Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JIKA seseorang menderita gegar otak akibat kecelakaan, uang sering menjadi faktor paling menentukan bagi hidup atau matinya. Dokter membutuhkan alat yang sangat mahal untuk memeriksa isi kepala sang pasien sebelum bisa melakukan bedah otak secara akurat, tanpa coba-coba. Hanya rumah sakit besar yang bisa membeli alat bernama CT scan itu.
Harga CT scan, atau computed tomography imaging scan, mencapai miliaran rupiah. Yang paling murah berkisar Rp 5 miliar per unit. Tarif memanfaatkan jasa alat ini pun relatif tinggi, antara Rp 300 ribu dan Rp 400 ribu sekali pakai. Hanya pasien dengan kantong cukup tebal yang bisa memperoleh manfaatnya.
Kini ada peluang untuk memangkas ongkos yang kelewat tinggi itu hingga separuhnya. Dua pekan lalu, sebuah tim ilmuwan dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengumumkan karya mereka, yakni prototip CT scan lokal yang, jika telah diproduksi kelak, harganya sekitar Rp 2,5 miliar.
Pada prinsipnya, alat ini bertindak seperti kamera digital untuk memotret bagian dalam tubuh. Alat ini memancarkan radiasi sinar-X ke obyek yang kemudian memantulkan gambar digital lapis demi lapis. Berbeda dengan alat rontgen tradisional, CT scan menghasilkan citra tiga dimensi�penggabungan berlapis-lapis gambar digital tadi�yang sangat tajam hingga ke jaringan tubuh halus dan bahkan pembuluh darah. Ini memungkinkan proses diagnosis lebih akurat.
Dibandingkan dengan generasi se-belumnya, teknologi yang dipakai oleh tim UGM itu�dinamai Tomografi Sistem Terfokus�juga jauh lebih praktis. Jumlah detektornya lebih sedikit, cuma seperenam dari pendahulunya. �Tapi akurasinya sama dan tetap terjaga,� kata Dr. Gede Bayu Sutarto, yang pada 1999 memperoleh gelar doktor dari Monash University, Australia, untuk jasanya menemukan teknik baru itu.
Dengan lebih sedikit indikator, proses pemindaiannya pun menjadi lebih cepat, hanya setengah dari waktu yang dibutuhkan alat CT scan impor yang kini banyak digunakan di rumah-rumah sakit. Faktor kecepatan itu penting untuk mengurangi risiko pasien terkena paparan bahan radioaktif terlalu banyak.
Proyek pembuatan CT scan made in Yogyakarta itu dimulai pada 1993, ketika Dr. Kusminarto, Dr. Gede Bayu Sutarto, M.Si., dan Waskito membentuk sebuah kelompok yang diberi nama Grup Riset Fisika Citra. Dimulai dengan riset tentang teknologi pencitraan radiografi dan tomografi, mereka melakukan serangkaian penelitian hingga 1995. Mereka melibatkan dua tim ahli. Di tim pertama ada Supardiyono, M.Si., dari Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), lembaga yang berwewenang mengawasi penggunaan bahan radiasi. Dan di tim kedua ada Dokter Bagaswoto dari Rumah Sakit Dr. Sardjito, Yogyakarta, yang mewakili pengguna.
Setelah menghabiskan biaya Rp 500 juta�uangnya berasal dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional�eksperimen mereka baru kelihatan hasilnya akhir tahun lalu.
Di samping membuat CT scan, tim itu menghasilkan radiografi digital��kamera digital� yang lain. Melalui alat ini, citra digital diperoleh dengan menembakkan bahan radioaktif ke obyek. Radiografi digital, karena hasilnya hanya gambar dua dimensi, punya kualitas lebih rendah dari CT scan. Radiografi digital hanya bisa �melihat� bagian depan dari dua benda yang bertumpukan. Sebaliknya, dengan CT scan, obyek tetap terlihat dua secara terpisah. �CT scan lebih akurat,� kata Kusminarto.
Menurut Kusminarto, kedua alat itu bisa dimanfaatkan untuk tele-radiology ataupun tele-medicine alias dapat mendeteksi obyek dari jarak jauh. Obyek yang diperiksa tetap berada di dekat detektor, tapi tenaga ahli yang memeriksa bisa berada di mana saja karena data yang didapat dari alat itu bisa dikirim lewat radio ataupun komputer.
Tak hanya dalam bidang kedokteran, radiografi digital dan CT scan bermanfaat pula untuk dunia industri. Radiografi digital buatan UGM, umpamanya, pernah dicoba untuk menguji hasil pengelasan pipa minyak�bocor atau tidak. Selain itu, alat ini pernah dipakai menginspeksi pengecoran velg mobil di sebuah perusahaan di Jakarta. Alat tersebut bisa melihat apakah logam yang dicor padat atau tidak. Maklum, dalam proses pengecoran, sering ada gelembung udara yang terjebak di dalamnya. Dengan mata telanjang, gelembung itu tidak akan terlihat, tapi dengan radiografi digital akan kelihatan.
Sementara itu, CT scan dapat digunakan untuk menguji keaslian sebuah benda. Uji coba yang sudah dilakukan mahasiswa pascasarjana UGM, misalnya, berhasil membedakan busi asli dan palsu serta oli asli dan palsu.
Karena potensinya yang besar, tim tadi telah mematenkan teknologi temuannya. Mereka juga berencana �menjual� produknya terutama untuk kalangan industri. Tentu saja ada syaratnya, yakni ada lembaga yang sudi mengulurkan bantuan untuk membuat produk itu secara massal.
Wicaksono, L.N. Idayanie (Yogyakarta)
Tentang �CT Scan�
CT (computed tomo-graphy) scan atau �CAT (computerized axial tomography) scanning� adalah perangkat yang menggabungkan kekuatan sinar-X dan komputer. Sinar-X menghasilkan potongan-potongan citra sebuah bidang, sementara komputer menyatukannya menjadi satu gambar utuh, tiga dimensi. Di dunia kedokteran, CT scan terutama dimanfaatkan untuk memindai cedera kepala dan otak karena mampu menampilkan detail yang 100 kali lebih baik ketimbang alat yang memakai sinar-X saja.
Prototip CT scan diciptakan pertama kali oleh insinyur Inggris, Godfrey Hounsfield, pada 1971. Disebut tomography karena berasal dari bahasa Yunani: tomos, yang berarti irisan atau potongan, dan graphia, yang artinya lukisan. Setelah pertama kali diproduksi pada 1972, CT scan baru diterapkan untuk keperluan medis pada 1974-1976. Dewasa ini ada sekitar 6.000 alat CT scan yang terpasang di Amerika dan kurang-lebih 30 ribu di seluruh dunia. Berkat jasanya, Hounsfield memperoleh hadiah Nobel dan gelar kebangsawanan dari Kerajaan Inggris pada 1979.
Cara Kerja CT Scan
CARA kerja CT scan cukup sederhana. Radioaktif mengirimkan sinar ke obyek yang kemudian ditangkap oleh detektor. Data yang ditangkap detektor dikirim ke komputer. Untuk memindai setiap sisi obyek, detektor bergerak dengan dua gerakan, translasi dan rotasi, dan dikontrol oleh sebuah motor. Komputer berfungsi memberikan perintah kepada detektor untuk mengambil posisi baru. Setiap posisi baru yang didapat, data langsung ditransfer ke komputer. Semua data berupa kode-kode angka itu kemudian ditampilkan dalam sebuah hasil akhir berupa penampang gambar dan grafik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo