Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMANYA pernah mencuat dalam kisruh pengadaan infus untuk rumah sakit di Indonesia pada 2007. Saat itu Ribka Tjiptaning Proletariyati, demikian nama lengkap perempuan 51 tahun ini, gencar meminta pemerintah menarik infus buatan PT Otsuka Indonesia. Menurut Ketua Komisi Kesehatan DPR ini, produsen infus asal Jepang ini membuat produk yang tidak steril. Belakangan, investigasi majalah ini menemukan ada perang bisnis di balik ”seruan” Ribka itu. Dan Ribka, kendati ia membantah, disebut-sebut memiliki kepentingan di balik perang bisnis itu (Tempo, 29 April 2007, Investigasi: ”Lobi di Balik Selang Infus”ß).
Pekan-pekan ini, sosok anggota Fraksi PDI Perjuangan ini kembali jadi sorotan. Itu lantaran gencarnya Koalisi Antikorupsi Ayat Tembakau (Kakar), yang dimotori Kartono Mohamad dan Hakim S. Pohan, meminta polisi memeriksa Ribka. Koalisi menengarai Ribka terlibat dalam penghilangan ayat itu. Koalisi Antikorupsi menyatakan Ribka dan dua anggota Komisi Kesehatan periode 2004-2009, Asiyah Salekan dan Mariani Akib Baramuli, sudah jadi tersangka dalam kasus ini.
Disebut demikian, anggota Fraksi PDI Perjuangan yang kini untuk kedua kalinya menjadi Ketua Komisi Kesehatan tersebut naik pitam. Ia menuding ada motif politik di balik pengumuman namanya menjadi tersangka oleh Koalisi Antikorupsi. ”Ada upaya pembunuhan karakter,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia yang terjun ke kancah politik sejak 1977 ini. Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi menyatakan Ribka memang tidak berstatus tersangka. ”Belum ada tersangka dalam kasus ini,” ujar Ito.
Ribka berkali-kali membantah tudingan terhadap dirinya dan sejumlah orang di Komisi Kesehatan, yang disebut sengaja melenyapkan ayat itu. Ribka kini tengah berada di Cina untuk sebuah kunjungan. Kepada Tempo, yang menghubunginya pekan lalu di Cina, ia hanya menjawab pendek. ”Perkara ini tak bisa dijelaskan lewat telepon.”
Sebelumnya, Kamis dua pekan lalu, Ribka menggelar konferensi pers yang intinya membantah adanya faktor kesengajaan dalam perkara hilangnya ayat 2 Pasal 113 Undang-Undang Kesehatan, yang menyatakan tembakau sebagai zat adiktif.
Menurut dia, munculnya perkara ini karena terjadinya kesalahan memberikan softcopy rancangan undang-undang ke sekretariat negara. ”Buktinya, saat rapat paripurna ayat itu masih ada, sekarang juga masih ada,” kata perempuan yang terhitung masih keturunan keluarga Keraton Mangkunegaran Solo itu.
Memang akhirnya, dalam rancangan yang diteken Presiden, ayat tembakau tetap masuk. Hanya, tetap saja kasus ini memunculkan tudingan tak sedap ke arah Ribka, dan terutama dua koleganya itu.
Mariani Akib Baramuli, yang kini tak lagi duduk di DPR, juga membantah hilangnya ayat 2 itu karena pesanan. Mantan Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Kesehatan itu menyatakan sangat yakin tak ada unsur kesengajaan dalam kasus ini. ”Saya tahu betul kredibilitas teman-teman,” kata Mariani.
Erwin Dariyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo