Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gula-gula Reforma Agraria

Bagi-bagi lahan sulit mencapai target hingga 2019 meski targetnya sudah diturunkan. Menyalahi makna reforma agraria.

1 April 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gula-gula Reforma Agraria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIBUAN orang yang memadati Gedung Olahraga Rudy Resnama di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, mengikuti aba-aba Presiden Joko Widodo yang meminta mereka mengacungkan sertifikat tanah yang mereka pegang. "Ini bukti program sertifikasi lahan itu jalan," kata Jokowi pada Senin pekan lalu. "Karena ada yang bilang pembagian sertifikat itu pengibulan."

Presiden menekankan kata "pengibulan" mengutip kata yang sama yang diucapkan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais delapan hari sebelumnya di Bandung. Amien menuduh pemerintahan Jokowi berbohong dalam program percepatan sertifikasi tanah kepada masyarakat. Menurut Amien, sertifikasi itu hanya ilusi pemerintah karena faktanya, kata dia, sebanyak 74 persen tanah di Indonesia dikuasai segelintir orang.

Setelah menyerahkan 3.630 sertifikat tanah di Banjarbaru, Jokowi mengakui kepemilikan tanah masih timpang. Masyarakat pemilik tanah sering kalah dalam sengketa lahan karena tak punya dokumen resmi. Namun pernyataan Amien juga meleset karena sertifikasi lahan sedang dikerjakan pemerintah Jokowi.

Meski jelas sindiran itu ditujukan kepada Amien, juru bicara Presiden, Johan Budi Pribowo, mengatakan ucapan Jokowi tak ditembakkan kepada siapa-siapa. Menurut dia, Jokowi terbiasa meminta masyarakat penerima sertifikat mengacungkannya tiap kali ia berkunjung ke daerah untuk acara penyerahan dokumen lahan. "Tidak ada kaitannya dengan kritik Pak Amien," ujar Johan.

Di luar adu argumen yang kusut dan tak produktif antara kubu Amien Rais dan pemerintah, pembagian sertifikat tanah itu merupakan bagian dari program kerja Jokowi yang tertuang dalam Nawa Cita. Jokowi secara ambisius akan membagikan 9 juta hektare lahan dalam proyek reforma agraria selama lima tahun ia memerintah, 2014-2019.

Program tersebut terbagi dalam dua kegiatan, yaitu legalisasi dan redistribusi aset yang masing-masing ditargetkan 4,5 juta hektare sampai 2019. Legalisasi aset berupa penerbitan sertifikat tanah secara gratis atas tanah yang dikuasai masyarakat serta legalisasi lahan-lahan transmigrasi di luar kawasan hutan. Sedangkan redistribusi berupa pembagian tanah telantar milik perusahaan atau bekas hak guna usaha, atau hak pengusahaan hutan yang sudah habis kepada masyarakat.

Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, legalisasi tanah direalisasi lewat kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang didanai dari anggaran Program Operasi Nasional Agraria (Prona). Agenda Prona ini ada sejak 1981, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Sofyan mengatakan sasaran penerbitan sertifikat tanah adalah masyarakat kecil dengan luas lahan 50 meter persegi sampai 10 hektare. "Sebelum Jokowi memimpin, pengurusan sertifikat tanah ini bisa memakan waktu tahunan," katanya.

Soalnya, target pemerintah terlalu ambisius. Kantor Staf Presiden (KSP) mencatat, per 31 Desember 2017, realisasi legislasi aset baru 6,4 juta bidang tanah dengan luas 2 juta hektare dan redistribusi aset baru 949 ribu hektare. Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategis, Yanuar Nugroho, membenarkan data tersebut. "Kami memantaunya karena masuk program prioritas pemerintah," ucapnya.

Meski mengaku tak menggubris omongan Amien Rais, para pejabat Istana membicarakannya juga. Menurut seorang pejabat, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bahkan menanyakannya setelah Amien bicara. "Saya katakan kritik Pak Amien keliru," ujar Tenaga Ahli Utama Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategis, Abetnego Tarigan.

Pemerintah juga memasukkan program perhutanan sosial sebagai bagian dari reforma agraria berupa pemberian izin pengelolaan hutan kepada masyarakat selama 35 tahun, dan dapat diperpanjang 35 tahun lagi.

Masalahnya, klaim Tarigan dan para pejabat Istana juga dinilai keliru jika menganggap bagi-bagi sertifikat itu bagian dari reforma agraria. Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika mengatakan bagi-bagi sertifikat agenda rutin Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Menurut Dewi, substansi reforma agraria adalah distribusi lahan telantar yang dikuasai perusahaan dan lahan hutan yang izin pengelolaannya sudah berakhir kepada masyarakat. Reforma agraria terjadi jika lahan tersebut kemudian diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat. "Redistribusi lahan ini yang seharusnya dipercepat," kata Dewi.

Apalagi tiga proyek "reforma agraria" yang diklaim Istana itu ada kemungkinan tak bakal terealisasi hingga 2019 jika mengacu pada Nawa Cita. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan per 31 Desember 2017 saja realisasi perhutanan sosial baru 1 juta hektare dari target 12,7 juta hektare. Kementerian Lingkungan akhirnya mengajukan penurunan target menjadi 5 juta hektare saja.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup Bambang Supriyanto enggan mengomentari realisasi yang meleset ini. "Saya kurang sreg mendahului penjelasan pemerintah secara resmi pekan ini," ujarnya Rabu pekan lalu.

Bagi-bagi lahan 4,5 juta hektare itu pesimistis tercapai karena waktunya yang mepet, sementara proyek tersebut membutuhkan pengecekan lapangan dan proses penerbitan izin. Tapi pemerintah optimistis targetnya tercapai. "Saya yakin bisa tercapai," kata Sofyan Djalil.

Rusman Paraqbueq, Imam Hamdi, Arkhelaus W.


Salah Kaprah

ADA tiga jenis proyek yang diklaim sebagai reforma agraria oleh pemerintah: legalisasi, redistribusi, dan penyerahan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat. Padahal hanya redistribusi aset dan penyerahan hak pengelolaan hutan yang mendekati pengertian dan semangat reforma agraria.

1. Legalisasi Aset
Menerbitkan sertifikat atas tanah yang dikuasai masyarakat dan lahan transmigrasi.
Target: 4,5 juta hektare
Realisasi: 6.403.759 bidang seluas 2.013.526 hektare

2. Redistribusi Aset
Membagikan tanah telantar serta bekas hak guna usaha dan hak pengusahaan hutan yang habis kepada masyarakat.
Target: 4,5 juta hektare
Realisasi: 949.849 hektare

3. Perhutanan Sosial
Pemberian izin pengelolaan kawasan hutan kepada masyarakat sekitar hutan selama 35 tahun yang bisa diperpanjang 35 tahun lagi.
Target: 12,7 juta hektare
Realisasi: 1.058.232 hektare

Pengusahaan Hutan
» Total luas hutan: 120 juta hektare
» Izin kehutanan: 31 juta hektare
» Tambang: 44 juta hektare (117 grup perusahaan)
» Kebun sawit: 11 juta hektare (53 grup perusahaan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus