Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font size=2 color=#FF9900>Syaiful Anam:</font><br />”Saya Heran, Kok ke Situ Lagi”

10 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POLISI menggerebek dan menewaskan orang yang diduga Noor Din M. Top di sebuah rumah di dekat bukit Desa Beji, Kecamatan Kedu, Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu pekan lalu. Bagi Syaiful Anam alias Mujadid alias Brekele alias Joko, terpidana kasus terorisme, kampung itu tak asing di telinga. Tempat itu pernah ”digarapnya” sebagai lokasi membangun sel lepas jaringan Jamaah Islamiyah. Tapi, ”Belum ada yang sampai dibaiat,” kata Brekele, yang ditangkap polisi pada 2007 di Desa Kranggan, Temanggung—10 kilometer dari Beji, Kedu.

Brekele, 28 tahun, mengaku heran tempat pelariannya dulu kini digunakan lagi oleh Noor Din. ”Semestinya daerah itu tidak dipakai lagi karena sudah ketahuan polisi,” katanya. Menurut dia, di wilayah itu aparat telah ”menanam” orang untuk memantau keadaan.

Jumat malam pekan lalu wartawan Tempo Agus Supriyanto mewawancarai Brekele, terpidana 18 tahun kasus bom Tentena, Poso. Berkali-kali ia menanyakan detail berita penyerbuan Noor Din untuk memastikan lokasi penangkapan.

Polisi menggerebek Noor Din di Kedu, Temanggung. Ini tempat Anda ditangkap pada 2007?

Iya, itu daerah saya dulu. Saya pernah setahun di sana sebelum ditangkap di Kebon Salak, Kecamatan Kranggan, Temanggung—tak jauh dari Kedu. Di daerah ini ada pesantren salafi yang cukup besar. Saya sengaja memakai daerah itu untuk kamuflase. Saya merasa bahwa masalah saya di Poso, bukan di Jawa. Jadi saya tenang-tenang saja. Tak tahunya saya diikuti polisi.

Anda kenal dengan Tatag, Aris, dan Indra, orang dekat Noor Din di Temanggung?

Mereka ini erat kaitannya dengan saya. Tapi mereka tidak mengerti apa-apa. Kasihan. Orang-orang itu kenal saya tapi bukan anggota saya. Tatag aktivis remaja masjid. Aris sepupu Tatag, dan Indra adiknya Aris.

Anda pernah bermukim di rumah Muhzahri ayah Tatag, tempat Noor Din bersembunyi?

Cukup lama. Setahun sebelum tertangkap, saya pernah tinggal di situ. Saya kan ustad pengajian di masjid Beji. Sehabis pulang pengajian, biasanya ada jamuan di rumah itu. Masjid itu berjarak sekitar 300 meter dari rumah.

Tatag anggota Jamaah Islamiyah?

Tidak ada itu. Tidak sama sekali.

Ia sudah dibaiat?

Belum. Belum.

Bagaimana Anda bisa bersembunyi di rumah itu? Anda sudah punya jaringan di sana?

Anda mengira kami akan tinggal di rumah teman-teman sendiri, lingkungan sendiri. Itu salah. Justru dalam keadaan sulit kita dituntut untuk membuat mileu atau lingkungan baru. Tempat yang sama sekali baru tapi bisa kita warnai. Jadi, tidak betul kalau saya ke Temanggung karena di situ sudah banyak kawan. Yang benar adalah tinggal di tempat yang jauh dari teman-teman. Di situ saya bisa bikin jaringan baru.

Anda menyebut Tatag tidak terlibat, tapi mengapa ia ketakutan dan menghilang sejak 2007, begitu tahu Anda dicokok polisi?

Dia tidak ngerti siapa saya meski saya pernah melakukan pengajian di masjid mereka. Mereka kenal saya sebagai ustad. Saya diminta memberikan ceramah pada Ramadan. Tatag yang menjemput saya waktu itu. Ketika saya ditangkap karena kasus teroris, Tatag ketakutan lalu pergi karena takut ditangkap juga. Dia tidak menghilang. Dia ketakutan karena kenal saya.

Apakah tempat itu sengaja disiapkan Tatag untuk Noor Din?

Tidak begitu. Tatag tidak kenal siapa Noor Din.

Siapa yang bisa menghubungkan Tatag dengan Noor Din?

Apa bisa dipastikan Tatag berhubungan dengan Noor Din? Mungkin saja teman Tatag yang tinggal di situ yang kenal Noor Din. Namun Tatag tidak kenal. Jadi tidak mesti orang yang rumahnya ditempati Noor Din ngerti bahwa tamunya itu Noor Din.

Noor Din tak pernah membuka identitasnya bahkan dengan orang terdekat?

Di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang itu ada enam atau tujuh orang yang dipenjara hanya karena jadi tempat singgah Noor Din maupun Dr Azahari—meski hanya semalam. Mereka enggak ngerti dua orang ini siapa. Yang ada: teman mereka bawa teman lalu minta tolong agar teman itu bisa menginap di situ satu malam. Kebiasaan Noor Din dan Dr Azahari, kalau singgah di suatu tempat dia tidak mengenalkan dirinya siapa. Besoknya kalau sudah pergi baru dikasih tahu. Saya yakin kasusnya Tatag seperti itu.

Ada kabar yang menjadi penghubung Noor Din dan keluarga Tatag adalah Tedi alias Reno alias Mubarok?

Saya kurang tahu. Saya tidak mau berspekulasi. Berandai-andai bukan prinsip kami. Banyak orang yang namanya Tedi atau Reno. Saya harus tahu dulu orangnya. Dua tahun tidak ketemu, nama mereka bisa ganti sepuluh kali.

Tedi juga dari kelompok Wonosobo?

Saya perlu tahu dulu siapa orangnya. Sebentar lagi polisi pasti datang tanya ke saya. Sedikit atau banyak pasti aku duluan yang didatangi.

Banyak teroris yang ditangkap di Temanggung dan Wonosobo, mengapa Noor Din sembunyi di situ?

Ya, tanya sama mereka. Saya juga tak tahu, kok mereka ke situ lagi. Kayak tidak ada tempat lain saja. Semestinya daerah itu tidak dipakai lagi karena sudah ketahuan. Saya dulu bolak-balik ke situ dan sudah diendus polisi. Saat diinterogasi Detasemen Khusus Antiteror 88, saya ditunjukkan rekaman (video) saya sedang olahraga sama anak-anak di sana. Artinya, polisi sudah lama mengikuti saya.

Polisi memelihara teroris ”kecil” untuk menangkap yang lebih besar?

Polisi itu pintar dalam mengejar teroris. Ketika dia menangkap, tidak semuanya dihabisi. Ada yang dipelihara tanpa sadar kalau dia telah dipelihara. Mereka menjadi corong untuk menunjukkan orang-orang yang sebenarnya diinginkan polisi. Polisi menunggu kakapnya. Nanti kalau sudah matang baru ditangkap.

Dari penjara Anda mengikuti berita pengeboman di JW Marriott dan Ritz-Carlton?

Ya, saya mengikuti. Saya dengar katanya Densus 88 kejar target: sebelum 17 Agustus (Noor Din M. Top) harus sudah ditangkap. Saya tidak mengiyakan kalau bom di Marriott II adalah amaliyah (kerjaan) mujahidin. Saya tidak melihat indikasinya.

Jaringan Jamaah Islamiyah sudah dilumpuhkan polisi tapi bom masih ada. Ada kelompok lain?

Namanya juga perang gerilya, ya kita harus cerdik. Harus pandai-pandai. Bom libur bukan karena kita ditangkapi, tapi karena kita satu tongkat komando. Kapan ngebom itu tergantung qiyadah (kepemimpinan) pusat. Kita ini kan kesatuan muslimin. Amerika tahu betul mujahidin tidak mengenal istilah kapok.

Siapa komandannya? Noor Din M. Top?

Saya tidak pernah ketemu dengan Noor Din. Saya tidak akan begitu saja mengangkat amir yang belum jelas statusnya. Saya khawatir cerita tentang Noor Din itu dibesar-besarkan sehingga dia disebut buron yang paling ganas. Ini harus dibuktikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus