Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

'<I>Time Crisis</I>'ala Kasturi

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kalau mau sukses usaha, jangan sekali-kali tergoda dagangan sendiri. Tapi rupanya Kasturi, 29 tahun, tak pernah mendengar nasihat itu. Laki-laki yang bekerja sebagai customer service di pusat game di Plasa Simpang Lima, Semarang, ini malah gila nge-game di tempatnya bekerja. Saban hari setidaknya ia menghabiskan duit Rp 50 ribu. Memang ada sih yang diincarnya: ia kepingin memiliki televisi yang nongkrong manis di etalase.

Modalnya pun cukup kuat. Ia sudah mengantongi 13 ribu struk poin. Jadi, untuk membawa pulang TV itu, ia tinggal butuh seribu poin lagi. Tapi apa daya, duitnya keburu ludes. Setelah memeras otaknya sendiri, ia pun mendapat ide untuk membobol brankas di kantornya. Dihitung-hitung, setidaknya di sana tergeletak duit sebanyak Rp 50 juta. Apalagi hari itu kantor lagi libur.

Saat mal tutup, dia pun langsung beraksi. Lagi asyik-asyik memantau situasi, tiba-tiba muncul tiga orang petugas menghampiri gerai game itu. Takut ketahuan, ia langsung menyelinap masuk ke salah satu mesin game. "Alah, paling-paling cuma lewat," pikirnya. Sialnya, ternyata mereka malah asyik kongkow di sana selama hampir empat jam. Alhasil, selama itu pula Kasturi harus melipat badan dan mengusap cucuran keringat yang terus menetes.

Lewat tengah malam, setelah petugas ngeloyor, ia pun beraksi lagi. Setelah celingak-celinguk, ia langsung bergegas menuju brankas itu. Sial, hampir sejam mengutak-atik, brankas itu tetap utuh. Kasturi sempat patah arang. Namun, ide baru muncul. Brankas sebuah restoran fast food yang tak jauh dari gerai game itu ia gasak.

Sekejap ia meloncat ke langit-langit. Brankas itu langsung ia bobol. Duit sebanyak Rp 1,8 juta lebih ditilepnya. Kasturi lantas kabur? Kepinginnya sih begitu. Tapi ia sadar puluhan satpam bakal segera menyergap. Akhirnya ia memutuskan menunggu hingga pertokoan itu buka di pagi harinya. Nah, kali ini ia benar-benar tengah bertarung seperti dalam permainan time crisis. Sayang, kali ini ia kalah dengan sang waktu. Saat mal buka kembali, kondisi tubuhnya sudah kedodoran. Kasturi tak bisa berkelit, apalagi dengan ditemukannya bukti berupa uang curiannya itu.

Atas kelakuannya itu, Rabu pekan silam Pengadilan Negeri Semarang memvonisnya dengan hukuman enam setengah bulan penjara. Mendengar itu, Kasturi manut saja. Hukuman itu relatif lebih ringan ketimbang tuntutan yang diajukan jaksa selama satu tahun penjara. Lagi pula toh ia tak dihukum masuk di kotak mainan yang sempit itu.

Kampung Artis di Bantarkawung

Kalau Anda penggemar berat sinetron, sesekali mampirlah ke Bantarkawung, Brebes. Beberapa artis tinggal di sana, lo. Ada Mathias Muchus, Primus Yustisio, Charles Bonar Sirait, bahkan si centil Tamara Geraldine. Tak pelak, kehadiran para artis itu membuat Drs. Hudiyono, Camat Bantarkawung, pusing. Masalahnya, belakangan warga lain dari kecamatan itu langsung menyerbu kantornya.

Lo, artis-artis itu ngendon di sana? Bukan. Orang-orang itu tak lain ingin bernasib sama dengan teman-temannya yang sudah jadi "artis" itu. Mereka ingin memiliki nama baru seperti teman-temannya tersebut. Usut punya usut, ternyata si "Mathias Muchus" itu dulunya bernama Jajang, sedangkan si "Primus Yustisio" asalnya bernama Kamal. Nah, keberhasilan mengubah jatidiri itulah yang kemudian membuat warga lainnya menyerbu kantor kecamatan itu.

Namun, Hudiyono tak langsung meneken permohonan mereka. Kecurigaan Pak Camat ini berawal dari formulir yang mampir ke mejanya. Namanya sungguh aneh-aneh, bukan lagi Tulkiyem atau Marsiti, melainkan Tamara Geraldine. "Saya bukannya meremehkan masyarakat. Tapi apakah tidak aneh di desa pelosok seperti Mayana ada yang punya nama Charles Bonar Sirait?" ujarnya sambil geleng-geleng kepala.

Akhirnya tak ada jalan lain. Sejak dua pekan silam Hudiyono terpaksa menolak permohonan KTP yang mencurigakan itu. Bukan apa-apa, ia takut KTP tersebut digunakan untuk hal-hal negatif. Kalau itu terjadi, tidak cuma nama desanya cemar, tapi dia juga bisa tersangkut perkara. "Awalnya, saya tidak curiga. Tidak sedikit yang disetujui dan nama itu sudah tertulis di KTP. Tapi lama-lama kok saya jadi curiga," kata Hudiyono.

Sebenarnya banyaknya pemohon nama baru bukan hal baru. Banyak warga yang merantau ke kota besar seperti Jakarta dan Bandung berhasil mengubah nama di KTP dengan nama baru seperti Hendry, Charles, Jacky, atau nama lainnya yang beraroma kota. Cuma, kali ini tren itu bergeser ke nama-nama selebriti. Anehnya, tak satu pun yang mengajukan nama Akri, Parto, Mpok Ati, atau Mandra. Padahal mereka artis, kan? Kalau pakai nama yang ini, Pak Camat bakal oke-oke saja. Barangkali, lo.

Irfan Budiman, Ecep S. Yasa (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum