tahun. "Hal ini harus ditempuh kalau mau eksis," ucapnya. Menurut Wenten, metode ini berguna buat mengetahui apa yang dilakukan peneliti lain dan apa yang berkembang di negara lain.

Ia berharap teknologi membran bisa dipakai banyak orang. "Kita harus menjadi nomor satu di dunia kalau mau teknologi membran berbiaya rendah bisa dipakai masyarakat luas," kata Wenten.


I Gede Wenten

Tempat dan tanggal lahir: Pengastulan, Buleleng, Bali, 15 Februari 1962

Pendidikan:

  • PhD Departemen Teknik Kimia DTU, Denmark, 1995
  • Msc Departemen Biokteknologi DTU, Denmark, 1990
  • Insinyur Departemen Teknik Kimia ITB, 1987

    Penghargaan:

  • 15 penghargaan, di antaranya Suttle Award (1994), Adhicipta Rekayasa Award (1995), Science and Technology Award (1996), Habibie Award (2000), ASEAN Outstanding Engineering Award (2010)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus