Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

"Tunjukkan kalau Itu Suara Saya"

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERKALI-kali Akbar Tandjung memegangi hidungnya. Entah itu cara untuk mengingat kembali kejadian lalu ataukah ekspresi buat meredam kekesalan. Yang jelas, ia tetap berusaha tenang menjawab pertanyaan Hadriani Pudjiarti dari TEMPO, Jumat malam pekan lalu. Padahal masalah yang dikonfirmasikan tergolong serius, yakni menyangkut pertemuan di Hotel Gran Mahakam, yang diduga menjadi awal desain besar mengalirnya dana nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar ke Yayasan Raudatul Jannah, bukan ke Golkar.

Mengenakan kemeja kuning dipadu jas dan celana hijau pupus, Akbar melayani wawancara sebelum rapat pleno Golkar itu. Berikut ini petikannya.

Anda ingat pertemuan di suite room Hotel Gran Mahakam pada 10 Oktober 2001?

Yang saya ingat, semacam pertemuan biasa, antara pengacara dan pengacara.

Maksudnya?

Ya, pertemuan antara pengacara saya dan pengacara "si itu" (Akbar seperti enggan menyebut nama Rahardi Ramelan).

Siapa saja yang hadir?

Kalau tidak salah, saya enggak sendiri. Ya, biasanya pengacara Hotma Sitompul mendampingi saya. Lalu "si itu" (maksudnya Rahardi) dan pengacaranya.

Apa acara pertemuan itu?

Ya, pertemuan biasa antara pengacara saya dan pengacara si itu.

Pertemuan itu mengarah ke skenario Yayasan Raudatul Jannah yang diusulkan Hotma?

Enggak, enggak ada itu. Seperti, misalnya, dikatakan pertemuan itu membicarakan skema-skema yang mengarah ke sana, itu sama sekali tidak ada.

Tapi, dalam pembicaraan di pertemuan itu ada suara Anda yang menyebutkan "Yayasan ya, Pak Rahardi..., yayasan ya"?

(Dengan nada menantang) Ya, kalau mau diperlihatkan itu, tunjukkan saja kalau memang itu suara saya. Enggak ada suara saya. Bahwasanya saya ngomong bisa saja, tapi saya enggak ada bicara-bicara begitu.

Jadi, Anda tak pernah bicara begitu?

Enggak, enggak ada.

Siapa yang punya ide mengadakan pertemuan itu?

Saya juga lupa siapa yang mengatur pertemuan itu. Tapi mungkin pengacara. Saya lupa persisnya ide siapa. Mungkin antara pengacara dan pengacara.

Bukan Anda yang merancangnya?

Enggak, enggak. Bukan saya.

Kenapa Anda mau diajak ke pertemuan itu?

Karena yang mengajak pengacara saya. Katanya bertemu dengan si itu dan pengacaranya.

Kesannya pertemuan itu sangat rahasia?

Biasa kan sesama pengacara bertemu dengan pengacara lain. Pokoknya biasa saja pertemuan itu.

Berapa lama pertemuannya?

Saya juga tidak ingat. Kayaknya sih tidak lama.

Pertemuannya santai atau tegang?

Ya, biasa saja. Tak ada yang istimewa.

Kabarnya Rahardi ingin bertemu secara pribadi dengan Anda, tapi Anda minta didampingi pengacara?

Enggak, enggak benar itu. Enggak pernah saya telepon ke Pak Rahardi mau ketemu secara pribadi.

Lalu, apa maksud pertemuan itu?

Mungkin untuk saling mencocokkan fakta atau saling melengkapi kasus yang dipegang sesama pengacara. Soal begini kan biasa.

Soal skenario yayasan menjadi topik pembicaran?

Saya kira enggak ada. Pokoknya semua itu sudah saya jelaskan di pengadilan selama empat setengah jam.

Di pertemuan itu, Hotma kesal karena Anda tak berterus terang soal tanda terima yang sempat difotokopi Ruskandar?

Saya enggak tahu soal tanda terima. Di persidangan, berkali-kali saya jelaskan tidak ada dan tidak pernah saya meminta Ruskandar soal tanda terima dana Rp 20 miliar yang diberikan pertama kali untuk diganti dengan tanda terima baru. Di pengadilan, ketika diper-lihatkan fotokopiannya, saya katakan tidak tahu.

Tentang dana Rp 40 miliar, mengapa tak dikembalikan sebelum Anda jadi tersangka seperti yang diminta Pak Rahardi dalam pertemuan itu?

Saya enggak tahu. Pokoknya saya sudah menyerahkan ke yayasan dan melaksanakan. Semuanya sudah saya jelaskan di pengadilan.

Uang Rp 40 miliar itu kabarnya bukan untuk pembagian sembako, melainkan buat diserahkan ke beberapa pengurus Golkar?

Pokoknya saya menyerahkan ke yayasan. Sama sekali tidak benar dibagi-bagi ke pengurus Golkar. Enggak ada itu.

Ada kabar juga Anda sempat melobi Fanny Habibie supaya membujuk kakaknya, Habibie, agar minta pengertian Rahardi Ramelan supaya bersedia dikorbankan dan mengikuti skenario yayasan?

Enggak, enggak ada begitu-begituan. Bagaimana saya bisa minta-minta yang begitu ke Pak Habibie? Apalagi harus melobi-lobi ke Fanny.

Tapi Anda sempat mencoba mengontak Fanny?

Enggak ada kontak dan ketemu-ketemuan. Buat apa?

Anda terkesan menyembunyikan pertemuan Mahakam ke pengacara Anda sekarang, Amir Syamsuddin. Kenapa?

No comment.

Bukankan tindakan ini merugikan reputasi Anda sebagai politisi?

Saya enggak mau berkomentar. Biarlah semua saya serahkan ke persidangan. Biar fakta-faktanya terungkap di sana.

Anda disebut-sebut main klenik, se-perti memakai dukun dan melepaskan kambing di Pulau Samosir, supaya bisa bertahan?

Pulau Samosir? Apa hubungan saya dengan Pulau Samosir? Kampung saya bukan Pulau Samosir. Semua itu enggak benar.

Mungkin maksudnya untuk ruwatan menolak bala?

Ndak…. Saya kan muslim. Selama ini yang sering saya lakukan ketika menghadapi suatu masalah berat, ya, salat tahajud, zikir, membaca Ayat Kursi, dan bertindak prihatin. Saya enggak percaya dengan cara-cara tadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus