Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Keselamatan Transportasi Jakarta (DKTJ) menerima 756 aduan dari masyarakat soal moda transportasi di DKI Jakarta sepanjang 2021. Aduan itu disampaikan masyarakat melalui berbagai cara, seperti media sosial Twitter, Facebook, Instagram, WhatsApp, hingga diskusi dengan DKTJ.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari ratusan aduan tersebut, ada 10 aduan terbesar yang diadukan oleh masyarakat. Aduan pertama adalah permintaan pembukaan kembali trayek bus Transjakarta yang non-aktif atau ditutup sementara sejak awal pandemi Covid-19.
"Aduan ini langsung kami ajukan ke Transjakarta. Lalu menjelang semester 2, jalur nonkoridor di kota penyangga seperti dari Ciputat, Cileungsi, Bekasi, kembali diaktifkan," ujar Ketua DKTJ Haris Muhammadun di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Desember 2021.
Aduan kedua terbesar adalah soal kemacetan di jalan protokol dan perbatasan kota. Haris mengatakan jalanan kembali macet imbas dari relaksasi PPKM, sehingga masyarakat kembali keluar menggunakan kendaraan pribadinya. "Masyarakat tetap ingin beraktivitas, karena perlu bangkit dari keterpurukan, jadi mau tidak mau harus beraktivitas dan bekerja," kata Haris.
Aduan ketiga terbesar mengenai lamanya headway transportasi publik seperti Transjakarta dan Commuter Line, sehingga menyebabkan terjadinya penumpukkan penumpang di halte atau stasiun. Masyarakat mengeluhkan informasi kedatangan kendaraan serta informasi dari aplikasi yang tidak sesuai.
Selanjutnya, masyarakat mengeluhkan kurang optimalnya penetapan jaga jarak di moda transportasi umum. Hal ini sebagai imbas dari lamanya headway kendaraan yang membuat penumpukkan penumpang.
Laporan berikutnya soal awak angkutan umum reguler yang tidak menerapkan protokol kesehatan, sehingga menyebabkan ketidaknyamanan untuk penumpang. "Seperti awak angkutan umum tidak pakai masker. Yang microtrans di terminal khususnya kami minta dilakukan pengawasan," kata Haris.
Aduan keenam adalah kebijakan dan jam operasional transportasi publik yang tidak konsisten. Haris mengatakan masyarakat mengeluhkan banyak transportasi publik yang perubahan jamnya secara tiba-tiba dan informasi soal perubahan itu tidak merata.
Ketujuh soal kenaikan tarif angkutan umum reguler secara sepihak, kedelapan soal parkir liar yang menyebabkan kemacetan, dan kesembilan soal calo tiket angkutan bus antar kota antar provinsi (AKAP) yang masih marak di terminal besar Jakarta.
Terakhir, DKTJ banyak menerima aduan soal pro kontra jalur sepeda. Banyak masyarakat menganggap jalur sepeda tidak esensial dan hanya menambah kepadatan. Namun, kata Haris, tidak sedikit masyarakat yang menganggap jalur sepeda meningkatkan kenyamanan dan keselamatan pesepeda.
"Jalur sepeda ini kami harus menyadari bahwa transportasi itu diadakan untuk meng-service demand, tapi ada juga yang promoting demand. Jadi begitu Jakarta dapat penghargaan sustainability transportation, maka tidak salah ketika Jakarta menyediakan jalur sepeda," kata Haris.
Adapun dari 756 pengaduan tersebut, Haris mengatakan Transjakarta menjadi moda transportasi yang paling banyak diadukan, disusul dengan KRL, JRC, dan AKAP. Sedangkan di urutan bontot adalah transportasi perairan, MRT, dan LRT.
M JULNIS FIRMANSYAH
Baca juga: