Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font size=1 color=#FF0000>MENTERI KOORDINATOR POLITIK, HUKUM, DAN HAK ASASI MANUSIA</font><br />Endriartono Sutarto

Memimpin Cilangkap pada masa transisi, Sutarto menghapus peran politik dan bisnis militer tanpa gejolak. Jembatan antara tentara konservatif dan radikal.

19 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RASA curiga tumbuh cepat ketika 3.000-an tentara dari pelbagai negara memadati Nanggroe Aceh Darussalam setelah wilayah ini digulung tsunami, akhir 2004. Sejumlah kalangan di Tanah Air menuduh, di balik aksi kemanusiaan, para legiun asing itu menyandang misi rahasia. Apalagi konflik dengan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM belum berakhir saat tragedi yang melenyapkan 200 ribu orang itu terjadi.

Menjawab kecurigaan, Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Endriartono Sutarto mengatakan, ”Lebih baik saya dipecat daripada melarang pasukan asing masuk untuk tugas kemanusiaan.” Jangan gara-gara takut pasukan asing membawa senjata untuk GAM, kata dia, ribuan orang Aceh mati kelaparan.

Suatu ketika, sejumlah politikus juga menyatakan keberatan atas pemberian bantuan untuk anggota GAM setelah tsunami. Ia pun meradang. ”GAM atau Golkar itu sama-sama manusia,” ujarnya. ”Mereka harus ditolong.”

Pendekatan Sutarto sebagai Panglima TNI kepada GAM ikut membantu mengakhiri konflik tiga dasawarsa di Serambi Mekah itu. Pada saat yang sama, ia juga mendapat tentangan dari sejumlah perwira tinggi garis keras, di antaranya Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal Bibit Waluyo.

Memimpin TNI pada Juni 2002-Februari 2006, Sutarto memberi banyak warna bagi Cilangkap. Selain sikapnya terhadap GAM yang ikut memuluskan jalan damai, ia menarik militer di Majelis Permusyawaratan Rakyat lima tahun lebih cepat daripada rencana semula pada 2009.

Sutarto juga melempengkan jalan pembenahan bisnis TNI. Perannya pun signifikan dalam penghapusan dwifungsi tentara. ”Dia berhasil memimpin tentara pada masa transisi tanpa gejolak,” kata Djoko Susilo, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang akan segera menjadi duta besar.

Sutarto sejak awal setuju bisnis militer dihapus. Ia menganggap tentara tak dilahirkan buat berdagang. Pada 2001, ketika menjabat Kepala Staf Angkatan Darat, ia membagikan duit dari unit-unit bisnis buat semua prajurit. Masing-masing Rp 300 ribu, dibagikan pada saat Lebaran. Padahal, biasanya, keuntungan bisnis militer lebih banyak dinikmati sekelompok perwira tinggi.

Sutarto punya konsep menarik buat menambal kebutuhan tentara setelah bisnis militer dihapus. Ia usul negara menganggarkan Rp 100 ribu per prajurit per bulan, dialokasikan buat asuransi pendidikan, kesehatan, dan kematian. Ia juga usul pengadaan toko koperasi di kesatuan-kesatuan, yang diurus secara profesional tapi dengan harga khusus prajurit.

Lahir di Purworejo, 29 April 1947, Sutarto mengawali karier militernya setelah lulus dari Akademi Militer pada 1971. Menurut Djoko Susilo, ia merupakan ”tentara yang tegas sekaligus terbuka” serta ”bisa menjadi jembatan antara tentara konservatif dan prajurit yang terlalu radikal”.

Sikap tegas membuatnya beberapa kali menyatakan mundur. Ketika menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (1997-1998), ia menghadap Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Wiranto dan menyatakan ingin mundur. Ia beralasan tak sanggup memerintah anak buahnya menembak rakyat jika Presiden Soeharto tetap bertahan.

Pada 2000, ketika Presiden Abdurrahman Wahid meminta Panglima TNI Laksamana Widodo mempromosikan Letnan Jenderal Agus Wirahadikusumah menjadi Panglima Kostrad, Sutarto menentang keras dan siap mundur. Agus ketika itu banyak mengkritik terbuka para atasannya. ”Saya tak mungkin berada di organisasi yang tidak taat aturan,” katanya ketika itu.

Sutarto juga minta dipecat ketika Presiden Abdurrahman memintanya mendukung dekrit pembubaran DPR pada pertengahan 2001. ”Silakan ganti saya dengan yang mau mendukung dekrit. Selama pergantian dilakukan sesuai dengan prosedur, saya akan turut mengamankannya,” ujarnya kepada seorang utusan Abdurrahman yang mendatanginya.

Pada 2004, ketika ia tak kunjung diganti pada usia menjelang pensiun, Sutarto mengirim surat ke Presiden Megawati Soekarnoputri. Isinya: minta mundur. Itu sebabnya, pada akhir masa jabatan kepresidenannya, Megawati mengirim Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai calon pengganti Sutarto ke DPR. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menggantikan Megawati kemudian menarik kembali usul itu.

Setelah melepaskan jabatan Panglima TNI, Sutarto ditunjuk menjadi Komisaris Utama Pertamina. Di sini, ia menemui banyak praktek bisnis yang dianggapnya melenceng. Lagi-lagi ia mengajukan surat pengunduran diri ke Presiden Yudhoyono.

Perjalanan politik Sutarto penuh warna. Dianggap sukses memimpin tentara, sejumlah politikus melamarnya menjadi calon wakil presiden pada 2004, di antaranya Ketua Umum Partai Amanat Nasional Amien Rais dan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung. Sebelum pemilihan presiden, Juli lalu, Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla juga mengirim utusan buat menjajaki kemungkinan berduet.

Dengan kariernya itu, aktivis Usman Hamid menganggap Sutarto layak jadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia. Begitu juga peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramodawardhani, dan Djoko Susilo. ”Mungkin kalau harus memberi catatan,” kata Djoko, ”Pak Tarto harus lebih terperinci dalam menyiapkan perencanaan.” Ia menunjuk pembelanjaan sistem persenjataan yang tidak terencana dengan matang ketika Sutarto memimpin Cilangkap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus