Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jangan biarkan ular-ular yang ditangkap terlalu lama berada di luar habitatnya. Ini bisa berakibat celaka, misalnya stres hingga sakit. Masalahnya, berbeda dengan mamalia dan hewan jenis lain, sulit mendeteksi tekanan mental pada ular. Sebab, mereka bukanlah makhluk yang ekspresif. Jadi, saat stres atau sakit, ekspresinya tetap begitu-begitu saja. "Sulit sekali memeriksa tanda stres pada ular," ujar dokter hewan asal Universitas Airlangga Surabaya, Dian Ayu, kepada Tempo kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter hewan yang memiliki klinik untuk reptil dan hewan eksotik itu menambahkan, perlu orang terlatih untuk mengenali tanda-tanda tersebut. Karena tidak adanya tanda stres atau sakit pada ular, kata Dian, sebaiknya ular-ular yang ditemukan dan diselamatkan segera dilepaskan ke habitatnya yang sesuai. Pelepas-liaran segera juga demi menghindari hilangnya insting alamiah mereka. "Kalau instingnya masih ada, diharapkan dia bisa bertahan hidup di alam liar."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Dian menambahkan, jika ular mengalami luka akibat perlakuan yang salah ketika ditangkap, sebaiknya dirawat dulu di dokter hewan. Klinik hewan DRD milik Dian, di Surabaya Barat, dalam beberapa bulan terakhir juga sibuk dengan kegiatan penyelamatan ular liar yang masuk ke permukiman warga. "Kami punya tim sendiri untuk evakuasi ular," kata Dian.
Salah satu kasus unik yang pernah didapati adalah temuan ular viper (Trimeresurus insularis) yang sangat berbisa. Saat menemukan ular ini, Dian tak segera melepas-liarkan kembali ular itu karena pertimbangan habitat yang sesuai untuk menjadi lokasi pelepas-liaran. "Kami informasikan dulu kepada teman-teman yang fokus terhadap ular berbisa, apakah mau merawat ular tersebut."
Tidak hanya ular dewasa, sebagai hewan yang tak bergantung pada induknya ataupun bersarang, ular yang baru menetas juga bisa dilepas begitu saja. "Bayi ular itu sudah punya insting untuk mencari makan sendiri." Meski begitu, ia mengatakan, pemilihan habitat tidak bisa sembarangan, harus sesuai dengan karakternya. Ada ular yang hanya hidup di atas pohon, melata di atas tanah, atau justru lebih senang di daerah berair. "Keberadaan makanan alaminya juga harus dipastikan," ujar Dian.
Namun, jika menemukan ular berbentuk embrio di dalam telur, itu harus diperlakukan berbeda. Posisi telur mesti dibiarkan di lokasi itu, jangan dipindahkan. Meskipun mayoritas ular tak mengerami telurnya, induk ular sudah memilih lokasi yang pas untuk calon anaknya itu. "Tapi, kalau telurnya ditemukan di tempat yang rawan terkena hujan atau banjir, sebaiknya diselamatkan."
Caranya, kata Dian, dengan menyimpan di dalam kotak yang kedap udara dan tak terlalu lembap. "Biasanya di toko hewan ada media khusus untuk mengerami telur ular," kata dia. Telur ular akan menetas dalam waktu 45-70 hari. Telur yang sehat biasanya terlihat dari permukaannya yang sedikit berembun. Jika sudah menetas, ular bisa dilepaskan ke habitatnya yang sesuai.
Namun dia mengingatkan, kendati masih berupa bayi dan berukuran kecil, ular juga menyimpan potensi bahaya. Pada jenis ular berbisa, kandungan bisa ular sudah ada sejak bayi. Gigitan bayi ular pun, kata Dian, bisa lebih berbahaya ketimbang gigitan ular dewasa. Pasalnya, bayi ular berbisa belum punya kemampuan mengatur kekuatan gigitan dan semburan bisa. "Bayi ular akan menyemburkan bisa sebanyak-banyaknya ketika menggigit. Bagi manusia, ini bisa fatal."
PRAGA UTAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo