IBUKOTA kabupaten Pasir (Kaltim) ini mendapat gelar "istana
hantu" dari Ketua Muspidanya sendiri. Bukan lantaran kota tanah
Grogot masih kuat ilmu hitamnya, tapi karena gelapnya kota itu
di waktu malam. Tak ada listrik? "Mesin pembangkitnya ada, tapi
tak ada yang menyalakan" ujar bupati Pasir H. Saleh Nafsi SH.
Mesin yang dimaksud itu sudah dibeli tahun anggaran 1973/74
sebanyak 2 unit dengan kekuatan 200 kw bernilai Rp 90 juta.
Bupati berharap PLN-lah yang mengelola itu listrik. Tapi
tampaknya perusahaan negara itu hanya mau menangani suatu proyek
yang sudah dipandang ekonomis. Mendengar dalih itu bupati
menukas: "Ya kalau nggak mau kan ada suratnya. Jadi saya bisa
lapor presiden", ujar bupati yang pernah menerima Parasamya
Purnakarya Nugraha itu. Dalam hal listrik ini semua ibukota
kabupaten di Kaltim nasibnya sama: Ada pembangkitnya, tapi tak
ada yang menyalakannya. Bupati Kutai drs Ahmad Dahlan
umpamannya, mengambil kebijaksanaan sendiri untuk menyalakan
listrik tanpa PLN.
Hitung-hitung sudah hampir 3 tahun bupati berjuang untuk
menyalakan listrik itu tapi sia-sia. Sampai kapan ia bersabar
memperjuangkan listrik itu? "Sampai saya berhenti jadi bupati!"
ujarnya ketus. Ternyata bukan hanya listrik yang merisaukan
bupati. Di sana juga ada gudang beras yang dikatakannya sebagai
"gudan mubazir" karena pihak Dolog belum mau melebarkan sayapnya
ke kota itu. Konon alasannya juga omzet yang belum ekonomis.
Menurut bupati, omzet beras kota itu tiap bulan sekitar 80 ton
sedang menurut seorang pejabat Dolog, omzet yang dipandang
ekonomis oleh Dolog bila sudah mencapai 500 ton. "Kalau
perhitungannya ekonomis terus, urusi saja Oryza Sativa" ujar
bupati menyindir anak perusahaan Dolog.
Untuk menjadikan Tanah Grogot sebagai ibukota yang sepantasnya
bupati memang masih perlu banyak meratap. Padahal potensi
kawasan itu bukan tidak ada. Ekspor kayunya, menduduki urutan
ke-4 dibandingkan kota-kota pelabuhan lainnya di Kaltim. Hasil
rotannya -- yang sayang belum bisa diolah sendiri -- juga
berlimpah-limpah. Masyarakatnya, menurut Ketua Muspida juga
taat-taat beragama hingga tidak menyulitkan di bidang keamanan.
"Di sini jarang terjadi pencurian dan perbuatan kriminil
lainnya", ujar Danres Effendy. Bahkan karena frekwensi perkara
sangat sedikit itu Tanah Grogot belum punya pengadilan dan
penjara.
Untuk menangani satu dua perkara, biasanya mengundang majelis
hakim dari Balikpapan yang jaraknya 160 km. Melihat kehidupan
beragama masyarakatnya itu Ketua Muspida di sana memberi gelar
lagi bahwa Tanah Grogot adalah Acehnya Kaltim. "Sudah menjadi
tradisi, pejabat-pejabat di sini harus bisa khotbah. Ya
bupatinya, ya Danresnya, ya Dandimnya", ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini