Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Adu Kuat Menggenggam Pos Licin

Penentuan Direktur Jenderal Mineral Dan Batu Bara Berlangsung Keras. Said Didu Dihambat Karena Dianggap Mewakili Kepentingan Jusuf Kalla.

11 Mei 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Joko Widodo baru saja merampungkan salat magrib di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis pertengahan bulan lalu. Wakil Presiden Jusuf Kalla mendekat, lantas menepuk bahunya perlahan. Kalla menanyakan alasan Jokowi menolak pencalonan Muhammad Said Didu sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Seorang pejabat yang mengetahui peristiwa itu bercerita, Presiden menjawab singkat: "Ada catatan khusus."

Said Didu merupakan kandidat terkuat Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara atau Dirjen Minerba, posisi paling seksi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pengisi posisi ini memiliki sederet kewenangan strategis, di antaranya mengeluarkan beragam izin dan melakukan negosiasi ulang kontrak-kontrak tambang. Pegawai negeri sipil Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi itu menjabat Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara era Sugiharto dan Mustafa Abubakar. Kini dia membantu Menteri Energi Sudirman Said sebagai anggota staf khusus.

Kandidat kuat lain ialah Bambang Gatot Ariyono, yang akhirnya dilantik menjadi Dirjen Minerba pada Kami pekan lalu. Ia menggantikan Sukhyar, yang memasuki masa pensiun per 1 Mei. Sebelumnya, Bambang adalah anggota staf ahli ekonomi dan keuangan di Kementerian Energi.

Menteri Energi Sudirman Said membenarkan bahwa Said Didu tak lolos karena Presiden tak cocok dengannya. "Ada diskresi dari Presiden," ujarnya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Tapi ia menolak menjelaskan lebih lanjut dengan alasan "itu kewenangan Presiden".

Bambang dilantik bersama empat pejabat eselon I lain, yakni I Gede Nyoman Wiratmaja Puja sebagai Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi; Jarman menjadi Direktur Jenderal Ketenagalistrikan; Rida Mulyana di kursi Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi; serta Satry Nugraha menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional.

Dalam acara pelantikan itulah Menteri Sudirman membuka sebagian rahasia di balik proses seleksi di Tim Penilai Akhir, yang berujung pada terpentalnya Said Didu. Padahal, dibandingkan dengan para calon lain, Said Didu dinilai paling unggul dan menempati peringkat pertama berdasarkan kriteria yang dipersyaratkan. Tapi, apa boleh buat, keputusan akhir ada di tangan Presiden Jokowi.

Pejabat tinggi yang mengikuti proses ini mengatakan, dalam rapat Tim Penilai Akhir, bukan hanya Sudirman yang menjagokan Said Didu. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan seorang menteri lain sejak awal tampak benar mengawal agar pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 53 tahun lalu itu bisa lolos. Tapi, kata si pejabat, justru di situlah Presiden Jokowi terlihat kurang sreg.

Said Didu juga mendengar bahwa ia tersingkir karena dicap sebagai "orang Kalla". Namun dia membantah tudingan itu. Ia mengaku dekat dengan banyak orang. Sebagai birokrat, ia meyakinkan selalu berusaha profesional. "Orang profesional akan selalu belajar pada tokoh-tokoh untuk mematangkan diri, membangun kompetensi, serta menguji integritas," ujarnya Jumat pekan lalu.

Komisaris perusahaan negara pertambangan PT Bukit Asam ini menduga Presiden mendapat masukan negatif tentang hubungannya dengan Kalla bahwa "menaruh Said Didu berarti menambah porsi orang-orang JK di kursi pemerintahan".

Pejabat di pemerintahan menyebutkan Istana mendapat informasi bahwa Said Didu didukung kelompok Kalla untuk memuluskan proyek smelter. Grup Kalla, melalui PT Bukaka, berencana membangun pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di sejumlah daerah, yang dimulai dari Palopo, Sulawesi Selatan. Smelter akan dibangun di lahan seluas 100 hektare dan diharapkan menghasilkan feronikel 14 ribu ton per tahun. Pembangunan segera dimulai setelah proses analisis dampak lingkungan dan desain rampung.

Said Didu menganggap masalah smelter Palopo itu sengaja diembuskan untuk mengalihkan isu. "Ada upaya menutupi gerakan yang sebenarnya terjadi di sekitar kekuasaan," katanya. "Saya tahu siapa yang membelokkan isu tentang smelter Palopo."

Kalla menyatakan semua calon direktur jenderal diusulkan menteri melalui seleksi terbuka. Tiga nama dengan nilai terbaik diajukan ke Tim Penilai Akhir, yang dipimpin Presiden dan Wakil Presiden. "Said Didu diusulkan oleh tim seleksi dan sudah diklarifikasi clear oleh BIN dan PPATK," ujarnya Rabu pekan lalu.

****

SIDANG Tim Penilai Akhir untuk memilih pejabat eselon I Kementerian Energi akhirnya digelar kembali pada Selasa sore pekan lalu. Biasanya pertemuan seperti ini dilakukan sekali saja dan langsung menghasilkan keputusan. Seorang pejabat bercerita, Menteri Energi meyakinkan para anggota tim untuk duduk bersama lagi.

Selain Menteri Energi, hadir Wakil Presiden, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf.

Rapat berlangsung hampir tiga jam. Menurut pejabat yang mengikuti proses ini, pada sidang kedua tersebut, Menteri Energi mengusulkan pertukaran posisi. Satry Nugraha, yang dalam rapat sebelumnya ditetapkan sebagai Dirjen Minerba, ditukar dengan Bambang Gatot Ariyono, yang telah diplot sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional. Pengisi kursi Dirjen Migas, yang telah mengerucut pada Muhamad Husen, diganti menjadi Nyoman Wiratmaja.

Pejabat itu menambahkan, rapat kedua berlangsung lebih adem ketimbang pertemuan sebelumnya, yang tegang. Pada forum pertama, Sudirman menyerahkan 15 nama kandidat hasil seleksi panitia.

Kementerian Energi memang membentuk panitia seleksi untuk melelang lima jabatan eselon I. Tim beranggotakan antara lain Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Teguh Pamudji, Deputi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Setiawan Wangsaatmaja, Presiden Direktur PT Vale Indonesia Nico Kanter, Presiden Direktur PT Supreme Energy Supramu Santoso, Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Lukman Mahfoedz, serta ahli hukum internasional Hikmahanto. Kementerian juga menyewa konsultan pencari eksekutif Egon Zehnder.

Proses lelang dimulai pada Desember 2014. Ini adalah lelang jabatan pertama di Kementerian Energi. Ketua panitia, Teguh Pamudji, menyebutkan ada 110 pelamar untuk mengisi lima kursi eselon I. Sebanyak 31 orang lulus seleksi administratif dan berlanjut ke tahap penilaian. Hasilnya, 15 nama-tiap posisi diisi tiga kandidat-diajukan ke Tim Penilai Akhir.

Pejabat lain yang juga mengetahui proses ini bercerita, perhatian Jokowi tertuju pada kandidat Dirjen Minerba: Muhammad Said Didu, Satry Nugraha, dan Edi Prasodjo. Alih-alih memilih salah satu dari mereka, Presiden mempertanyakan alasan Menteri Energi tidak memperpanjang pejabat inkumben, Sukhyar. Jokowi menganggap Sukhyar masih layak menjabat Dirjen Minerba karena telah memahami sektor ini. Apalagi, menurut Jokowi, setumpuk pekerjaan harus diselesaikan direktur jenderal.

Menteri Sudirman kepada Presiden Jokowi beralasan, Sukhyar telah memasuki masa pensiun. Memperpanjang masa dinas Sukhyar, kata Sudirman, tidak sejalan dengan semangat regenerasi dan bisa menjadi preseden buruk Kementerian atau lembaga negara lain. Sudirman juga menyampaikan catatan soal Sukhyar, di antaranya pertemuan dia dengan dua petinggi PT Freeport Indonesia di Hotel Mulia beberapa waktu lalu. Sudirman kepada Jokowi menyatakan, tidak etis seorang pejabat negara menerima pengusaha di luar kantor.

Sukhyar membenarkan kabar bahwa ia bertemu dengan petinggi Freeport, tapi hanya silaturahmi biasa. "Ngobrol saja, tidak lebih," ujarnya Jumat pekan lalu.

Perbedaan pendapat mengenai Sukhyar membuat suasana rapat Tim Penilai Akhir tegang. Peserta rapat akhirnya sepakat bahwa forum ini bukan untuk memperpanjang masa jabatan pos tertentu, melainkan memilih pejabat baru.

Sudirman sejak mula mengusung Said Didu, yang disebutkan meraih angka tertinggi dari panitia seleksi, untuk menjadi Dirjen Minerba. Sedangkan untuk mengisi posisi Dirjen Migas, ia memilih Nyoman Wiratmaja, yang sebenarnya berada di peringkat kedua versi panitia seleksi.

Presiden punya jagoan berbeda. Untuk kursi Dirjen Minerba, ia memilih Satry Nugraha, yang menempati peringkat kedua hasil panitia seleksi. Sudirman menanyakan alasan Presiden tidak memilih calon peringkat kesatu, yang nilainya jauh lebih tinggi daripada Satry Nugraha. Jokowi, menurut seorang pejabat, menjawab pertanyaan itu: "Pak Dirman bikin yang nomor dua jadi nomor satu saja bisa, kok, saya enggak boleh?"

Ditemui Rabu malam pekan lalu, Jokowi menolak memberikan penjelasan soal ini. "Tanya Pak Menteri," ujarnya. Anggota staf khusus Presiden bidang komunikasi politik, Teten Masduki, pun enggan memberikan keterangan. "Saya tidak tahu soal itu," katanya.

Beberapa pejabat yang turut dalam proses seleksi ini menyebutkan Presiden memperoleh informasi tentang calon-calon direktur jenderal dari Kantor Staf Kepresidenan. Kantor itu menyorongkan Sukhyar untuk menghambat Said Didu. Tujuannya menghambat penambahan kelompok Jusuf Kalla di birokrasi. Tujuan itu klop dengan usaha Sukhyar memperpanjang masa jabatannya. Sekitar dua bulan lalu, ia mengajukan surat permohonan perpanjangan masa dinas itu kepada Menteri Energi.

Sedangkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan menolak memberikan penjelasan. Kepada Tempo beberapa waktu lalu, ia memberikan keterangan, tapi tak mengizinkan keterangannya dikutip.

Sukhyar tidak membenarkan atau membantah telah meminta perpanjangan masa dinas. "Pak Menteri tidak ingin memperpanjang. Saya dengar Pak Jokowi bertanya kenapa masa dinas saya tidak diperpanjang. Mungkin karena saya sudah masuk usia pensiun," ujarnya.

Retno Sulistyowati, Gustidha Budiartie, Ayu Prima Sandi, Bernadette Christina Munthe

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus