Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOCHTAR Riady punya cara lain merayakan ulang tahunnya ke-80, 12 Mei lalu. Alih-alih menggelar kenduri besar, chairman Grup Lippo itu meletakkan batu pertama pembangunan Siloam Hospital Semanggi dan pusat pengobatan penyakit kanker pertama di Indonesia, Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCC).
Gedung Harapan—begitu bankir kawakan ini menjulukinya—diharapkan sudah beroperasi pada Desember tahun depan. Tegak di sela Hotel Aston Sudirman dan Plaza Semanggi, Jakarta Selatan, rumah sakit 29 lantai seluas 5,3 hektare ini akan menjelma bak hotel bintang lima. ”Jika suatu saat nanti saya pergi, bidang pengobatan dan kesehatanlah peninggalan saya,” kata Lie Mo Tie—begitu nama dahulu Mochtar.
Bisnis rumah sakit tampaknya kini salah satu andalan Lippo, setelah merambah bisnis perbankan, retail, properti, dan multimedia. Di bawah bendera PT Lippo Karawaci Tbk., mereka akan membangun sepuluh rumah sakit dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.
Selama ini Lippo Karawaci memayungi unit bisnis layanan kesehatan Siloam Hospital. Dari empat Siloam Hospital di Lippo Karawaci (Tangerang), Lippo Cikarang (Bekasi), Kebon Jeruk (Jakarta Barat), dan Surabaya, serta satu klinik khusus di Plaza Semanggi, unit ini menyumbang sekitar 25 persen dari total arus kas perusahaan.
Menurut Eksekutif Kepala (CEO) Siloam Hospitals Group, Gershu Paul, untuk menjangkau kalangan menengah atas di seantero Jakarta, rumah sakit yang dulu bernama Siloam Gleneagles ini akan dibangun pula di Kemang dan Pluit. Rumah sakit bertarif Rp 120 ribu hingga Rp 3 juta per malam ini pun rencananya akan hadir di Bandung, Denpasar, Medan, dan Makassar.
Jasa pelayanan spesialisasi (centers of excellence) di masing-masing cabang akan menjadi andalannya. Misalnya pusat kanker di Semanggi, pusat ilmu saraf di Lippo Karawaci, pusat trauma, lambung, dan kesehatan olahraga di Kebon Jeruk, pusat urologi dan penyakit dalam di Lippo Cikarang, serta pusat kesuburan dan tulang di Surabaya.
”Ke depan, semua Siloam Hospital terintegrasi,” kata Gershu. Dengan satu nomor identitas, pasien bisa berobat di Siloam mana pun di seluruh Indonesia. Bahkan tersedia pula pengobatan via video conference, yang tentu saja tak sedikit biayanya.
Fasilitas mewah yang ditawarkan ini terutama ditujukan bagi mereka yang terbiasa berobat ke negara tetangga. Menurut konsultan pemasaran Siloam, Andrew Mills, setiap tahun sekitar 200 ribu pasien Indonesia berobat ke Singapura dengan pengeluaran US$ 600 juta (Rp 5,2 triliun). Dengan hadirnya rumah sakit bertaraf internasional ini, kata Andrew, ”Hingga 2017 ditargetkan akan ada 2 juta pasien berobat ke Siloam Hospital ketimbang ke Singapura.”
Soal biaya pembangunan, Lippo kali ini bakal menjaring dana lewat penjualan real estate investment trusts (REITs), semacam unit penyertaan modal, kepada publik, senilai US$ 500 juta (Rp 4,4 triliun). Dana lain berasal dari keuntungan operasional perusahaan. ”Pada tahap pertama akan dikucurkan US$ 50 juta untuk pengembangan Siloam Hospital di Kebon Jeruk dan Surabaya,” kata Viven Setiabudi, Presiden Direktur Lippo Karawaci.
REITs pertama kali dilego Lippo Karawaci di bursa Singapura senilai US$ 125,6 juta (Rp 1,1 triliun) pada Desember lalu—total aset Lippo Karawaci per akhir Desember 2006 Rp 8,5 triliun. Aset yang dijadikan jaminan surat berharga ini antara lain Siloam Hospital di Kebon Jeruk, Lippo Karawaci, dan Surabaya, serta Hotel Aryaduta.
Menurut Stephen Riady, Vice Chairman Lippo Group, seperti dikutip harian Straits Times, Grup Lippo akan menerbitkan dua REITs lagi hingga akhir 2007, dengan aset gabungan senilai S$ 3 miliar (Rp 17,4 triliun).
Analis Mega Capital Indonesia, Felix Sindhunata, memuji langkah yang diambil Lippo Karawaci. Terbukti, berbeda dengan masyarakat Indonesia yang belum familiar dengan REITs, pasar Singapura menyambut baik kehadiran surat berharga ini. ”REITs menjadi alternatif pembiayaan yang tepat untuk ekspansi usaha Lippo Karawaci,” ujarnya.
DA Candraningrum, Ayu Cipta (Tangerang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo