Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka Yang Bertahan

Penduduk dukuh kepucukan yang selamat dari gas beracun di Dieng, yaitu orang-orang ini yang tidak mengungsi. Semula dinyatakan daerah berbahaya, ternyata ada beberapa orang yang selamat. (nas)

3 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABU Sofyan (57) telah 34 tahun jadi lurah di sini. "Jadi saya tahu betul gas racun itu keluar dari lubang di Timbang, bekas letusan 1928 dan 1938," kata Abu. Penduduk lain mengungkapkan setiap binatang atau burung yang melintasi lubang itu pasti mati, lebih-lebih bila hari mendung atau malam. Lubang itu justru terletak tak jauh dari gedung SD Inpres di Dukuh Kepucukan. Murid-murid sekolah selama ini juga sering bermain-main di dekat lubang itu. Dan tahu pasti bila ada binatang-binatang kecil yang mereka letakkan di mulut lubang itu mati. Karena itu pula ketika keadaan kalang kabut dan semua jalan sudah tertutup lahar, di bawah pimpinan Lurah Jauhari penduduk mengungsi ke dalam gedung SD Inpres yang dianggap aman. Tapi justru mereka inilah yang jadi korban. Menurut cerita beberapa orang penduduk, di zaman Belanda di dekat lubang itu ada dicantumkan papan pengumuman yang menyatakan daerah itu berbahaya. Tapi rupanya ketika gedung SD Inpres didirikan di situ, si lubang tak begitu dihiraukan. Di samping yang selamat meninggalkan Dukuh Kepucukan atau meninggal, ternyata sampai saat terakhir masih ada beberapa orang penduduk yang selamat dan tetap bertahan di desa itu. Di antaranya 3 orang pamong desa Sunarto, Muhdor dan Slamet "Kami bertiga menjaga desa kami, terutama mbok Jaya" tutur Sunarto. Mbok Jaya alias Paingkem, menurut unarto, berusia 100 tahun lebih. Ia sudah buta dan tuli, bicara pun susah. Bersama wanita tua ini ada pula Saparhudi (35), mbok Sawikarta (50), Wiyanto (5), Triyono (8) dan Kamzaini (45). Menurut ketiga pamong desa tadi, sampai Jumat 23 Pebruari Tim SAR belum muncul di desa itu. "Hanya kami bertiga yang menjaga desa ini" tambah Slamet. Tentu saja Dukuh Pepucukan terlambat dijamah SAR. Karena kawasan itu dianggap berbahaya dan diperkirakan sudah tak berpenghuni lagi. Keluarga mbok Jaya yang berjumlah 10 orang tewas semua ketika melarikan diri. Wanita tua ini ditinggal begitu saja karena sudah tak mampu berjalan dan dianggap keluarganya merepotkan. Menurut Slamet lubang gas di Timbang tak sempat melewati rumah-rumah di Kepucukan. Tapi justru racun itu menyerbu arah barat dan membunuh orang-orang yang berkumpul di gedung SD Inpres, termasuk sang Lurah Jauhari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus