Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUATU hari di bulan April 2006. Ketika memasuki Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, ia merasa seperti orang aneh di kantor yang menjulang tinggi itu. Kantor itu sering disebut ”sarang penyamun”, dan ia merasa seperti bukan bagian dari ruang-ruang itu. Padahal, ia pejabat eselon satu Departemen Keuangan dengan jam terbang sangat panjang. ”Saya seperti orang asing,” kata Darmin Nasution yang hari itu pertama kali menginjak kantor yang sekarang dikepalainya.
Itu juga pendapat umum. Pajak itu tak ramah, petugasnya suka korup, main peras, dan biasanya kaya. Tapi negeri membutuhkan pemasukan besar. Jadi, Darmin tak punya pilihan kecuali mengambil ”sapu” dan mulai berbenah—dan ia menegakkan aturan selurus memegang penggaris. Kaku dan konsisten. Semua tindakan dasarnya aturan.
Ia memilih berjalan ke masa depan. Ia tak mau habis waktu mencari-cari kesalahan masa lalu anak buah. Tapi ia minta jaminan: tak ada lagi pelanggaran di masa kepemimpinannya. ”Kalau you lakukan dan ketahuan, kesalahan masa lalu pun saya hitung. Tidak ada maaf.”
Ini bukan gebrakan. Bahkan Darmin agak anti dengan kata gebrakan. Gebrakan bisa berarti tindakan sesaat, tidak berkesinambungan. Gebrakan hanya tindakan kosmetis untuk mendongkrak kinerja.
Darmin memilih langkah yang lebih fundamental, walau hasilnya tak cepat. Itu yang terjadi dengan target penerimaan pajak sebesar Rp 333 triliun pada 2006 yang hanya tercapai 94 persen. Namun, setahun kemudian Darmin berani memasang target 30 persen di atas tahun lalu.
Kuncinya: ”Saya tak percaya jalan pintas. Harus dibangun fondasinya dulu.” Perombakan dan penataan pegawai adalah prioritasnya. Ada 800 orang eselon IV, setingkat kepala seksi, yang dimutasi. Seratus orang di eselon tiga juga disegarkan. Mutasi ini terapi yang sehat. Ia pun tak segan menurunkan pangkat anak buah yang curang. Sebuah pola mutasi baru sedang disusun, orang berkinerja baik harus dipastikan bergerak ke kantor yang lebih strategis.
Reformasi birokrasi pajak, pelan tapi pasti, adalah satu pencapaian besar Darmin. Dan ia masih terus menyingsingkan lengan baju di sana. ”Kalau mau berubah, ikutlah dengan saya,” demikian dia berkampanye. Dari sana ia meluncurkan program-programnya. Pelayanan pajak satu atap adalah salah satunya. Memang tak mulus benar. ”Prosesnya lebih lambat dari perkiraan, terbentur berbagai aturan.”
Tentu, sasaran penting lain adalah wajib pajak. Selain meningkatkan pemasukan pajak perorangan, ia tekun memburu para pelanggar pajak yang dulu-dulu tak tersentuh. Di tangannya kini ada kasus dugaan penggelapan pajak terbesar Indonesia, yaitu kasus Asian Agri, perusahaan milik Sukanto Tanoto, manusia terkaya Indonesia versi majalah Forbes 2006, yang disangka merugikan negara Rp 1,3 triliun. Di luar Agri masih banyak yang lain. ”Saya yakin banyak yang belum ditemukan,” kata Darmin.
Darmin pun terus bergiat. Ia menolak menerima tamu di rumah, apalagi pengusaha, juga wartawan. Kerja harus beres di kantor, walau sampai jauh malam. Ia akan terus memelototi angka demi angka, nama demi nama, sembari sesekali melahap biskuit gosong kegemarannya.
Biodata
Lahir:
- Tapanuli, 21 Desember 1948
- Direktur Jenderal Pajak
- Doktor dari University of Paris I, Sorbonne, Prancis (1985)
- 2006–sekarang, Direktur Jenderal Pajak
- 2005–2006, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
- 2000–2005, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan
- 1998–2000, Asisten Menko I Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara
- 1995–1998, Asisten Menko Bidang Produksi dan Distribusi
- 1993–1995, Asisten Menko I Bidang Industri dan Perdagangan
- 1989–1993, Kepala LPEM-FEUI l 1987–1989, Wakil Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat - FEUI
- 1976–sekarang, Dosen Fakultas Ekonomi UI
Komentar
Sofjan Wanandi
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia
”Orangnya sangat terbuka. Selama di Pajak, beliau cukup kooperatif dengan pengusaha dan mau mendengar. Pak Darmin tidak pernah menakut-nakuti pengusaha. Yang terpenting, sukses mereformasi Ditjen Pajak itu hal yang luar biasa.”
Dradjad H. Wibowo
Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR
”Darmin sebenarnya orang baik, lurus, tidak pernah ada kasus yang muncul selama masa jabatannya. Tapi kelemahan utamanya adalah tidak pernah berani membuat gebrakan.”
2005:
- Menyelesaikan masalah obligasi rekapitalisasi perbankan ketika menjadi Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
- Mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ia masih anggota Dewan Komisioner LPS.
2006-2007:
Reformasi organisasi:
- Direktorat Pajak semula dibagi berdasarkan jenis pajak (direktur PPN, PPh), diubah menjadi berdasarkan fungsi, seperti direktur pelayanan, pemeriksaan, dan penagihan plus direktorat baru, intelijen, penyidikan, kepatuhan internal, dan transformasi sumber daya.
- Membentuk Kantor Besar Pengolahan Data dan Dokumen.
- Mutasi dan promosi.
Penanganan kasus penggelapan:
- Tujuh kasus divonis bersalah.
- Sembilan kasus diserahkan ke kejaksaan.
- 46 kasus dalam penyidikan.
2007:
Mengungkap penggelapan pajak terbesar di Indonesia, melibatkan PT Asian Agri. Kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun. Kasus ini akan dilimpahkan ke kejaksaan tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo