Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Temuan Mahakam Tak Mengusik Pansus

Pansus Bulog II agaknya sulit dibentuk meskipun banyak kejanggalan dalam peradilan Akbar Tandjung dan Rahardi Ramelan. Lobi PKB kurang jitu.

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan menuju pembentukan panitia khusus (pansus) kasus Bulog II masih jauh. DPR baru selesai reses pertengahan Mei nanti. Begitu ngantor, tidak berarti mereka akan segera membahas pansus. Itu harus menunggu keputusan Badan Musyawarah DPR yang akan menjadwal per-sidangan yang baru. Padahal, perjalanan sidang Akbar Tandjung yang didakwa mengorupsi dana Bulog Rp 40 miliar tampaknya mendekati akhir dan makin menjauhkan Ketua DPR itu dari tuduhan berbau politis.

Paling tidak, itu terlihat dari upaya untuk memisahkan kasus Rahardi Ramelan dari Akbar. Dalam persidangan Rahardi Selasa pekan lalu, terungkap bahwa Akbar pernah menawari bekas Kepala Bulog itu untuk mengikuti skenarionya. Hal itu diajukan Akbar dalam pertemuannya dengan Rahardi di Hotel Mahakam pada Oktober tahun lalu. Dalam skenario itu, dana Bulog disalurkan kepada Yayasan Raudhatul Jannah dan akan dipakai untuk membeli sembako buat rakyat. Rahardi menolak skenario itu. Dan terbukti skenario itu bohong-bohongan. Winfried Simatupang, yang menjadi kontraktor penyaluran sembako, mengembalikan uang dan menyatakan tidak pernah membagikan sembako. Fakta baru itu kini dikenal sebagai Temuan Mahakam.

Sayangnya, Jaksa Kemas Yahya Rahman tak mendalami temuan baru itu. Kejaksaan Agung melalui juru bicaranya, Barman Zahir, juga mengaku baru tahu soal tersebut dari persidangan Rahardi yang menghadirkan Akbar sebagai saksi. Padahal, jika temuan ini diikuti dan didalami, Akbar bisa diminta menjawab ke mana sebetulnya dana Bulog itu diberikan. Sayang, jaksa belum bergerak ke sana.

Melihat keanehan itu, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) makin bersemangat untuk tetap menganggap perlu dibentuknya Pansus Bulog II. Wakil Ketua FKB, Rodjil Gufron, mengatakan persidangan Akbar hanya sandiwara hukum. Banyak soal yang mestinya ditelusuri jaksa tapi tidak dilakukan, misalnya soal cek. "Sampai kini kita belum melihat pihak bank dijadikan saksi," kata Rodjil. Suara yang sama dikemukakan Firman Jaya Daely, Wakil Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan. Firman mengatakan, Fraksi PDIP menangkap kesan ada kerisauan publik akan arah persidangan. "Tidak ada terobosan yang dilakukan hakim dan jaksa berkaitan dengan Temuan Mahakam," katanya.

Menurut Firman, PDIP memang belum membicarakan soal ini, baik dalam rapat fraksi maupun di DPP PDIP sendiri. Tapi, katanya, partainya tetap setuju pansus dibentuk. Sikap ini didukung kuat Roy Janis (Ketua Fraksi PDIP), Arifin Panigoro (Ketua Fraksi PDIP di MPR), Sutjipto (Sekjen PDIP), dan tokoh muda PDI yang lain seperti Dwi Ria Latifa. Mereka bahkan mengklaim didukung oleh 95 persen anggota Fraksi PDIP. Namun partai berlambang banteng gemuk itu bakal menghadapi dilema, karena Megawati dan Taufiq Kiemas kabarnya tak setuju pansus dibentuk. Alasannya, jangan mencampuri pengadilan.

Sumber TEMPO mengungkapkan, persoalan pansus ini berlarut-larut lebih karena sikap PDIP. Begitu partai pimpinan Mega ini membuat keputusan, soal pansus bisa segera diputuskan. Sumber itu mengatakan, masalahnya memang di Taufiq Kiemas. "Dia merasa terikat gentlemen's agreement dengan Golkar bahwa Mega akan terus jadi presiden sampai 2004," katanya. Nah, jika Akbar digoyang di parlemen, bisa jadi partai berlambang pohon beringin itu bakal menjadi oposisi, dan ini bisa mengganggu pemerintahan Megawati.

Repotnya, PKB sebagai penggagas Pansus Bulog II tak juga makin canggih melobi. Sumber TEMPO yang juga tokoh lintas fraksi itu mengungkapkan bahwa selama reses ini, yang aktif mendiskusikan soal pansus cuma Dwi Ria, Didi Supriyanto, Herry Achmady, dan Arifin Panigoro dari PDIP, Samuel Kotto, Alvin Lie, dan Ahmad Farhan Hamid (Fraksi Reformasi), serta Surya Darma Ali dari Fraksi Persatuan Pembangunan. Sedangkan Golkar yang dulu getol menjadi peserta lintas fraksi kini memilih di luar. "Kita itu sampai nggak ngerti mengapa lobi PKB kok nggak jalan," kata sumber tadi.

Rodjil sendiri mengaku pernah hadir beberapa kali dalam pertemuan lintas fraksi. Tapi tampaknya masih belum cocok. Bisa jadi Pansus Bulog I yang menjatuhkan Abdurrahman Wahid masih menjadi ganjalan. Padahal, tanpa lobi, PKB bakal kalah untuk mengegolkan Pansus Bulog II. Itu berarti Akbar bakal lolos, baik di pengadilan maupun di parlemen.

M. Taufiqurohman, Adi Prasetya, Hendriko L. Wiremmer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus