Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font size=2 color=#FF9900>Tim Weiner: </font><br />Bisa Saja Dia Tidak Tahu

1 Desember 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUNIA intelijen bukan sesuatu yang asing bagi Tim Weiner, 52 tahun. Sejak awal kariernya sebagai juru tinta, wartawan senior The New York Times ini sudah meliput soal mata-mata di Amerika Serikat. Salah satu karya jurnalistiknya tentang anggaran belanja Departemen Pertahanan Amerika, Pentagon, mendapat hadiah bergengsi Pulitzer Prize pada 1988.

Karena itu, banyak orang tak kaget ketika Juli tahun lalu Weiner meluncurkan bukunya, Legacy of Ashes, yang mengupas habis kisah-kisah spionase dinas rahasia Amerika, Central Intelligence Agency (CIA), sejak awal berdirinya pada 1950.

Dalam pengantar buku ini, Weiner mengaku menghabiskan waktu 20 tahun untuk melakukan riset atas 50 ribu halaman dokumen, menelisik sejarah 2.000-an agen CIA, dan mewawancarai 300-an sumber, termasuk sepuluh mantan Direktur CIA. Dalam penelitian tentang agen CIA itulah nama bekas wakil presiden Adam Malik disebut-sebut sebagai agen.

Wartawan Tempo Wahyu Dhyatmika mewawancarai Weiner melalui surat elektronik pekan lalu. Weiner, yang tak memberikan nomor telepon, mengaku sedang berlibur dan hanya bisa dihubungi via e-mail.

Bagaimana awalnya Anda menemukan informasi soal keterlibatan Adam Malik dalam kegiatan CIA di Indonesia?

Agustus 2001, sejumlah dokumen rahasia Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dibuka untuk umum. Sejumlah dokumen menjelaskan bagaimana Amerika merespons krisis 1965 di Indonesia. Ada sejumlah detail mengenai peran Amerika dalam mendorong elemen antikomunis pada periode transisi Soekarno ke Soeharto.

Dalam buku saya, ada kutipan langsung dari dokumen 2 Desember 1965 mengenai persetujuan Duta Besar Amerika Serikat Marshall Green untuk secara rahasia membayar Rp 50 juta kepada Adam Malik, buat membiayai operasi Komite Aksi Pengganyangan Gestapu (Kap-Gestapu). Duta Besar Green menyebut pembayaran ini sebagai ”operasi tas hitam”. Ini sandi untuk operasi rahasia CIA yang digunakan di lingkungan Departemen Luar Negeri Amerika.

Jadi dokumen itu berbicara sendiri. Dilihat dari situ saja, jelas Amerika menganggap Adam Malik sebagai agen yang bekerja untuk tujuan operasi ini.

Ada dokumen lain?

Ada telegram yang dikirim lebih awal, 4 November 1965, yang berbunyi, ”Adam Malik dan lainnya, yang kita tahu dari CAS dan laporan lain memiliki kontak dengan para pemimpin Angkatan Darat, mungkin disimpan untuk periode setelah Soekarno.” CAS adalah kode Departemen Luar Negeri untuk CIA. Semua bukti ini menunjukkan bahwa Malik bekerja sebagai agen untuk Amerika Serikat, lewat CIA, pada 1965-1966.

Adakah bukti tertulis dari Adam Malik sendiri yang mengkonfirmasi soal permintaan dana itu?

Saya tidak pernah melihat dokumen pemerintah Amerika Serikat yang sudah dideklasifikasi soal itu.

Bagaimana Anda menemukan Clyde McAvoy, agen CIA yang menyebutkan soal peran Adam Malik?

Saya meliput soal CIA di Washington selama bertahun-tahun: untuk The New York Times dan sebelumnya untuk The Philadelphia Inquirer. Saya meliput selama 20 tahun. Juga menulis, berpikir, dan melakukan lebih dari 300 wawancara soal CIA. Selama masa itu, tentu saya berusaha memperoleh kepercayaan dari orang-orang yang saya wawancarai.

Anda yakin pada kesaksian McAvoy?

Saya tidak pernah mengandalkan satu sumber saja. Soal Adam Malik, ada dokumen yang jelas soal operasi ”tas hitam” ini. Clyde McAvoy juga berbicara soal ini dengan amat jernih dalam beberapa kali wawancara dengan saya. Keterangannya diperkuat oleh dokumen dan koleganya.

Adakah tokoh Indonesia lain yang disebut-sebut sebagai agen CIA?

Saya tidak punya informasi soal pemimpin Indonesia lain yang bekerja sama dengan CIA saat itu, termasuk Soeharto atau Sultan Hamengku Buwono IX.

Bagaimana metode CIA merekrut agennya, termasuk di Indonesia?

Metode rekrutmen agen yang dilakukan CIA pada saat Perang Dingin berbeda dari satu negara ke negara lain. Ini tergantung kondisi politik, jumlah agen yang bisa berbicara dalam bahasa setempat di kantor CIA negara itu, dan tujuan akhir dari politik luar negeri Amerika di sana.

Di Indonesia, pada 1965, CIA membutuhkan seseorang yang bisa memberikan informasi dari dalam mengenai cara berpikir para petinggi militer dan elite politik Indonesia saat itu. Akan sangat membantu jika calon agen itu punya karakter (latar belakang) politik yang bagus dan kenal baik dengan Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta.

Ada banyak kategori agen dinas rahasia. Menurut Anda, Adam Malik masuk kategori ”agen” seperti apa?

”Agen” adalah seseorang yang melakukan sesuatu atas permintaan perwira CIA. Anda harus paham bahwa perwira CIA sering menyamar menjadi diplomat pada Departemen Luar Negeri Amerika. Jadi sangat mungkin seorang agen asing mengira dia sedang berhubungan langsung dengan Departemen Luar Negeri, padahal dia sedang memberikan informasi kepada perwira CIA. Jadi, seorang agen bisa saja tidak tahu bahwa dia sudah direkrut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus