Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jangan Tiadakan Oposisi

Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan kelihatan merapat ke pemegang kekuasaan. Tanpa oposisi, demokrasi melemah.

10 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGGUH disayangkan jika gelagat ini benar adanya: pemenang pemilihan umum sedang berupaya membangun pemerintahan dengan cara merangkul partai-partai besar yang kalah. Menegakkan pemerintahan yang kuat merupakan langkah bagus. Tapi melibatkan semua partai, dengan membagi-bagi kekuasaan, sesungguhnya tidak ideal. Ada satu peran penting yang hilang dalam penyelenggaraan negara berdasarkan demokrasi, yakni oposisi.

Sistem pemerintahan presidensial yang kita anut memang tak mengenal oposisi—yang dikenal dalam sistem parlementer. Tapi kehadiran kelompok oponen di luar pemerintahan tetap perlu untuk menumbuhkan persaingan yang sehat. Gelagat merapatnya PDI Perjuangan dan Partai Golkar ke kubu pemenang pemilu, yang arahnya seperti membentuk kartel kekuasaan, dikhawatirkan menghapus persaingan yang sehat itu.

Di Partai Golkar gelagat ini bisa dilihat dari persaingan yang telah menghangat untuk menjadi ketua umum: kandidat terkuat merupakan figur yang condong ke penguasa. Di PDI Perjuangan ada ”manuver” Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Taufiq Kiemas.

Dua partai besar itu memang kalah dalam pemilu legislatif pada April lalu. Tapi perolehan suara mereka tetap tak bisa diabaikan. Di Dewan Perwakilan Rakyat, dengan jumlah kursi yang mereka dapatkan menurut suara yang masuk, mereka bisa menjadi kekuatan pengimbang. Apalagi jika ada partai-partai kecil lain yang ikut bergabung. Mereka berpotensi menjadi rival pemerintah yang tak bisa diremehkan.

Barangkali oposisi di sini sudah telanjur terdegradasi maknanya: ia lebih merupakan kekuatan yang tugasnya, dalam kata-kata seorang politikus Inggris pada abad ke-18, ”tak mengusulkan apa-apa, menentang semua hal, dan menggulingkan pemerintah”. Padahal oposisi pun wajib melaksanakan komitmen kepada rakyat yang telah memberikan suara—seperti juga partai yang menang dan berkuasa. Peran oposisi dalam negara demokrasi sama penting dengan mereka yang berkuasa, ibarat dua sisi dari koin yang sama.

Dengan posisinya itu, oposisi setidaknya punya tiga peran: penyambung lidah bagi mereka yang tak punya wakil di pemerintahan, alternatif bagi pemerintah, dan oposisi resmi. Sebagai alternatif, oposisi akan terus mengingatkan bahwa ada pihak yang lebih berkompeten ketimbang pemerintah yang berkuasa. Dan sebagai oposisi resmi, tugasnya adalah mengkritik pemerintah dengan tujuan meraih dukungan suara sehingga bisa memperoleh kesempatan berkuasa.

Peran terakhir itu memang sering menimbulkan persepsi buruk mengenai oposisi. Tapi sebenarnya hal itu hanyalah akibat dari kegagalan oposisi untuk mencerahkan khalayak dengan analisis yang jelas, pasti, dan meyakinkan atas kekurangan dan kemungkinan penye-lewengan pemerintah. Oposisi model begini bukan hanya tak menghasilkan checks and balances, melainkan juga gampang terjerumus dalam penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi dan golongan.

Sejarah menunjukkan bahwa demokrasi pasti berakhir tanpa adanya kritik yang memadai. Kita tentu ingin mengelak dari keniscayaan sejarah ini. Bagaimanapun, peran oposisi tak boleh lowong jika kita masih percaya pada demokrasi. Ini seharusnya menjadi panggilan mulia bagi PDI Perjuangan dan Partai Golkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus