Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

’JUST’ DUIT

Perusahaan sepatu Hartati Murdaya diduga melanggar aturan kawasan berikat. Sepucuk surat dilayangkannya ke Istana. Tekanan politik mengalir deras ke arah Bea dan Cukai.

28 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA sangka penyitaan kontainer sepatu milik perusahaan Siti Hartati Murdaya, akhir Maret lalu, bakal bikin geger. Sang taipan meradang. Kalangan Istana Presiden pun turun tangan. Tinggallah aparat Bea dan Cukai di ”tubir jurang”. Padahal, yang disita cuma sekitar 40 ribu pasang sepatu senilai kurang dari Rp 10 miliar.

Buat pengusaha sekelas Hartati, yang nangkring di urutan 16 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes 2006 dengan kekayaan US$ 430 juta (sekitar Rp 3,8 triliun), kerugian itu cuma seupil. Tapi, jangan salah. Sebuah persoalan besar siap menghadang. Di antara sepatu yang disita terdapat dua nama besar: Nike dan Yonex.

Salah melangkah, lisensi produksi Nike yang dikantongi bos Grup Central Cipta Murdaya (CCM) ini selama belasan tahun bisa melayang. Itu sebabnya, sepucuk surat dilayangkannya ke Istana. Hartati pun berusaha membungkus rapat kasus ini. ”Saya takut ketahuan oleh perusahaan sepatu di luar negeri yang biasa memesan dari saya,” katanya.

Alasan Hartati masuk akal: jika kontrak diputus, bisa berabe. Pemasukannya senilai hampir Rp 1 triliun dari sepuluh juta pasang sepatu yang diekspornya tiap tahun terancam langsung menguap. Sebanyak 14 ribu karyawannya pun bakal kehilangan pekerjaan.

Tak mengherankan, Hartati meradang, kalangan Istana turun tangan. Karena pokok soalnya—meminjam pelesetan bunyi slogan merek sepatu terkenal: Just Duit. Ujung-ujungnya, urusan duit selangit.

l l l

DARI pabrik sepatunya di kawasan Pasar Kemis, Tangerang, Hartati Murdaya, akhir Maret lalu, meluncur ke kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jalan Ahmad Yani, Jakarta Timur. Bergegas menapaki anak tangga, ia langsung menuju lantai dua, tempat Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi berkantor.

Ada satu agenda penting yang ingin dibicarakan bos CCM ini dengan Anwar. Agenda itu menyangkut kontainer PT Nagasakti Paramashoes Industry, salah satu perusahaannya, yang disita Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta pada 24 Maret lalu.

Kontainer itu berisi sekitar 6.500 pasang sepatu, yang dianggap melanggar aturan kepabeanan, karena telah keluar dari kawasan berikat tanpa izin Bea-Cukai. Hartati tidak terima kontainernya disita.

Dalam pertemuan 40 menit itu, Hartati membeberkan kronologi penyitaan kontainer, menurut versinya. ”Kontainer itu dikeluarkan tanpa persetujuan perusahaan,” katanya beralasan. Karena itu, pihaknya telah menelepon polisi untuk melakukan pengejaran dan mengusut siapa yang mengeluarkan sepatu tersebut.

Dengan alasan itu, ia meminta Anwar melepas kontainer tadi. Hartati juga sempat minta ”dilindungi” agar penyitaan kontainer tidak terungkap di media massa. Alasannya, ya itu tadi, bisa berabe kalau ketahuan para pemesan produk sepatunya di luar negeri.

Namun benteng pertahanan Anwar terlalu kukuh untuk dibobol Hartati. Anwar menolak permintaan tersebut. ”Yang bisa memerintahkan saya hanya Menteri Keuangan dan Presiden,” kata Hartati menirukan ucapan Anwar.

Jawaban itu membuat Hartati jengkel. Ia lalu mengirim surat ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang ditembuskan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam surat itu, Hartati lagi-lagi membeberkan kronologi penyitaan kontainer menurut versinya.

Ia berharap pemerintah tidak salah langkah menangani persoalan itu. ”Silakan hukum ditegakkan,” tulis Hartati dalam suratnya. ”Tapi, kalau mau menangkap tikus, jangan dibakar rumahnya.”

Sejak kontainernya disita Bea-Cukai, Hartati memang sibuk wara-wiri. Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta pernah disambanginya. Perempuan 61 tahun ini pun berkali-kali menelepon kepala kantor itu, Agung Kuswandono. Permintaannya cuma satu: kontainer miliknya segera dibebaskan.

l l l

PENYITAAN sepatu itu bermula ketika sebuah kontainer keluar dari pabrik Nagasakti Paramashoes Industry di Pasar Kemis, Tangerang. Sepatu yang semestinya diekspor malah keluar jalur dari kawasan berikat pada 20 Maret, sekitar pukul 02.00 dini hari, tanpa izin Bea dan Cukai.

Di tengah jalan, kontainer ditangkap petugas Kepolisian Resor Tangerang. Karena surat-suratnya tak lengkap, kontainer digiring ke kantor Polres Tangerang. Informasi penangkapan itu membuat Bea dan Cukai Bandara Soekano-Hatta, yang sudah lama mencium gelagat tidak beres dari Nagasakti, langsung menelusuri.

Hasilnya, pada 24 Maret, Bea dan Cukai menemukan puluhan ribu sepatu lainnya ditimbun di gudang milik Nagasakti di kawasan Karet dan Karawaci, Tangerang. Jumlahnya ditaksir sekitar 30 ribu pasang sepatu. ”Di antara sepatu itu terdapat merek Nike dan Yonex,” kata sumber Tempo.

Timbunan sepatu itu kira-kira setara dengan isi tiga kontainer ukuran 40 kaki. Bea-Cukai langsung menyita dan menyegel gudang tersebut. Kontainer tangkapan polisi pun kemudian diserahkan ke Bea dan Cukai Soekarno-Hatta.

Dari pemeriksaan awal, diketahui bahwa sepatu itu dikeluarkan dari kawasan berikat atas persetujuan perusahaan. Kesimpulan itu, kata sumber Tempo di pemerintahan, diperoleh setelah Bea dan Cukai memanggil sekitar 12 karyawan Nagasakti—dari pegawai yang mengurus izin barang keluar hingga level general manager.

Bila begitu ceritanya, urusan yang dihadapi Hartati bisa gawat. Sebab, sebagai perusahaan yang berada di kawasan berikat, Nagasakti selama ini mendapat penangguhan bea masuk bahan baku impor.

Perusahaan itu malah mendapatkan pembebasan bea bila bahan baku yang diimpor diolah untuk produk ekspor. Masalahnya, tanpa persetujuan Bea dan Cukai, sepatu konsumsi ekspor tadi dikeluarkan dari kawasan berikat. Akibatnya, negara jelas dirugikan.

Dari hitung-hitungan awal, potensi kerugian memang ”hanya” Rp 612 juta. Tapi, menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, perusahaan itu bisa terkena denda maksimal 1.000 persen atau 10 kali lipat dari total bea masuk yang belum dibayar. Itu berarti, Hartati besar kemungkinan harus merogoh koceknya untuk membayar denda sedikitnya Rp 6 miliar.

Hartati menampik tudingan itu. Menurut dia, Nagasakti tidak pernah mengizinkan kontainer keluar lewat tengah malam. ”Kejadian kemarin karena ada penyimpangan oleh individu-individu,” katanya. ”Dengan alasan, surat-surat akan disusul belakangan.” Atas kejadian itu, ia meminta polisi memeriksa beberapa karyawannya.

Pengusaha itu juga punya versi sendiri soal ditemukannya sepatu di gudang Karet dan Karawaci. Menurut Hartati, pemindahan barang ke gudang itu dilakukan sebelum Nagasakti menjadi kawasan berikat. ”Barang-barang itu dipindahkan ketika pabrik masih berstatus KITE (kemudahan impor untuk tujuan ekspor),” ujarnya.

Barang yang dipindahkan pun hanya sepatu rusak dan tua, yang kalau dijual sudah tidak ada nilainya. Namun ia mengaku baru mengetahui keberadaan gudang setelah persoalan ini mencuat. ”Selama ini karyawan tidak pernah melapor ke saya,” katanya.

Pernyataan Hartati tentang laporan ke polisi dibantah Kepala Satuan Serse Polres Tangerang, Komisaris Polisi Ade Ary. Menurut Ade, kepolisian tidak pernah menerima laporan dari Hartati untuk memeriksa karyawan Nagasakti. Hal senada diungkapkan Kepolisian Sektor Tigaraksa, Tangerang.

Soal isi kontainer pun simpang-siur. Menurut Hartati, tak ada sepatu merek Nike di dalamnya. Hanya Yonex. ”Untung, itu merek kecil,” katanya. ”Kalau Nike yang membatalkan pesanan, bagaimana nasib karyawan?”

Pernyataan Hartati itu berbeda dengan apa yang dilihat Tempo ketika berhasil menyusup saat dilakukan penghitungan sepatu oleh aparat Bea dan Cukai, pekan lalu. Di dalam kontainer terdapat beberapa boks berisi sepatu Nike. ”Jumlahnya malah lebih banyak ketimbang Yonex,” kata seorang sumber yang layak dipercaya.

Keberadaan sepatu Nike itulah yang agaknya membuat Hartati ketar-ketir. Sumber Tempo di industri sepatu mengatakan, lisensi produksi sepatu Nike yang dipegang Nagasakti selama 17 tahun bisa dicabut gara-gara kasus ini.

Menurut Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko, kemungkinan pencabutan itu memang ada. ”Dalam beberapa kasus, sangat mungkin hubungan kerja sama itu diputus bila barang khusus ekspor dijual ke dalam negeri.” Tapi, dalam kasus Nagasakti, Eddy menyarankan semua pihak menunggu hasil penyidikan Bea dan Cukai.

Kondisi Nagasakti jelas bakal langsung goyah bila lisensi dari Nike itu dicabut. Soalnya, sepatu Nike merupakan sumber pemasukan utama baginya. Apalagi, gara-gara kasus ini, perusahaan yang berdiri sejak 1988 itu sudah kehilangan pendapatan dari Yonex, setelah perusahaan itu membatalkan seluruh pesanannya tahun ini.

Itu sebabnya, segala upaya dikerahkan Hartati agar kontainernya dibebaskan, termasuk dengan mengirim surat ke Menteri Sri Mulyani dan Presiden Yudhoyono.

l l l

GARA-gara surat Hartati itu, Sri Mulyani langsung memanggil Anwar Suprijadi. ”Ibu Ani ingin tahu duduk persoalannya, karena harus menentukan sikap,” kata sumber di Lapangan Banteng, tempat Departemen Keuangan bermarkas. Setelah diberi penjelasan, Sri Mulyani mendukung langkah bawahannya itu dan meminta pengusutan dilanjutkan.

Di mata Sri Mulyani, urusan Hartati dengan karyawannya adalah urusan internal perusahaan. Tugas Bea dan Cukai, kata dia, semata-mata melihat apakah ada aturan kepabeanan di kawasan berikat yang dilanggar.

Itu kata Sri. Tapi, apa kata orang dalam di lingkungan Istana? Menurut sumber Tempo, gara-gara surat tadi, seorang staf pejabat tinggi langsung ”bertandang” ke ruang kerja Anwar, meminta kontainer Hartati dilepas. ”Tekanan politik yang dihadapi Bea dan Cukai sangat besar,” katanya.

Ketika dimintai konfirmasi, Anwar hanya terseyum. Selanjutnya, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada 2001 itu memilih tutup mulut. Saking kuatnya tekanan ini, sumber lainnya di kantor Wakil Presiden mengatakan, Sri Mulyani sampai menghadap Jusuf Kalla. Sayangnya, Sri pun hanya tersenyum dan mengunci mulut ketika ditanya soal itu.

Menurut sejumlah sumber Tempo, salah satu nama yang terlibat dalam ”penyelesaian” kasus ini adalah Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Hartati memang akrab dengan Sudi sejak koleganya itu masih menjadi Panglima Kodam Brawijaya.

Keduanya juga satu angkatan saat mengikuti kursus singkat Lembaga Ketahanan Nasional (lihat Jangan Pakai Kacamata Kuda). Dalam sengketa kasus PT Intracawood dengan Menteri Kehutanan M.S. Kaban, Hartati bahkan meminta ”pertolongan” langsung kepada Sudi (lihat Bersandar pada Teman Seangkatan).

Namun Sudi menampik ikut campur tangan dalam kasus kontainer ini. ”Kami hanya melakukan koordinasi,” kata bekas sekretaris Menteri Koordinator Politik dan Keamanan itu kepada Sutarto dari Tempo. ”Tidak menekan, apalagi mengintervensi hukum,” ia menambahkan. Artinya, bila kontainer itu melanggar, proses hukum harus tetap dijalankan.

Juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, juga membantah ada perlakuan khusus dari Istana buat Hartati. Presiden Yudhoyono, kata dia, selalu berpesan agar setiap orang mengikuti aturan yang ada.

Hartati sendiri tak sudi bila suratnya itu dianggap memicu tekanan terhadap Bea dan Cukai. Ia bahkan mengelak jika dikatakan memiliki kedekatan dengan Presiden Yudhoyono. ”Saya ini cuma rakyat biasa.”

Namun publik belum lupa ingatan. Enam tahun lalu, Hartati pernah menggalang dukungan pencalonan Yudhoyono menjadi wakil presiden. Ia juga yang memobilisasi dukungan buat Yudhoyono di kalangan umat Buddha dan pengusaha pada Pemilu 2004 (lihat Sekoci Sang Presiden).

Terlepas dari semua itu, semua kini berpulang kepada Anwar Suprijadi. Tapi ia telah mengumandangkan tak gentar menghadapi Hartati, yang mengancam akan membawa persoalan ini ke meja hijau. ”Kami siap saja,” ujarnya kepada R.R. Ariyani dari Tempo. Jika begitu, Just Do It!

Yandhrie Arvian, Heri Susanto, Retno Sulistiyowati (Jakarta), Ayu Cipta, Joniansyah (Tangerang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus