Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ARIES Susanti Rahayu hampir pensiun dari olahraga panjat dinding menjelang Asian Games 2018. Saat mewakili Jawa Tengah dalam Pekan Olahraga Nasional Jawa Barat 2016, pelatihnya membuat keputusan mengejutkan sebelum laga. Aries tak diturunkan di nomor speed perorangan meski ia meraih perunggu dalam Pra-PON Jawa Barat setahun sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perempuan 23 tahun itu masygul karena nomor speed perorangan adalah spesialisasinya. Kegalauannya bertambah-tambah lantaran PON Jawa Barat dianggap sebagai ajang seleksi atlet yang akan berlaga di Asian Games 2018. Ia berpikir, kesempatan mewakili Indonesia pupus sudah. "Saya frustrasi berat," kata Aries, Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepulang dari PON Jawa Barat, Aries mogok latihan beberapa bulan dan berniat berhenti menjadi atlet. Pada masa sulit itu, partner latihan Aries, Muhammad Fajri Alfian-peraih perak panjat dinding Asian Games 2018-terus meyakinkan dia agar kembali berlatih. "Segala latihanmu, semua pencapaianmu, akan sia-sia kalau kamu tak bangkit lagi," ujar Aries, menirukan ucapan Fajri.
Aries luluh. Pelan-pelan ia berlatih lagi hingga akhirnya menembus seleksi pemusatan latihan nasional Asian Games 2018, meski terlambat bergabung beberapa bulan. Hasilnya, Aries menyumbangkan dua medali emas untuk Indonesia dari nomor speed perorangan dan speed estafet. "Momen menyabet medali emas benar-benar membuat saya gembira bukan main," ucapnya.
Aries, bungsu dari tiga bersaudara, mengakrabi olahraga sejak bersekolah di Grobogan, Jawa Tengah. Di sekolah menengah pertama, Aries yang tomboi memilih cabang atletik nomor sprint 100 meter dan 200 meter sebagai olahraga favoritnya.
Berkali-kali ikut lomba di nomor lari jarak pendek tingkat lokal, prestasinya tak moncer. Ia paling banter finis di posisi kelima. Guru olahraganya di kelas II SMP lantas mengenalkannya kepada panjat dinding. Alasannya, postur Aries dinilai cocok. Aries menerima tawaran gurunya meski sebagai remaja ia takut ketinggian. "Tapi, makin takut, saya makin tertantang menaklukkannya," kata lulusan Jurusan Manajemen Bisnis Universitas Muhammadiyah Semarang ini.
Tak mudah menjadi atlet panjat pemula. Harga peralatan panjat tak terjangkau uang sakunya. Sepasang sepatu panjat standar atlet harganya sampai Rp 1,5 juta. Sedangkan Aries menggantungkan hidupnya pada kiriman dana dari ibundanya yang bekerja di Arab Saudi. Kiriman itu tak selalu datang tiap bulan.
Aries remaja berlatih dengan peralatan seadanya. Sampai suatu ketika ia tersiksa oleh perubahan pada telapak tangannya. Kulitnya melepuh akibat bubuk magnesium yang selalu ia jumput sebelum memanjat. Bubuk itu berguna mencegah tangan berkeringat dan licin. Ia sempat menangisi kondisi tangannya yang ia sebut mirip dengan gejala alergi detergen itu.
Sekarang, kedua telapak tangannya kapalan. Keras dan tebal. "Sudah kebal magnesium," tuturnya.
Sempat kaget karena tangannya melepuh, Aries menjadi terobsesi pada panjat dinding meski dengan perlengkapan seadanya. Ia ingat pelatihnya di Grobogan-sekitar 70 kilometer dari Semarang-membuat sendiri dinding panjat dengan mengelas rangka-rangka besi, menempelkan kayu multipleks, dan mencetak point atau batu panjat dari resin. Saking terbatasnya dana, sang pelatih juga membangun sendiri tiang bermistar untuk latihan pull-up atau angkat badan.
Karier Aries merangkak naik sejak ia rutin menjuarai kompetisi panjat dinding tingkat lokal. Hadiah kompetisi ia belikan alat-alat panjat, seperti sepatu, body harness atau pengaman, dan tali yang sesuai dengan standar internasional. Tapi sarana latihan utamanya, dinding panjat, tak memenuhi standar.
Ia harus berpindah-pindah kota mencari dinding panjat yang layak, dari Semarang, Purwodadi, hingga Solo. Itu pun ia harus berkeringat sendiri tanpa bantuan pengurus daerah. Sesekali ia ikut kompetisi panjat tingkat daerah yang ongkos pendaftaran sampai akomodasinya dibayar dari kocek sendiri. "Kalau tanding di Pulau Jawa, bisa habis Rp 3-5 juta," katanya.
Di Solo, Aries kini bermukim dan berlatih bersama partnernya, Muhammad Fajri Alfian. "Fasilitas di Solo masih belum berstandar internasional, tapi jauh lebih baik dibanding di kota lain," ujarnya.
Keberhasilan Aries masuk pelatnas panjat dinding untuk Asian Games 2018 pada pertengahan tahun lalu memperterang jalan hidupnya. Ia ditempa di Yogyakarta, salah satu kota dengan dinding panjat berkualitas. Ia juga bertemu dengan tim pelatih yang dipimpin Caly Setiawan, doktor pedagogi olahraga alumnus University of Northern Colorado, Amerika Serikat. Di sini, Aries pertama kali mengenal sport science atau olahraga yang menerapkan prinsip-prinsip sains. "Asupan protein untuk otot, misalnya, diatur hanya dari rebusan dada ayam dan telur," tuturnya. "Itu saja yang dimakan."
Selama dia ikut pelatnas, performanya berkembang pesat. Teknik memanjatnya lebih gesit. Massa otot tubuhnya-dengan tinggi 157 sentimeter dan bobot 57 kilogram serta lebar pundak mencapai tiga jengkal orang dewasa-menjadi lebih padat dan berisi.
Pola latihannya pun berubah total. Dari hanya berlatih memanjat, ia kini juga berlatih fisik di pusat kebugaran. Dalam latihan fisik, ia kerap hampir kehabisan napas meski durasinya hanya 30-120 menit. Setiap atlet, misalnya, harus menyelesaikan 500 kali pull-up dalam satu sesi. "Rasanya seperti mau mati."
Dalam pelatnas pula Aries mendapat kesempatan berlaga di luar negeri, yang mustahil ia peroleh bila berlatih di daerah. Dalam debutnya di kejuaraan Asia tahun lalu di Iran, ia menyabet perunggu nomor speed perorangan. Lalu berturut-turut ia meraih perak dalam World Cup Series 2017 di Xiamen, emas dalam World Cup Series 2018 di Chongqing, dan perunggu dalam World Cup Series 2018 di Tai’an. Ketiganya di Cina. Ia bahkan sempat bertengger di peringkat kelima dunia. Atas prestasinya, Aries dijuluki "Spiderwoman".
Setelah Asian Games kelar, ia justru gusar. Sebab, program pelatnas panjat dinding di Yogyakarta hampir pasti dibubarkan. Artinya, para atlet akan pulang ke kampung halaman masing-masing dan berlatih dengan fasilitas di daerah yang jauh dari standar. Padahal Aries tengah menatap Olimpiade Tokyo 2020, yang akan menjadi Olimpiade pertama yang mempertandingkan panjat dinding. "Saya ingin pemerintah membentuk pelatnas lagi menjelang Olimpiade," tuturnya.
Pemimpin tim pelatih panjat dinding, Caly Setiawan, mengatakan performa atlet berisiko turun bila mereka pulang ke daerah. Bukan cuma soal fasilitas, atlet sekelas Aries tak akan menemukan lawan tanding yang sepadan. Padahal lawan yang seimbang adalah salah satu kunci untuk mendongkrak performa. "Lawan Aries sekarang seharusnya sudah sekelas Iuliia Kaplina," kata Caly. Kaplina adalah atlet Rusia pemegang rekor panjat dengan waktu 7,32 detik-terpaut 0,29 detik dari Aries, yang mengukir waktu 7,61 detik saat meraih emas Asian Games.
Sebagaimana Aries, Caly berharap tim pelatnas panjat dinding segera terbentuk setelah Asian Games. Caly ingin memastikan program latihan dan nutrisi anak asuhannya tetap terjaga. Selain itu, ia tak mau para atlet melewatkan peluang berkompetisi di luar negeri-kesempatan yang hanya bisa didapatkan bila pemerintah mengadakan pelatnas. "Sudah ada dua seri piala dunia menunggu kami," ujarnya.
Raymundus Rikang
Dari Asia ke Olimpiade
INDONESIA mengukir rekor perolehan medali terbanyak sepanjang keikutsertaan di Asian Games sejak 1951 di New Delhi. Hingga Sabtu siang, sehari menjelang upacara penutupan Asian Games XVIII Jakarta-Palembang, kontingen Indonesia sudah mengemas total 94 medali, yang terdiri atas 31 emas, 23 perak, dan 40 perunggu. Pencak silat menyumbangkan hampir separuh dari total perolehan medali emas kontingen Indonesia, yakni 14 emas dan 1 perunggu dari 16 set medali yang disediakan. Sayangnya, pencak silat tidak dilombakan di Olimpiade Tokyo 2020.
Dalam cabang olahraga terukur yang selalu dilombakan di Olimpiade dan menyediakan banyak medali, seperti akuatik (55 emas), atletik (48), kano/kayak (21), balap sepeda (20), gulat (18), senam (18), dayung (15), dan angkat besi (15), atlet-atlet Indonesia belum mampu bersaing dengan para atlet tingkat Asia dan dunia. Indonesia hanya meraih 2 medali perak dan 1 perunggu dari atletik; 2 emas, 1 perak, dan 2 perunggu dari balap sepeda; 1 perak dan 1 perunggu dari senam; 2 perak dan 2 perunggu dari kano/kayak; serta 1 emas, 1 perak, dan 1 perunggu dari angkat besi.
Asian Games | Tahun | Peringkat | Emas | Perak | Perunggu | Total | 1. New Delhi | 1951 | 7 | 0 | 0 | 5 | 5 | 2. Manila | 1954 | 11 | 0 | 0 | 3 | 3 | 3. Tokyo | 1958 | 14 | 0 | 2 | 4 | 6 | 4. Jakarta | 1962 | 2 | 11 | 12 | 28 | 51 | 5. Bangkok | 1966 | 6 | 7 | 4 | 10 | 21 | 6. Bangkok | 1970 | 4 | 9 | 7 | 7 | 23 | 7. Teheran | 1974 | 5 | 3 | 4 | 4 | 11 | 8. Bangkok | 1978 | 7 | 8 | 7 | 18 | 33 | 9. New Delhi | 1982 | 6 | 4 | 4 | 7 | 15 | 10. Seoul | 1986 | 9 | 1 | 5 | 4 | 10 | 11. Beijing | 1990 | 7 | 3 | 6 | 21 | 30 | 12. Hiroshima | 1994 | 11 | 3 | 12 | 11 | 26 | 13. Bangkok | 1998 | 11 | 6 | 10 | 11 | 27 | 14. Busan | 2002 | 14 | 4 | 7 | 12 | 23 | 15. Doha | 2006 | 22 | 2 | 4 | 14 | 20 | 16. Guangzhou | 2010 | 15 | 4 | 9 | 13 | 26 | 17. Incheon | 2014 | 17 | 4 | 5 | 11 | 20 | 18. Jakarta-Palembang | 2018 | 4 | 30 | 23 | 40 | 93 |
Penyumbang Medali di Asian Games (1951-2018)
Cabang | Olahraga | Emas | Perak | Perunggu | Bulu tangkis | 28 | 27 | 44 | Tenis | 15 | 6 | 22 | Pencak silat | 14 | 0 | 1 | Atletik | 4 | 3 | 15 | Balap sepeda | 4 | 5 | 5 | Dayung | 4 | 5 | 3 | Panjat dinding | 3 | 2 | 1 | Wushu | 2 | 4 | 6 | Paralayang | 2 | 1 | 3 | Angkat besi | 1 | 6 | 14 | Karate | 1 | 1 | 3 | Taekwondo | 1 | 0 | 0 | Sepak takraw | 1 | 1 | 3 |
Olimpiade | Tahun | Peringkat | Emas | Perak | Perunggu | Total | Seoul | 1988 | 36 | 0 | 1 | 0 | 1 | Barcelona | 1992 | 24 | 2 | 2 | 1 | 5 | Atlanta | 1996 | 41 | 1 | 1 | 2 | 4 | Sydney | 2000 | 38 | 1 | 3 | 2 | 6 | Athena | 2004 | 48 | 1 | 1 | 2 | 4 | Beijing | 2008 | 42 | 1 | 1 | 3 | 5 | London | 2012 | 63 | 0 | 1 | 1 | 2 | Rio de Janeiro | 2016 | 46 | 1 | 2 | 0 | 3 |
Penyumbang Medali di Olimpiade (1988-2016)
Cabang | Olahraga | Emas | Perak | Perunggu | Bulu tangkis | 7 | 6 | 6 | Angkat besi | 0 | 5 | 5 | Panahan | 0 | 1 | 0 | Total | 7 | 12 | 11 |
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo