Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nun di Luwu Timur lima tahun lalu, Andi Hatta Marakarma menatap tanah Sulawesi Selatan itu dengan penuh keinginan untuk perbaikan dan perkembangan.
Tak ada yang kurang dengan daerah di Teluk Bone itu. Punya gunung di utara, cocok untuk perkebunan. Di punggungnya ada Danau Towuti. Airnya siap memutar turbin listrik. Dari kaki gunung hingga pantai menghampar sawah yang subur. Saat panen raya mirip karpet kuning. Di tengah ”karpet” itu ada Danau Matano. Dalamnya 600 meter—paling jero di Asia.
Tapi, dia melihat jalan-jalan yang rusak. Akibatnya berantai: hasil panen tak terangkut, irigasi amburadul. Akhirnya petani pun beralih bertanam kakao, yang sudah tak lagi jadi primadona.
Andi paham betul bahwa potensi Luwu Timur adalah pertanian padi, karena 80 persen penduduknya petani, dan di sana terhampar 19 ribu hektare sawah. Ini pula yang menjadi modal bagi kabupaten itu ketika memisahkan diri dari Luwu Utara pada Maret 2003.
Untuk menggerakkan semua potensi, menurut Andi, kuncinya adalah perbaikan infrastruktur. Maka, ia tidak memprioritaskan pembangunan kantornya, yang menumpang di kantor Kecamatan Malili. Ia mengutamakan pembangunan jalan desa dan jalan tani yang menjangkau hingga ke pelosok. Andi menyebut pola pembangunan ini dengan istilah ”desa mengepung kota”.
Lulusan Magister Pertanian Universitas Hasanuddin ini memfokuskan pembangunan ke pedesaan, mulai dengan membangun kantor desa, jalan desa, dan irigasi. Bupati yang gemar mengendarai mobil sendirian hingga ke pelosok desa ini juga membebaskan daerah terisolasi dengan membuka jalan baru dan membangun jembatan. Hingga 2008 telah dibuka jalan baru sepanjang 194 kilometer dan 101 jembatan.
Pada tahun ketiga, pembangunan baru mengarah ke pusat pemerintahan di Malili, termasuk membangun kantor bupati. Kompleks pemerintahan dibangun di sebuah perbukitan, bekas perkebunan. Untuk menghidupkan kota ini, dia membuka jalan tembus ke beberapa penjuru.
Malili sebenarnya tak semaju dua kota lainnya di Luwu Timur, yaitu kecamatan Tomoni dan Soroako. Tapi Andi ingin menjadikan tiga kota itu sebagai pusat pertumbuhan berbeda. Kota Tomoni yang berpenduduk padat dikembangkan menjadi kota perdagangan. Soroako yang maju karena aktivitas PT Inco, penghasil nikel, dijadikan kota industri. Malili yang memiliki akses pelabuhan dikembangkan sebagai kota pemerintahan.
Selain memperhatikan bidang ekonomi, ayah dua anak ini tak melupakan pengembangan pendidikan. Andi percaya, investasi jangka panjang yang penting bagi Luwu Timur adalah pembangunan manusia. Untuk itu, bupati yang kerap disapa ”Opu” ini menerapkan program sekolah gratis, dari tingkat dasar hingga menengah atas. Dia juga merenovasi bangunan sekolah menjadi permanen, memberikan beasiswa, bahkan mengirim murid ke sekolah-sekolah unggulan ke luar daerah. Kini Andi tengah menyiapkan peraturan daerah tentang sanksi bagi orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya. ”Setelah (sekolah) gratis, tidak ada alasan bagi orang tua tidak mampu untuk tidak menyekolahkan anaknya,” katanya.
Di bidang kesehatan, Andi membangun pusat kesehatan masyarakat dengan layanan rawat inap. Saat ini, dari 13 pusat kesehatan yang ada, 12 klinik telah memiliki fasilitas rawat inap, enam di antaranya telah memiliki ruang gawat darurat. Biaya rawat inap kelas III pun dibebaskan.
Untuk memenuhi kebutuhan dokter, Andi tak segan memberikan fasilitas. Melalui Dinas Kesehatan Provinsi, dia mengumumkan akan memberikan insentif tambahan Rp 10 juta, rumah dinas, dan mobil bagi dokter spesialis yang bersedia berpraktek di Luwu Timur.
Salah satu petani yang merasakan kemakmuran hidup sebagai petani adalah Wasono, Ketua Kelompok Tani Ambarawa, yang memiliki 20 hektare lahan sawah. Dalam lima tahun terakhir, dia melihat perubahan signifikan di kampung halamannya, Desa Wonorejo, Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur. Pria 41 tahun ini bersama rekannya sesama petani tak lagi kesulitan mengangkut hasil pertanian karena jalan beraspal sudah menjangkau hingga ke pelosok. Irigasi persawahan juga membaik. ”Dulu ongkos angkut satu karung gabah Rp 9.000, sekarang hanya Rp 2.000,” kata Wasono.
Lima tahun setelah berdiri sebagai Kabupaten Luwu Timur—pemekaran dari Kabupaten Luwu Utara—Wasono baru merasakan hasil kerja pemerintah yang berpihak ke petani. Kelompok tani hidup dan berkembang. Bantuan bibit dan penyaluran pupuk lancar. Menurut Wasono, kini produksi padi meningkat dari 4,8 ton menjadi 6 ton per hektare tahun ini.
Selain sebagai penghasil beras, Luwu Timur kaya potensi perkebunan seperti jagung, kakao, dan sawit. Produk lainnya yang digarap serius adalah budi daya rumput laut. Andi pun mengarahkan Kepala Dinas Perikanan Zakaria untuk mengembangkan rumput laut—yang menurut Zakaria terbaik se-Sulawesi Selatan. Andi yakin, budidaya rumput laut ini akan menjadi primadona daerah yang dikenal dengan sebutan Bumi Batara Guru itu.
Tetapi Andi tidak ingin mengandalkan sektor pertambangan di masa depan. Pertimbangannya, pertambangan merupakan sumber daya tak terbarukan, dan merusak lingkungan. Ia lebih tertarik mengembangkan agrobisnis.
Luwu Timur kini menjadi daerah terkaya kedua di seluruh Sulawesi Selatan, setelah Kota Makassar.
Belanja Daerah Vs Pendapatan (Miliar Rupiah) | |||
---|---|---|---|
2005 | 2006 | 2007 | |
Pendapatan Asli Daerah | 66,1 | 78,6 | 88 |
Anggaran Belanja | 234 | 386 | 460 |
Pertumbuhan Ekonomi
Andi Hatta Marakarma
Tempat dan tanggal lahir: Palopo, 10 Juni 1949 | Pendidikan: - Sarjana Ilmu Pemerintah Institut Ilmu Pemerintahan (1985) - Magister Pertanian Universitas Hasanuddin (2002) | Karier: - Kepala Desa Bara (1978) - Kepala Desa Wawondula (1979), Camat Masamba (1993) - Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Luwu Utara (2001) - Penjabat Bupati Luwu Timur (2003) - Bupati Luwu Timur (2005) | Penghargaan: - Peduli Pendidikan dari Gubernur Sulawesi Selatan (2006) - Manggala Karya Kencana dari Kepala BKKBN (2007) - Satya Lencana Wira Karya dari Presiden (2007) - Perda Akta Kelahiran Bebas Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (2007) - Anugerah Kemitraan (2008)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo