Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CIPUTRA seperti tak pernah berhenti berkarya. Setelah puluhan tahun malang-melintang di dunia properti ia dikenal sebagai salah satu maestro properti republik ini empat tahun lalu, misalnya, ia mendirikan Universitas Ciputra. Terletak di kawasan Citra Raya, Lakarsantri, Surabaya, inilah universitas khusus untuk mereka yang ingin menjadi entrepreneur. ”Ini universitas yang memang mengedepankan pendidikan entrepreneurship”, kata Ciputra saat ditemui di rumahnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Entrepreneurship adalah jiwa Ciputra. Sampai di usia 78 tahun, dia masih berkeliling Indonesia, menemui berbagai kalangan, menularkan semangat entrepreneurship.
Ciputra lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931, pada 2008, masuk daftar 40 entrepreneur kelas dunia dalam ajang Ernst & Young Entrepreneur of the Year. Sabtu dua pekan lalu ia meraih penghargaan The Legend of Entrepreneurs dari Komunitas Tangan di Atas, sebuah komunitas entrepreneur Indonesia yang beranggota 12 ribu pengusaha. Berikut ini wawancara dengan Ciputra.
Kenapa Anda gencar mengkampanyekan entrepreneurship?
Karena hanya itu yang bisa diharapkan untuk membuat negara ini maju. Selama ini kan kita masih tertolong oleh kekayaan alam. Kekayaan alam itu paling sampai 25 tahun kemudian habis. Kalau sudah begitu, apa yang diharapkan kalau bukan manusianya?
Apa sebenarnya yang disebut entrepreneurship itu?
Entrepreneurship itu mengubah rongsokan dan kotoran menjadi emas. Kita tak punya peradaban entrepreneurship. Hanya ada 400 ribu entrepreneur di Indonesia, tak sampai satu persen jumlah penduduk.
Jumlah itu masih kurang?
Ya. Itulah yang membuat kita sudah 60 tahun merdeka sampai sekarang masih begini-begini. Kebijakan pembangunan seharusnya ubah manusianya dulu. Singapura memiliki pendapatan per kapita 15 kali dibanding kita, punya entrepreneur tujuh persen. Jangan bandingkan dengan Amerika Serikat, entrepreneurnya 13 persen.
Kenapa tertinggal?
Pendidikan tak menumbuhkan entrepreneurship. Tidak ada motivasi, inspirasi, apalagi latihan. Sekolah menengah kejuruan melatih orang jadi montir, tak mendorong punya bengkel. Calon apoteker tidak didorong punya apotek. Ada missing link dalam dunia pendidikan kita.
Berapa entrepreneur yang dibutuhkan negeri kita?
Untuk 25 tahun ke depan sedikitnya harus ada empat juta entrepreneur di Indonesia.
Bagaimana mengejar target itu?
Delapan tahun ke depan, baru action lima tahun terakhir. Entrepreneurship itu bisa dipelajari. Untuk target yang lebih luas dengan pendidikan. Karena punya elemen ilmu, riset, dan pengabdian kepada masyarakat. Ada yang masih berkutat pada ilmu untuk ilmu, riset untuk riset. Ujungnya tetap harus pengabdian masyarakat. Universitas Ciputra berfokus pada pengajaran entrepreneurship.
Bagaimana pengajarannya?
Ubah mindset. Di Universitas Ciputra, pendidikan entrepreneurship sejak tahun pertama. Bahkan, sejak perpeloncoan, calon mahasiswa sudah diajari berjualan di stasiun. Kalau sudah kuliah, di semua jurusan wajib ada mata kuliah entrepreneurship sehari dalam seminggu.
Sistem ini meniru pendidikan negara maju?
Beda, di Amerika Serikat, ada ribuan kampus, separuhnya mengajarkan entrepreneurship, dan biasanya hanya pada tahun terakhir. Tapi di sana sudah terbentuk pendidikan soal ini. Karena itu, kami tetap mengirim dosen untuk belajar ke sana. Sudah ada lima dosen yang dikirim dan akan menyusul 15 dosen. Ada pula rencana kerja sama dengan lima foundation. Kini yang sudah jalan dengan Kaufman Foundation, lembaga pelatihan untuk MIT dan Harvard.
Bagaimana hasil dari Universitas Ciputra ini?
Dari 166 mahasiswa angkatan pertama, 100 orang sudah punya usaha. Sisanya ada yang jadi asisten dosen, dan ada yang tidak bekerja. Kami memberikan opsi saja.
Ada pengembangan universitas ini?
Kami membina entrepreneurship di 14 sekolah. Kami punya Entrepreneurship Centre yang bekerja dengan berbagai perguruan tinggi. Saya all out, kalau perlu semua aset pribadi saya gunakan untuk itu.
Bagaimana dukungan dari pemerintah?
Dua tahun lalu, Fasli Jalal (kini Wakil Menteri Pendidikan) sudah mendukung program ini. Kendati belum disetujui DPR, saat itu diputuskan, kurikulum entrepreneurship boleh diadakan.Pada 28 Oktober tahun lalu saya mengirim surat ke Presiden Yudhoyono tentang pentingnya pendidikan entrepreneurship. Sehari kemudian, di Indonesia Summit, Presiden berpidato tentang perlunya program nasional entrepreneurship.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo