Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

1971 - 1979

Mudah-mudahan tak ada di antara pembaca yang ingin datang ke kantoe tempo hari senin jauh malam atau selasa dinihari. memang lampu terang, dan musik lirih, tapi itulah saat-saat tegang.

3 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUKUL 2.30 Selasa pagi, lembar-lembar terakhir TEMPO keluar dari kamar reproduksi. Berujud film, untuk 16 halaman majalah. Dan setelah bekerja sejak siang jam 9 atau 10 pagi sejumlah orang TEMPO turun dari kantor di tingkat ke-3 Pusat Perdagangan Senen untuk pulang. Sekitar sudah sepi penuh, mata sudah ngantuk separuh .... Harapan ialah: hari Selasa akan merupakan hari santai, setelah di hari Minggu dan Senen diri digenjot -- maklum mendekati saat-saat penyelesaian. Tapi harapan santai itu paling-paling cuma sampai pukul 15.00. Sebab pada jam ini perencanaan untuk minggu berikutnya sudah harus dikukuhkan dalam sebuah rapat yang harus dihadiri Redaktur Tatamuka, Redaktur Foto! dan beberapa rekan lain yang sampai "dinihari terakhir" itu praktls tidak tidur (kecuali bila ia sempat berbaring sebentar di lantai). Rapat Selasa jam 15.00, betapapun disertai kantuk yang tulen, merupakan rapat terpokok tiap minggu. Di situ rencana isi untuk pekan depan, yang beberapa hari sebelumnya sudah mulai didiskusikan dalam kelompok-kelompok kecil, akan diperdebatkan. Sebuah rencana biasanya "ditawarkan" ke dalam sidang, untuk dikritik atau diterima, untuk ditambah atau dijatuhkan. Lalu halaman pun dihitung, variasi dipertimbangkan, dan setelah 3 jam semua lalu menarik nafas lega. Tapi belum selesai. Shabis mahgrib, sejumiah kertas memo harus ditulis, untuk kemudian dibagikan ke banyak meja redaksi. Isi memo: rencana apa yang disetujui, apa lagi bahan yang harus dilengkapi, koresponden mana yang harus dihubungi, foto apa yang harus dicari, dan sebagainya. . . Di hari Rabu esoknya, beberapa naskah sudah harus turun. Kalau tidak, sebuah papan besar di dekat ruangan Tatamuka dan Produksi akan menegur secara membisu. Itulah "papan peringatan" yang paling mencemaskan, terutama bila sebuah rubrik sudah ditaruh di bawah warna merah "terlambat". Hukuman: malu. *** DALAM memasuki tahun ke IX, setelah sewindu hidup, itulah agaknya sebagian dari yang kami perbaharui: organisasi dan sistim kerja yang ketat, tapi dinamis dan terbuka. Secara khusus kami mempelajari ini melalui suatu analisa yang dibimbing oleh Lembaga Pendidikan & Pembinaan Manajemen (LPPM) di Jakarta. Hasil analisa itu, yang tak cuma menyangkut hidang keredaksian, kami terapkan secara berencana mulai pertengahan kedua tahun 1978. Demikianlah misalnya TEMPO kini mengaktifkan Kepala Biro di tiga kota (yang keempat akan menyusul tahun ini) yang secara periodik mengadakan kontak dengan kantor pusat. Demikian pula misalnya kami tetap mempertahankan sejumlah empat orang Redaktur Pelaksana, yang mengkoordinasikan sejumlah rubrik yang diasuh oleh para "kepala desk" (penanggungjawab rubrik) masing-masing. Karena itu, ketika Lukman Setiawan mengundurkan diri dari jabatan itu agar ia lebih bisa aktif dalam Temprint -- itu percetakan kami sendiri yang mencetak majalah ini -- ia harus segera digantihan dengan orang lain. Orang itu adalah Amir Daud, yang antara lain harus mrgkordinasikan Olah raga dan Kesehatan. Kebetulan, seperti Lukman, Amir adalah salah satu pelari tetap di TEMPO. Tapi bukan karena soal lari maka George Yunus Adicondro, yang tak berolahraga lari tapi kuat berenang, mulai bulan lalu mengundurkan diri dari dewan redaksi. George yang produktif dan tahan nenemani piket malam dengan main scrabble untuk 4-5 babak, bermaksud mengabdikan diri dalam Yayasan Bina Desa sebagai pekerja sosial. Tapi dia akan masih jadi penyumbang tetap. *** KEPERGIAN George kebetulan juga berarti kepergian salah seorang pengurus Dewan Karyawan - itu dewan yang mewakili karyawan dalam berhubungan dengan direksi. Konon ini yang pertama dalam perusahaan pers di Indonesia, tapi mudah-mudahan bukan yang satu-satunya. Sebab setidaknya di situ segala jenis karyawan bersatu (termasuk yang redaksi dan yang administrasi, yang punya saham dalam perusahaan mau pun yang tidak), di mana yang mesra-mesra bisa terjadi. Baik dalam piknik (yang jarang) ataupun dalam merencakan target pemasaran. Apakah dengan semua itu TEMPO iadi sempurna? Tak ada satu orang atau lembaga yang ma'sum, yang luput dari salah. Kita semua ingin banyak, tapi punya batas. Termasuk batas ruangan untuk tulisan seperti ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus