Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WISNU Subroto, mantan Jaksa Agung Muda Intelijen, terseret dalam pusaran transkrip rekaman sadapan yang disebut-sebut berisi perbincangan untuk merekayasa dengan tujuan menjebloskan Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah ke bui.
Sejak transkrip itu jatuh ke tangan wartawan, telepon seluler Wisnu tak henti-hentinya berdering. Wisnu membantah dirinya merekayasa kasus Bibit dan Chandra. ”Bagaimana saya merekayasa? Apakah saya menyuruh Antasari, menyuruh Markas Besar Polri?” ujarnya. Ia menduga ini semua untuk membunuh karakternya.
Wisnu tak menyangkal berkawan dengan sejumlah nama yang disebut dalam percakapan itu, termasuk Anggodo. ”Saya aktivis, biasa bergaul dengan siapa pun,” ujarnya.
Menurut Wisnu, percakapannya dengan Anggodo hanya seputar keluh-kesah Anggodo yang kecewa karena pengakuan Eddy Sumarsono kepada polisi berbeda dengan yang diinginkannya. Anggodo menginginkan Eddy membuat pengakuan bahwa ide pemberian uang ke Chandra adalah dari Eddy sendiri. Tapi Eddy menolak.
Berikut wawancara wartawan Tempo, Ramidi, dengan pria yang sudah 35 tahun berkarier sebagai jaksa ini.
Apa tanggapan Anda tentang beredarnya rekaman yang membawa nama Anda?
Pemberitaan ini sudah keluar dari konteks. Bagaimana tidak, kasusnya dilaporkan Antasari dengan testimoninya, yang menindaklanjuti Markas Besar Polri. Lo, kok saya dituduh merekayasa?
Saat terjadinya komunikasi itu, Anda masih di Kejaksaan Agung?
Sejak Mei, saya tidak lagi ngantor. Saya menunggu perpanjangan jabatan saya, yang ternyata tidak diperpanjang. Jadi sudah tidak ada otoritas apa pun.
Apakah Anggodo memang sering meminta nasihat hukum kepada Anda?
Tidak. Dia menghubungi saya karena dia sudah kehilangan duit, lalu diperiksa kepolisian lagi. Apakah salah kalau orang bertanya tentang hukum? Ini hanya soal kesaksian teman, ada yang dianggap Anggodo tidak klop. Saya katakan kepada Anggodo, tidak bisa memaksakan pengakuan orang, tidak bisa menyamakan kesaksian orang.
Dalam rekaman itu nama Presiden disebut-sebut?
RI-1 itu kan yang menyebut pengacara Anggoro, karena dia berencana menulis surat. Ini enggak jelas. Rekaman itu dicuplik sana-sini lalu digabungkan. Ini kan tujuannya merusak orang. Karena itu, saya serahkan saja ke polisi biar diperiksa....
Kalau dari isinya, Anda meragukan rekaman itu?
Sangat meragukan, karena banyak yang tidak pas.
Anda sudah melihat transkripnya?
Saya tidak ingin melihat, karena saya tidak merasa melakukan hal-hal yang disebutkan dalam transkrip itu. Waktu itu si Gundul (Anggodo) tiba-tiba bertanya, masak saya tidak menjawab?
Dalam rekaman itu, sepertinya Anggodo mendesak-desak Anda memberi tahu Eddy Sumarsono. Tentang hal apa?
Anggodo mengeluh keterangan Eddy tidak sesuai dengan keterangan dia. Eddy dianggap tidak menepati janji. Anggodo minta tolong agar keterangan Eddy sesuai dengan keterangan dia. Saya bilang, ”Enggak bisa dong, memaksa orang supaya kesaksiannya sama dengan kamu. Kamu bersaksi apa, ya masukkan saja ke berita acara kesaksianmu.” Jadi, apa yang disebut rekayasa dalam hal ini?
Setelah ada permintaan Anggodo itu, apakah Anda berkomunikasi dengan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga?
Ah, enggak. Sejak tidak menjadi Jaksa Agung Muda Intelijen, saya tidak ketemu dia. Ngapain ngurusi Anggodo? Memang saya ini lawyer-nya? Karena itu, saya minta Anggodo menemui Irwan (salah seorang jaksa—Red.), karena Irwan juga dekat dengan Eddy.
Jadi, perbincangan Anda dengan Anggodo tentang apa saja?
Ya, cuma soal Eddy yang kesaksiannya dianggap Anggodo tidak klop seperti yang diinginkannya. Tidak ada yang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo