Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ada tapi tiada

Kota tanah grogot, kal-tim mendapat gelar istana hantu, karena kota itu gelap waktu malam hari. meski ada pembangkit tenaga listrik, tapi tidak nyala. bupati berharap pln secepatnya turun tangan. (kt)

5 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBUKOTA kabupaten Pasir (Kaltim) ini mendapat gelar "istana hantu" dari Ketua Muspidanya sendiri. Bukan lantaran kota tanah Grogot masih kuat ilmu hitamnya, tapi karena gelapnya kota itu di waktu malam. Tak ada listrik? "Mesin pembangkitnya ada, tapi tak ada yang menyalakan" ujar bupati Pasir H. Saleh Nafsi SH. Mesin yang dimaksud itu sudah dibeli tahun anggaran 1973/74 sebanyak 2 unit dengan kekuatan 200 kw bernilai Rp 90 juta. Bupati berharap PLN-lah yang mengelola itu listrik. Tapi tampaknya perusahaan negara itu hanya mau menangani suatu proyek yang sudah dipandang ekonomis. Mendengar dalih itu bupati menukas: "Ya kalau nggak mau kan ada suratnya. Jadi saya bisa lapor presiden", ujar bupati yang pernah menerima Parasamya Purnakarya Nugraha itu. Dalam hal listrik ini semua ibukota kabupaten di Kaltim nasibnya sama: Ada pembangkitnya, tapi tak ada yang menyalakannya. Bupati Kutai drs Ahmad Dahlan umpamannya, mengambil kebijaksanaan sendiri untuk menyalakan listrik tanpa PLN. Hitung-hitung sudah hampir 3 tahun bupati berjuang untuk menyalakan listrik itu tapi sia-sia. Sampai kapan ia bersabar memperjuangkan listrik itu? "Sampai saya berhenti jadi bupati!" ujarnya ketus. Ternyata bukan hanya listrik yang merisaukan bupati. Di sana juga ada gudang beras yang dikatakannya sebagai "gudan mubazir" karena pihak Dolog belum mau melebarkan sayapnya ke kota itu. Konon alasannya juga omzet yang belum ekonomis. Menurut bupati, omzet beras kota itu tiap bulan sekitar 80 ton sedang menurut seorang pejabat Dolog, omzet yang dipandang ekonomis oleh Dolog bila sudah mencapai 500 ton. "Kalau perhitungannya ekonomis terus, urusi saja Oryza Sativa" ujar bupati menyindir anak perusahaan Dolog. Untuk menjadikan Tanah Grogot sebagai ibukota yang sepantasnya bupati memang masih perlu banyak meratap. Padahal potensi kawasan itu bukan tidak ada. Ekspor kayunya, menduduki urutan ke-4 dibandingkan kota-kota pelabuhan lainnya di Kaltim. Hasil rotannya -- yang sayang belum bisa diolah sendiri -- juga berlimpah-limpah. Masyarakatnya, menurut Ketua Muspida juga taat-taat beragama hingga tidak menyulitkan di bidang keamanan. "Di sini jarang terjadi pencurian dan perbuatan kriminil lainnya", ujar Danres Effendy. Bahkan karena frekwensi perkara sangat sedikit itu Tanah Grogot belum punya pengadilan dan penjara. Untuk menangani satu dua perkara, biasanya mengundang majelis hakim dari Balikpapan yang jaraknya 160 km. Melihat kehidupan beragama masyarakatnya itu Ketua Muspida di sana memberi gelar lagi bahwa Tanah Grogot adalah Acehnya Kaltim. "Sudah menjadi tradisi, pejabat-pejabat di sini harus bisa khotbah. Ya bupatinya, ya Danresnya, ya Dandimnya", ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus