Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bertahan meski Sepi dan Merugi

Perpanjangan masa PPKM mengakibatkan 75 persen warteg di Jabodetabek terancam gulung tikar. Warung yang tetap buka banyak yang merugi.

5 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Poster pemberitahuan pembelian makanan Warung Tegal (Warteg) Take Away di Warteg Warmo Jakarta, 4 Agustus 2021. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Sebanyak 50 persen warteg di Jakarta dan sekitarnya bangkrut akibat pandemi Covid-19.

  • Perpanjangan masa PPKM berpotensi mengakibatkan warteg yang gulung tikar bertambah menjadi 75 persen.

  • Warung yang tetap buka banyak yang merugi.

Tidak mudah bagi Sam Reza mengelola Warmo di tengah pandemi Covid-19. Pendapatan warung Tegal di Tebet, Jakarta Selatan, itu pernah anjlok hingga 90 persen saat awal virus corona menyebar pada Maret tahun lalu dan tak kunjung membaik hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 4 sekarang. Padahal, sebelumnya, penghasilan kotor tempat makan tersebut mencapai Rp 3 juta per hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Reza terpaksa mengurangi jumlah karyawan Warmo saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan laju penularan Covid-19 pada April 2020. Dari 12 menjadi 3 orang. "Enggak kuat bayar gajinya," kata pria berusia 47 tahun itu kepada Tempo di lokasi, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seiring dengan pelonggaran pembatasan, warung yang didirikan abang-adik Dasir dan Tumuh pada 1980-an itu mulai kembali ramai. Reza pun menambah karyawannya menjadi enam orang.

Pelanggan tetap dapat menikmati sajian Warmo meski masa pandemi telah berlangsung selama satu setengah tahun dan entah berapa kali berganti istilah pembatasan. Sebab, warteg itu melayani pembelian melalui aplikasi GoFood. “Sudah hampir dua tahun bisa beli melalui ojek online,” kata Reza, anak keempat Dasir. Mereka tengah memperluas pasar melalui ShopeeFood. Targetnya, pekan ini pembeli bisa memesan sajian Warmo melalui aplikasi asal Singapura itu.

Pelaksanaan protokol kesehatan di Warteg Ellya di Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 20 Juli 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Reza mengungkapkan, Warmo sempat tidak melayani makan di tempat saat pemerintah menerapkan PPKM darurat pada 3-25 Juli lalu. Namun, saat itu, ada saja pelanggan yang membungkus makanannya lalu ngedeprok makan di depan warung. “Karena kasihan, ya, terpaksa, kami ajak makan di dalam,” ujarnya.

Menurut Reza, pelanggan Warmo kini terbiasa makan di tempat dalam tempo 20 menit, sesuai dengan aturan PPKM level 4. Namun tetap ada pengunjung yang bersantap melebihi batasan waktu. “Kami tidak berani menegur,” kata dia.

Saat Tempo mengunjungi Warmo kemarin, tumpukan aneka lauk dan sayur tersaji di balik etalase kaca. Selain itu, berbagai gorengan, seperti tempe dan perkedel, terhidang di atas etalase tersebut. Meja makan ditandai agar pembeli bisa saling menjaga jarak. Hand sanitizer dan tisu tersedia di meja, dalam jangkauan mereka yang dine-in.

Selama hampir satu jam Tempo di Warmo, sejumlah pembeli datang silih berganti. Ada yang makan di tempat, ada juga yang membawa pulang makanannya. Sesekali, ojek online datang dan keluar dengan menenteng pesanan.

Reza berkeberatan jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kewajiban sertifikat vaksinasi bagi pedagang dan pembeli. Sebab, perlu waktu untuk memeriksa sertifikat imunisasi tersebut. Pengecekan sertifikat vaksinasi juga tidak efektif jika diserahkan kepada mas dan mbak penjaga warteg. Reza pun belum mengikuti vaksinasi Covid-19. Namun sebagian anak buahnya sudah. “Kalau vaksinasinya barengan, takutnya nanti meriangnya juga bareng,” ujar dia, beralasan.

Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni, menjelaskan, Warmo yang punya nama besar saja sempoyongan digebuk pandemi Covid-19, apalagi warteg lain yang kecil-kecil.

Dari data komunitas, diperkirakan terdapat 50 ribu warteg di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Wabah mengakibatkan 50 persen dari mereka gulung tikar, tersisa sekitar 25 ribu. “Banyak yang sudah kembali ke daerah asal, Tegal dan Brebes,” kata Mukroni.

Kebangkrutan warteg, dia melanjutkan, disebabkan penurunan daya beli. Kondisi itu diperparah oleh aturan pembatasan yang mewajibkan sebagian besar karyawan bekerja dari rumah.

Menurut Mukroni, sebagian warteg yang masih buka beroperasi dengan menanggung rugi. Mereka bertahan sebatas agar tidak menganggur dan kembali ke kampung halaman. Terlebih saat mendengar kabar sejawat yang gulung tikar banyak yang stres. “Jadi, mereka yang bertahan ini gali lubang tutup lubang,” ujarnya.

Mereka makin rungsing begitu pemerintah memperpanjang masa pembatasan level 4 hingga 9 Agustus mendatang. Mukroni memperkirakan perpanjangan masa pembatasan secara terus-menerus bakal membuat warteg di Jabodetabek yang gulung tikar bertambah menjadi 75 persen.
 
Mukroni juga berkeberatan dengan ketentuan batasan 20 menit untuk makan di tempat. Alasannya, sebagian pelanggan warteg merupakan orang tua yang perlu waktu panjang untuk bersantap.

Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara Mukroni. Dok Kowantara

Riky, pelanggan Warmo, mengaku khawatir tertular Covid-19 saat makan di warteg. Namun ia memberanikan diri bersantap di warung selama pengelola dan pembeli menerapkan protokol kesehatan. “Asal jaga jarak dan pakai masker, itu bisa mengurangi risiko terpapar,” ujar pria berusia 28 tahun tersebut.

Riky mendukung kebijakan pemerintah untuk membatasi waktu makan di restoran, rumah makan, hingga warteg, serta kewajiban menunjukkan sertifikat vaksinasi Covid-19 dalam masa PPKM level 4 ini. “Ini untuk melindungi orang lebih luas,” kata karyawan swasta yang tinggal di Pasar Minggu tersebut.

GANGSAR PARIKESIT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gangsar Parikesit

Gangsar Parikesit

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014. Liputannya tentang kekerasan seksual online meraih penghargaan dari Uni Eropa pada 2021. Alumnus Universitas Jember ini mendapatkan beasiswa dari PT MRT Jakarta untuk belajar sistem transpotasi di Jepang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus