Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUMAH bercat krem itu selalu terlihat sepi. Pintu dan jendela selalu tertutup. Penghuninya jarang terlihat keluar. Rumah kontrakan di Puri Nusaphala, Jatiasih, Bekasi itu baru diisi sekitar tiga minggu. Penghuni rumah di sebelahnya, Sri Aman Indarti, 60 tahun, sesekali melihat lelaki kelimis, berkulit putih dan agak gemuk. Dari obrolan dengan tetangga lain, Sri mengetahui ada tiga penghuni di rumah blok D III nomor 12 itu.
Sri selalu mendengar tetangga baru misterius itu mengobrol serius setiap malam. Dalam sepekan terakhir, Sri juga selalu mencium bau kertas dibakar dari rumah tetangganya. Sri tak menghiraukan segala keanehan tetangganya, hingga Jumat magrib polisi mendatanginya. Mereka meminta Sri keluar dan menjauh dari rumahnya karena bakal ada penggerebekan.
Petugas Datasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri mengepung rumah kontrakan itu. Mereka merangsek pada Sabtu dini hari. Terdengar suara letusan. Dua orang terkapar. Mereka didor karena berniat melemparkan bom pipa ke arah polisi. Keduanya diidentifikasi sebagai A.R. Setiawan, 28 tahun, dan Eko Joko Raharjo, 21 tahun.
Polisi lalu menggeledah rumah tipe 45 itu. Di sini ada sekitar 500 kilogram potasium klorat, disimpan dalam tong plastik merah ukuran sedang. Ada juga belerang dalam ember biru kecil dan mur serta baut yang sudah tersusun serta isolasi dalam tupperware besar. Selain itu: ada lima bom tupperware siap ledak dengan picu pengatur waktu. ”Mirip walkie talkie kecil,” kata sumber Tempo di kepolisian.
Di setiap pintu dipasang bom siap meledak—berfungsi sebagai ranjau bagi orang asing yang berniat masuk. Total ada empat: satu di pintu depan, satu di pintu belakang, dan dua lagi dipasang di dua pintu kamar. Di depan rumah, terdapat truk pick up merah Mitsubishi B 8470 AJ yang ditutup terpal biru. Polisi menduga mobil itu digunakan sebagai bom mobil dengan kekuatan 100 kilogram. Ketika ditemukan, detonator bom mobil itu belum dirangkai.
Temuan di rumah itu mirip dengan ciri bom yang meledak di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton pada 17 Juli lalu. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Inspektur Jenderal Wahyono, mengatakan bahwa penggerebekan ini memang terkait dengan jaringan pengebom Marriott-Ritz. ”Rumah ini dijadikan tempat menyimpan dan merakit bom,” ujar Wahyono.
RUMAH tipe 45 dengan dua kamar itu milik Suparno, yang dikontrakkan tiga minggu lalu. Ketua RT 04 Puri Nusaphala, Sundoyo, mengatakan bahwa penghuni baru itu sudah mencurigakan sejak awal. Saat masuk mereka tak pernah melapor. Mereka juga menutup diri.
Seminggu sebelum penggerebekan, Sundoyo mendatangi rumah itu untuk meminta identitas penghuni. Ia diterima seseorang yang bernama Ahmad Ferry di pekarangan. Ferry memberikan fotokopi kartu tanda penduduk dengan foto wajah tak jelas. Di KTP itu tertera alamat di Kecamatan Bekasi Utara. ”Dia mengatakan keponakannya yang akan tinggal di rumah itu,” ujar Sundoyo.
Polisi meminta kartu penduduk Ferry itu sehari setelahnya. Aparat ternyata sudah mengintai rumah di Bekasi ini selama sepuluh hari. Setiap hari polisi tak berseragam memantau kegiatan mereka di sana. ”Mereka sepintas seperti sopir angkot dan tukang taksi,” kata Harley, 41 tahun, warga yang kerap nongkrong di depan warung mi di ruko perumahan.
Sebelum menggerebek rumah Bekasi, polisi menangkap Ahmad Ferry di Kranggan, Bekasi, Jumat pukul sebelas malam. Ferry sedang membawa mobil Xenia merah AD 9324 DO yang membawa empat bom pipa dalam rompi. Bom pipa dalam rompi ini akan dipakai pelaku bom bunuh diri. Polisi telah membuntuti Ferry dari Solo selama tiga hari.
Rangkaian penggerebekan di Bekasi merupakan hasil pengembangan dari tertangkapnya Amir Abdillah di Koja, Jakarta Utara, Rabu lalu. Amir merupakan orang yang diduga menyewa kamar 1808 di Marriott. Pengakuan Amir itulah yang menguatkan keberadaan A.R. Setiawan dan Eko di rumah kontrakan di Bekasi.
Setiawan memang bukan nama baru dalam peristiwa bom. Peneliti Sidney Jones mengatakan, Setiawan anggota Jamaah Islamiyah Jawa Tengah yang ditangkap pada Juli 2004 bersama Urwah alias Bagus Budi Pranoto dan Ubeid alias Lutfi Hudaeroh. Mereka dituduh menyembunyikan Noor Din M. Top. Setiawan baru bebas pada 14 September 2004 karena kurang bukti.
Rumah tempat penampungan dan perakitan bom itu berdekatan dengan kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sekitar 10 kilometer. Sumber Tempo di kepolisian mengatakan, target pengeboman di rumah Bekasi itu memang kediaman Presiden. Istana Presiden juga menjadi incaran para teroris.
Menurut Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, fakta bahwa Cikeas dan Istana bakal menjadi target diperoleh dari testimoni Ibrohim, perangkai bunga Hotel Ritz-Carlton yang kini buron. Dalam secarik kertas yang ditemukan di Jatiasih disebutkan Ibrohim menyatakan bersedia menjadi pengemudi mobil bom dengan tujuan Cikeas. Yayan alias Suryana Surlok, yang ditangkap di Jakarta Utara, dinyatakan sebagai pelaku bom bunuh diri. Adapun Amir Abdillah sebagai penyedia rumah penyimpanan dan peracik bom. Setiawan dan Eko sebagai perakit bom.
Jika keterangan ini benar, para teroris tampaknya tengah mengubah modus. Selama ini mereka membidik tempat ramai dan warga kulit putih, bukan sasaran perorangan. Tentang ini, ”Saya tak mau berspekulasi,” kata Sidney Jones.
Kapolri mengatakan, operasi penangkapan jaringan bom Marriott-Ritz ini terjadi serentak di tiga titik: Temanggung, Solo, dan Jatiasih. Sabtu pekan lalu polisi menyerbu rumah di Kedu, Temanggung, Jawa Tengah. Gembong teroris yang diduga Noor Din Top, tewas dalam aksi tembak-menembak selama 18 jam itu.
Di Solo, polisi mengincar seseorang dengan inisial SS. Dia dianggap sebagai perekrut Ibrohim, perangkai bunga di Ritz-Carlton, serta pelaku bom bunuh diri, yakni Dani Dwi Permana, 19 tahun, dan Nana Ikhwan Maulana, 28 tahun. Dwi, warga Parung, Bogor, adalah pengebom bunuh diri di Marriott; adapun Nana, warga Pandeglang, di Ritz-Carlton.
Yandi M.R., Yophiandi (Jakarta), Hamluddin (Bekasi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo