Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

5 Kemiripan OTT Wali Kota Blitar dan Bupati Tulungagung oleh KPK

Setidaknya terdapat lima kemiripan OTT KPK terhadap Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar dan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo.

10 Juni 2018 | 17.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tersangka Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar selesai menjalani pemeriksaan setelah menyerahkan diri terkait dengan operasi tangkap tangan KPK di gedung KPK, Jakarta, Sabtu dinihari, 9 Juni 2018. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sepekan, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menangkap tiga kepala daerah dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada 5 Juni 2018, KPK menangkap Bupati Purbalingga Tasdi dalam kasus suap pembangunan Purbalingga Islamic Center. Selang tiga hari, KPK membongkar dugaan suap yang melibatkan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar dan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Samanhudi dan Syahri ditangkap dalam waktu hampir bersamaan. Meski tak ditangkap KPK, kedua politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini akhirnya menyerahkan diri. "Seperti yang sudah kami duga sebelumnya. Artinya, pasti akan datang (menyerahkan diri)," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Ahad dinihari, 10 Juni 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terdapat sejumlah persamaan dalam operasi tangkap tangan KPK terhadap Samanhudi dan Syahri. Berikut ini sejumlah persamaan operasi tangkap tangan KPK terhadap dua kepala daerah itu.

Pertama, penangkapan Samanhudi dan Syahri melibatkan Susilo Prabowo. Kontraktor ini diduga berperan sebagai penyuap untuk sejumlah proyek di lingkungan pemerintah kabupaten/kota. “OTT itu tindak lanjut dari informasi akan adanya penyerahan uang dari seorang kontraktor Susilo Prabowo kepada Agung Prayitno,” kata Saut, Jumat, 8 Juni 2018.

Susilo bukan kali pertama dijerat kasus hukum. Direktur PT Moderna Teknik Perkasa ini pernah dijerat dengan dakwaan pelanggaran izin pengelolaan hasil tambang di Blitar, Jawa Timur. Namun Susilo dibebaskan Pengadilan Negeri Blitar karena tak terbukti.

Di Blitar, KPK menduga Samanhudi menerima suap dari seorang kontraktor bernama Susilo. Dugaan suap tersebut terkait dengan izin proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai proyek Rp 23 miliar. Imbalan itu diduga bagian dari 8 persen, yang menjadi bagian wali kota, dari total imbalan 10 persen yang disepakati.

Susilo juga diduga menyuap Syahri terkait dengan imbalan dari proyek infrastruktur peningkatan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung. Syahri merupakan Bupati Tulungangung, yang kembali diusung PDIP sebagai calon inkumben dalam pemilihan Bupati Tulungagung 2018.

Kedua, KPK menyita sejumlah uang tunai yang digunakan Susilo untuk menyuap. Di Blitar, KPK menyita uang Rp 1,5 miliar di rumah Susilo. Uang itu diduga akan diantarkan kepada Samanhudi melalui perantara Bambang Purnomo. KPK menyita duit Rp 1 miliar, yang diduga akan dikirimkan kepada Syahri melalui perantara Agung Prayitno.

Ketiga, Samanhudi dan Syahri adalah kader PDIP. Samanhudi adalah Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Blitar dan Syahri adalah Ketua DPC Tulungagung. Sekretaris Jenderal PDIP Kristiyanto mempertanyakan operasi tangkap tangan terhadap kedua kadernya tersebut. Sebab, ia menduga penangkapan ini berkaitan dengan kontestasi pemilihan kepala daerah 2018. "Kesan adanya kepentingan politik ini dapat dicermati pada kasus OTT terhadap Samanhudi dan Syahri Mulyo, calon bupati terkuat di Tulungagung," katanya.

KPK membantah operasi tangkap tangan itu berkaitan dengan pilkada. "Khusus untuk yang terakhir ini (Syahri), kan sudah penyerahan uang ketiga. Jadi tidak ada kaitan sama pilkada itu. Bukti-buktinya sudah cukup," ujar Saut.

Keempat, KPK tak langsung menangkap Samanhudi dan Syahri dalam OTT tersebut. Keduanya tak berada di lokasi penangkapan saat operasi berlangsung. KPK hanya menangkap Susilo Prabowo dan istrinya, Andriani. Bambang Purnomo dan Agung Prayitno sebagai perantara dan Sutrisno, pejabat pemerintah Kabupaten Tulungagung, juga ditangkap. Samanhudi dan Syahri menyerahkan diri dua hari setelah operasi.

Kelima, Samanhudi dan Syahri dijerat dengan pelanggaran yang sama. KPK menjerat keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman penjara minimal empat tahun atau maksimal 20 tahun dengan pidana denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus