Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Baru Buat Pusri

PT. Pusri ditunjuk sebagai yang bertanggung jawab dalam pengadaan & penyaluran pupuk untuk bimas & non bimas. Semua pupuk urea dari PT. Kujang dan PT. Petrokimia Gresik dipasarkan juga oleh Pusri. (eb)

3 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK mengagetkan kalau PT Pupuk Sriwijaya oleh pemerintah ditunjuk sebagai yang bertanggungjawab dalam pengadaan dan penyaluran pupuk untuk Bimas dan non-Bimas. Sementara PT Pertani yang bernaung di bawah Departemen Pertanian mendapat tugas dalam pengadaan dan penyaluran pestisida bersubsidi, yakni obat pemberantas hama yang belakangan ini kian banyak menyerang sawah petani. Keputusan yang berlaku 15 Pebruari itu meliputi semua lini: Mulai dari impor atau gudang pabrik sampai ke Wilayah Unit Desa (Wilud). Dan yang baru buat Pusri adalah ia harus menyalurkan pupuk sampai ke Wilud itu yang disebut lini IV. Sebelumnya Pusri hanya menyalurkan pupuknya sampai tingkat kabupaten. "Ke Wilud ini merupakan tugas dan tanggung jawab tambahan bagi kami," kata ir Sudaryono Mustafa, Kepala Pusat Pengembangan & Proyek PT Pusri kepada TEMPO pekan lalu. Dengan begitu semua produksi pupuk Urea, Tripple Superphosplate (TSP) dan Diamonium Phosphate (DAP) dari PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia Gresik dipasarkan oleh Pusri. Sebagai pabrik pupuk pertama di Indonesia dan terbesar di ASEAN sampai saat ini Pusri memiliki aparat distribusi yang cukup lengkap, antara lain 4 kapal curah @ 7.500 DWT. Lalu ada 6 pabrik pengantongan pupuk dari kapal curah ini yang terdapat di Belawan, Teluk Bayur (Padang), Tanjung Priok, Cilacap, Surabaya dan di Ujung Pandang. Dua pabrik kantong plastiknya sendiri terdapat di Palembang (Bagor I & II) berkapasitas 32 juta lembar karung setahun. Selain itu Pusri juga mempunyai 175 gerbong kereta api khusus dengan 7 buah lokomotif yang dioperasikan PJKA. Di 11 propinsi ia mempunyai 57 gudang berdaya tampung 2.500 - 10.000 ton. Yang belum dimilikinya adalah kios-kios pupuk di Wilud. "Tapi kalau BUUD/KUD tak mampu mendirikan itu maka Pusri terpaksa akan membuka kios di desa," kata Sudaryono pula. Harga eceran tertinggi pupuk DAP di kios KUD dan pengecer lainnya adalah Rp 90 per kg. Urea dan TSP yang sebelum Kenop-15 berharga Rp 70 sekilo tetap tidak berubah, meskipun harga pembelian gabah kering di lumbung desa telah naik menjadi Rp 85 sekilo. Namun harga Urea yang Rp 70 sekilo itu jauh di bawah harga sebenarnya yang bisa mencapai Rp 92,75/kg bila didasarkan harga ekspor US$ 150 per ton FOB. Sehingga terdapat selisih harga dalam negeri dan ekspor sekitar Rp 22,75 sekilo. Namun sasaran utamanya bukanlah ekspor tapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Uang Kontan Para penyalur yang selama ini menyalurkan pupuk tetap dipertahankan. Mereka ini terdiri dari PT-PT Niaga Negara, swasta, Poskud yang berjumlah sekitar 40 perusahaan. Agar masing-masing pihak tidak melepaskan tanggungjawabnya Dirjen Perdagangan Dalam negeri Deperdagkop, Kardjono menetapkan aturan permainan. Misalnya tiap akhir bulan para penyalur wajib mengadakan stok 2 bulan di gudang kabupaten. Dan di Wilud harus tersedia stok untuk kebutuhan 1 bulan berikutnya. "Kalau tidak dipenuhi akan diganti dengan penyalur lain yang ditunjuk oleh Pusri. Atau untuk pestisida dilakukan oleh PT Pertani," kata Kardjono. Para penyalur yang tergabung dalam Persatuan Penyalur Saprotan Pusri (PPSP) menyambut baik pola baru ini. Sebab di samping diberi tanggungjawab dan wewenang juga diberi kepastian usaha selama 5 tahun. Untuk itu ia harus pula membina pengembangan kegiatan Koperasi Unit Desa (KUD). Para penyalur juga wajlb mengumpulkan Surat Pemberitahuan Pemindah Bukuan (SPPB) dari KUD dan pengecer swasta lainnya. Seperti diketahui dalam rangka Bimas, petani memperoleh secarik kertas dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang disebut SPPB. Dengan surat ini petani pergi ke kios KUD atau kios penyalur swasta lainnya untuk ditukar dengan sarana produksi pertanian alias pupuk. Para penyalur kemudian menyetor SPPB ini ke BRI yang seterusnya dianggap sebagai uang yang dikreditir ke rekening si penyalur pupuk. Namun rupanya "oleh sementara penyalur SPPB ini dapat juga digunakan. untuk manfaat lain," tutur seorang ahli pertanian. Mereka menawarkan kepada si petani pemegang SPPB itu uang kontan dan bukannya menukarkannya dengan pupuk. Karena surat bukti penyerahan pupuk itu dinilai murah oleh penyalur maka si pedagang pupuk memperoleh untung lebih besar bila menyetorkannya ke BRI. Akibatnya sasaran peningkatan produksi tidak tercapai dan kredit Bimas pun menjadi macet. Di Jawa Barat misalnya pupuk yang disediakan untuk satu kabupaten oleh penyalur dimutasikan ke daerah lain dan hasil penjualannya tidak disetor ke BRI yang menimbulkan kerugian bagi Pusri. Penyelewengan itu antara lain karena stok jauh melebihi kebutuhan, kurangnya tanggungjawab penyalur di lini III dan IV serta lemahnya pengawasan. Sampai kini "tunggakan para penyalur cukup besar," kata Sudaryono Mustafa. Sebagian besar tunggakan itu menurut pejabat Pusri itu "karena adanya sistim konsinyasi dulu tanpa jaminan dan tanpa batas waktu." Dengan pola yang baru sekarang tampaknya kelemahan dalam penyaluran dicoba untuk diatasi. Kini Pusri membatasi kreditnya selama 4 bulan. Itu pun penyalur harus menyerahkan bank garansi 100% dari harga pupuk yang disalurkannya. Para penyalur membayarnya dengan menyerahkan SPPB ke BRI ditambah uang tunai bagi penjualan puDuk untuk Inmas dalam dua minggu. KUD yang menerima pupuk atau pestisida dari penyalur harus dijamin dengan bank garansi dari Cabang BRI. Dan untuk membina dan pengembangan KUD yang menjual pupuk diharuskan wajib tabung sebesar Rp 0,50 dari setiap kilo pupuk yang dijualnya. Rayonering operasi penyaluran yang dulunya ditentukan oleh Badan Pelaksana (Bapel) Bimas kini ditentukan oleh Pusri yang berlaku 5 tahun. Untuk menetapkan alokasi masing-masing daerah kini cukup dengan satu SK yakni dari Menteri Pertanian. Dulu, selain ada SK Mentan, para Gubernur dan Bupati juga mengeluarkan SK untuk alokasi daerahnya masing-masing. "Kadang-kadang SK Bupati itu melebihi kuasa Mentan," kata seorang pejabat Pertanian. Terlalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus