Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMERA menyorot lukisan langit subuh biru gelap bertabur gemintang dan bulan sabit cerlang di sisi kanan. Sekilas pandang menyaksikan pola ombak di langit serta pola melingkar berwarna putih dan kuning yang mengelilingi bulan dan bintang, kita segera tahu ini adalah lukisan Starry Night-karya paling terkenal dari Vincent van Gogh. Namun langit dalam lukisan itu kini bergerak layaknya film animasi.
Dari langit, kamera mengarah ke kota di bawahnya, lalu berfokus pada teras sebuah kafe tempat dua pria sedang terlibat baku hantam. Mereka, lagi-lagi, adalah dua pria yang bisa kita lihat dalam lukisan-lukisan potret cat minyak Van Gogh. Seorang di antara mereka adalah tentara bertopi tinggi merah dengan pandangan sendu, yang pada akhir pertengkaran terduduk lemas di depan dinding hijau tua dan bata merah, persis seperti dalam lukisan Le Zouave. Seorang lain, pemuda berkumis tipis dengan blazer kuning dan topi hitam berpinggiran lebar. Dialah Armand Roulin, yang pernah dilukis Van Gogh pada 1888 dan kini menjadi tokoh utama dalam film Loving Vincent.
Loving Vincent dengan bangga mempromosikan diri sebagai film pertama di dunia yang menggunakan teknik lukisan secara total. Pernyataan itu tak berlebihan. Detik demi detik adegan dalam film ini dilukis di atas kanvas dengan cat minyak oleh sekitar 125 pelukis dari seluruh dunia. Lukisan utama yang digunakan dalam setiap adegan tak lain adalah karya Vincent van Gogh sendiri. Dari Starry Night, The Night Café, hingga Wheatfield with Crows, dan seterusnya, dapat kita lihat menjadi latar dalam adegan film ini. Begitu pula karakternya, yang sebagian besar merupakan obyek lukisan potret Van Gogh, seperti Père Tanguy, Joseph Roulin, dan Adeline Ravoux.
Proses pembuatannya sungguh rumit. Langkah pertama adalah merekam adegan layaknya pembuatan film biasa. Aktor dan aktris yang turut berperan antara lain Robert Gulaczyk (Vincent van Gogh), Douglas Booth (Armand Roulin), Jerome Flynn (Paul Gachet), dan Saoirse Ronan (Marguerite Gachet). Pengambilan gambar dilakukan selama 14 hari. Sebagian besar dilakukan di depan layar hijau di 3 Mills Studios London, Inggris.
Rekaman itu kemudian diberikan kepada para pelukis yang mengubah tiap frame menjadi lukisan individual dengan cat minyak. Setiap frame lukisan lalu disatukan lagi untuk membentuk sebuah animasi yang hidup. "Kami telah menemukan cara terlama dalam membuat film," kata sutradara Dorota Kobiela dalam video wawancara yang diunggah oleh akun Museum Van Gogh.
Kobiela mengatakan butuh waktu empat tahun bagi tim produksi untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknik yang mereka gunakan ini. Selanjutnya, perlu dua tahun lagi untuk menyelesaikan semua lukisan yang dilakukan di studio di Kota Gdansk dan Wroclaw, Polandia. Di studio itu, 60-an pelukis bekerja bersama setiap hari di kubikel masing-masing untuk melukis adegan demi adegan dalam gaya yang dibuat semirip mungkin dengan teknik melukis Van Gogh.
Tiap frame membutuhkan waktu satu jam hingga dua hari untuk dilukis. Ada sekitar 12 frame untuk satu detik. Maka butuh waktu hampir sebulan untuk melukis sebuah adegan yang hanya berlangsung sedetik. Ambil contoh adegan pertama yang melibatkan lukisan Starry Night dan berlangsung hanya sekitar 10 detik. "Setidaknya makan waktu 20 pekan untuk membuat adegan pembuka itu," kata produser Hugh Welchman dalam sebuah video di balik layar.
Demi film berdurasi total 94 menit ini, ada sekitar 65 ribu lukisan yang dihasilkan. Tak semua lukisan bertahan hingga akhir proses pemfilman karena banyak yang dihapus lalu ditimpa kembali untuk melukis frame selanjutnya. Sekitar 3.000 liter cat minyak merek Royal Talens dihabiskan untuk melukis di atas lebih dari 850 kanvas.
Dorota Kobiela adalah pelukis sekaligus pembuat film asal Polandia. Proyek Van Gogh ia mulai setelah mempelajari surat-surat yang ditulis sang pelukis semasa hidup. Kobiela awalnya membuat film pendek berdurasi tujuh menit dengan teknik serupa pada 2008. Penyutradaraan dan lukisan dalam film pendek itu ia kerjakan sendiri.
Dengan dana dari Institut Film Polandia plus crowdfunding, film pendek Kobiela diputuskan dibuat menjadi film panjang lengkap. Hugh Welchman, yang pernah meraih Oscar kategori film animasi pendek untuk Peter & The Wolf (2007), datang sebagai produser sekaligus menjadi sutradara bersama Kobiela. Pada pergelaran Oscar lalu, Loving Vincent menjadi salah satu nominasi film animasi terbaik, tapi dikalahkan oleh Coco.
Ada dua gaya utama dalam melukis yang terlihat dalam film ini. Yang pertama tentunya dalam gaya khas Van Gogh yang terkenal dengan warna-warni cerah dan goresan kuas yang kuat. Lukisan Van Gogh sendiri yang menjadi acuan. Gaya ini digunakan untuk adegan-adegan yang terjadi setelah kematian Van Gogh.
Sedikit penyesuaian dilakukan pada nuansa warna karena lukisan Van Gogh yang digunakan dalam film ini umumnya dilukis pada musim dingin, sedangkan latar film berlangsung pada musim panas. "Hal lain adalah menyesuaikan lukisan yang dibuat di atas kanvas dengan ukuran berbeda menjadi satu ukuran saja sesuai dengan layar film," ujar Welchman.
Gaya kedua digunakan ketika ada adegan kilas balik yang menampakkan Van Gogh semasa hidup. Untuk bagian ini, lukisan yang digunakan bernuansa hitam-putih dan dibuat berdasarkan foto-foto pada era tersebut.
Tantangan terbesar adalah memastikan setiap lukisan dibuat dalam gaya konsisten meski dilukis orang yang berbeda. Karena itu, tim produksi memilih pelukis yang berlatih secara klasik dengan cat minyak dan khusus mempelajari lukisan-lukisan Van Gogh ketimbang animator biasa. Dari 5.000 pelukis yang melamar, terpilih 125 orang yang berasal dari 20 negara. Sebelum bekerja di studio, para pelukis terpilih menghabiskan masa pelatihan selama 18 hari di Museum Van Gogh untuk mempelajari cara melukis, proses pengeringan, dan tekstur yang dulu digunakan Van Gogh.
Segala kerepotan ini ditempuh Dorota Kobiela karena ingin memberi penghormatan selayaknya kepada sang maestro. "Kami percaya bahwa tidak mungkin menceritakan kisah Vincent tanpa melibatkan lukisannya. Maka kami menghidupkan kembali lukisan-lukisan itu," tuturnya.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo