Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

"Saya Tak Punya Kendala..."

28 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"MAKANLAH dulu gado-gadonya, baru wawancara," kata Wirantosetengah memaksa TEMPO. Seolah seorang pejabat humas, ia bahkanmengiklankan gado-gado yang dibeli stafnya di sebuah warung di pojok JalanKebon Kacang itu sebagai gado-gado terenak di Jakarta. "Yang punya mulaibuka warung tahun 1930-an, jadi soal pengalaman jangan diragukan," ujar Wiranto.

Pengalaman tampaknya menjadi kata kunci bagi Wiranto. Ini bekalpenting bagi sang jenderal purnawirawan untuk turun gunung. Bak seorang pendekardi dunia kang ouw, ia tak rela Indonesia, tempatnya besar dan mengabdi,terpuruk. "Saya merasa terpanggil," katanya. Maka mantan Panglima TNIdan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan kelahiran Yogyakarta, 4April 1947, itu mengajukan diri sebagai calon presiden melalui konvensi Partai Golkar.

Wiranto menjadi gunjingan ketika namanya sempat unggul padaprakonvensi di tingkat daerah. Lalu apa yang ia cari untuk kembali aktifberpolitik? Ia punya segepok alasan. Di antara padatnya jadwal kunjungan keberbagai daerah, dan asyik melobi sana-sini, ia menerima DarmawanSepriyossa dari TEMPO, di kantornya, di Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat, duapekan lalu. Ia tampak segar meski baru sehari tiba dari luar Jawa dan mengecekpersiapan akhir rencana pernikahan putrinya.

Petikannya:

Anda kelihatan begitu optimistis. Memang sudah siap maju?

Saya siap lahir batin. Batin saya terpanggil untuk ikut menegakkankembali harkat dan martabat bangsa yang saat ini sangat memprihatinkan.Lahiriahnya, secara perundang-undangan pun saya dapat memenuhi persyaratan.

Kenapa Anda menolak menjadi calon wakil presiden?

Tolong, saya bukan menolak. Saya hanya tidak dan tidak hendakmencalonkan diri menjadi wakil presiden. Saya hanya merasa akan mampuberbuat optimal sebagai presiden. Saya tidak berpikir "akan menjadi apa,"tapi "apa yang dapat kuperbuat."

Apa saja kendalanya?

Tidak ada kendala, hanya tantangan. Itu wajar dalam setiap perjuangan,apalagi untuk menjadi calon presiden. Harus ada kendaraan politik, harusmembangun popularitas dan akuntabilitas dari masyarakat dalam waktusingkat, tahan uji, dan mampu menetralisasi berbagai trik untuk mencemarkannama baik. Juga dukungan dana. Itu tantangan, bukan kendala.

Bagaimana dengan kasus Bank BNI yang dikait-kaitkan dengan Anda?

Semua kan sudah jelas. Saudara Edi Santoso (Kepala Pelayanan LuarNegeri Bank BNI Cabang Kebayoran Baru) sendiri sudah meminta maafsecara tulus kepada saya. Apa lagi kaitan saya? Tidak ada.

Bukankah dunia luar belum bisa menerima Anda?

Siapa bilang? Saya sudah bertemu dengan para duta besar negarasahabat, terutama dari Eropa. Di antaranya duta besar Jepang, Swiss, Italia, Inggris,dan Australia. Saya jelaskan peran dan tugas yang saya lakukan dalamproses reformasi. Mereka paham dan menyatakan tak ada persoalan.

Apa sih yang Anda anggap sebagai kekuatan Anda?

Ha-ha-ha.... Masa, harus saya nilai sendiri? Baiklah, persyaratannormatif dan harapan publik kan menginginkan figur yang memilikikepemimpinan kuat, mampu membuat keputusan tepat dan cerdas pada situasi kritis,berani mengambil risiko, berpihak kepada rakyat. Juga konsisten dalam sikapdan perbuatan, transparan, dan mampu membangun kepastian hidupmasyarakat.

Saya punya pengalaman dengan berbagai jabatan, termasuk terpilihdari seleksi ketat dalam tubuh ABRI menjadi Pangab, mendampingi tigadari lima presiden, dan mengatasi berbagai krisis nasional tanpa terjebakambisi pribadi untuk berkuasa secara mudah. Saya juga ikut mendorong,mengawal, dan memberikan masukan dalam proses transisi demokrasi di negeri ini.Mudah-mudahan itu merupakan modal utama saya untuk dapat diterima masyarakat.

Apa yang hendak Anda lakukan bila menjadi presiden?

Sederhana saja, sebagaimana masyarakat, saya menginginkanterbangunnya kembali negara Indonesia yang teratur, tertib, dan menjaminkepastian. Negara yang tenteram, karena masyarakatnya bisa hidup berdampingansecara damai, yang memudahkan tercapainya kesejahteraan lahir batin.Sederhananya, dalam bahasa tradisional, tata tentrem kertaraharja.

Untuk itu, ada lima agenda utama yang menjadi prioritas saya.Pertama, penegakan hukum dan keamanan nasional. Kedua, pembenahanstruktur pemerintahan. Ketiga, peningkatan kesejahteraan, terutamapengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, dan peningkatan pelayanankesehatan. Keempat, perbaikan sistem pendidikan. Dan kelima, rekonsiliasinasional.

Sudah berapa banyak biaya yang dikeluarkan selama ini?

Ha-ha-ha.... Yang saya rasakan besar paling untuk transportasi danpartisipasi. Jumlahnya berapa? Sudah ada yang mencatatnya secaraprofesional untuk setiap saat dapat dipertanggungjawabkan.

Dari mana dana itu selain kocek pribadi?

Dari kantong sendiri. Ada juga bantuan pihak yang bersimpati atas perjuangan saya dan kawan-kawan. Saya berani menjamin bahwa semua dana jelas asalnya dan bukan dana yang berasal dari kejahatan. Saya mendengar rumor, dana saya tak terbatas. Memangnya saya punya lampu Aladin? Kalau benar, wah, alangkah ringannya langkah saya. Lalu isu dana saya dari uang palsu yang enggak berseri, dari pembobolan bank. Seolah ada rekayasa untuk menjatuhkan saya. Kalau sumbernya jelas, pasti akan saya lakukan penuntutan sebagaimana kasus Bank BNI. Untung saja, saya sudah mencabutnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus