Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUKAN cuma kali ini urusan bisnis Siti Hartati Murdaya melibatkan pejabat tinggi negara. Sebelum kasus penangkapan kontainer sepatu produksinya mencuat pada akhir Maret lalu, perseteruannya dengan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban juga sempat menyeret tokoh penting di lingkungan Istana Kepresidenan.
Perseteruan itu menyangkut PT Intracawood Manufacturing. Berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan pada 31 Agustus 2004 yang ditandatangani Muhammad Prakosa, perusahaan perkayuan ini mendapat konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) 195.110 hektare di Kalimantan Timur.
Persoalan muncul ketika Kaban menggantikan Prakosa pada tahun berikutnya. Ia mensinyalir pemberian konsesi itu menyalahi prosedur dan mendatangkan kerugian negara. Akibatnya, izin usaha perusahaan patungan antara Inhutani I, PT Altrak 78, PT Berca Indonesia, dan KUOK Ltd. dari Singapura ini terancam dicabut.
Merasa di tubir jurang, Hartati lantas menebar jaring lobi ke sejumlah sejawatnya. Sepucuk surat dilayangkan oleh Ketua Umum DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) ini ke Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi pada 21 Juli 2005. ”Saya mengirim surat ke Pak Sudi karena kebetulan kami satu angkatan di Lemhannas,” ujarnya kepada Heri Susanto dari Tempo. Keduanya tercatat sebagai alumni Lemhannas kursus singkat angkatan IX tahun 1999.
Surat lima halaman itu berisi curhat Hartati tentang kondisi yang dihadapi Intracawood. Di akhir surat, bos Grup Central Cipta Murdaya ini meminta Sudi memberikan pertolongan dan mencegah aksi Kaban guna menyelamatkan Intracawood.
Gayung bersambut. Pada 6 Oktober 2005, letnan jenderal purnawirawan ini menulis surat ke Kaban. Isinya meminta agar Intracawood, ”Tidak dijadikan bahan telaahan, sepanjang mengandung kebenaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Celakanya, surat rahasia itu bocor ke publik. Akibatnya, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR pada Februari 2006, Sudi diberondong pertanyaan oleh para anggota Dewan.
Hartati membantah bahwa surat itu dimaksudkan untuk meminta Sudi melakukan intervensi. ”Pak Sudi bilang supaya hal ini diselesaikan menurut hukum yang berlaku,” ujar Presiden Direktur Intracawood ini. Kepada Tempo, Sudi pun pernah menyatakan, ”Saya hanya meneruskan surat Intracawood ke Menteri Kehutanan.” Tapi hasilnya memang cespleng. ”Sekarang Kaban sudah tidak mengganggu kami lagi,” kata Hartati.
Anggota Komisi Kehutanan DPR dari Fraksi Partai Golkar, Azwar Chesputra, menegaskan bahwa kasus Intracawood belum tamat. ”Kami terus meminta Menteri Kehutanan mengevaluasi perjanjian antara Intracawood dan Inhutani I,” katanya.
Di sisi lain, Komisi Kehutanan juga masih menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung atas gugatan yang diajukan PT Gunung Hijau Lestari dan PT Bumi Anugerah Lestari lewat Pengadilan Tinggi Usaha Negara Kalimantan Timur, akhir 2004. Kedua perusahaan itu telah ditunjuk oleh pemerintah daerah setempat untuk mengelola lokasi HPH, yang belakangan diberikan ke Intracawood. Merasa lahannya diserobot, mereka lantas menggugat keputusan Menteri Prakosa dan Intracawood.
Jika Mahkamah memenangkan mereka, otomatis keputusan Prakosa gugur. Jalan buat Kaban pun kian lempang. Itu sebabnya, ”Menteri (Kaban-Red.) ingin memantapkan status hukum Intraca dulu,” kata Azwar.
Sayang, kejelasan jawaban tentang hal ini hingga kini tak kunjung datang. Tatkala Tempo meminta klarifikasi, juru bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko malah menyatakan, ”Saya belum mendengarnya. ”
Kaban pun kini tampaknya memilih tak tampil ke panggung. Melalui pesan pendek, ia cuma menyarankan agar Tempo meminta keterangan tentang hal ini ke salah satu tangan kanannya, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi S. Pasaribu.
D.A. Candraningrum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo