Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Para pelaut Indonesia yang bekerja di kapal ikan Taiwan di laut lepas diduga berangkat secara ilegal. Berdasarkan investigasi Tempo, mereka biasanya tak punya visa kerja, berbekal buku pelaut palsu, dan diberangkatkan oleh agen pengirim anak buah kapal (ABK) yang tak memiliki izin dari Kementerian Perhubungan.
Menurut catatan Kementerian, sampai November tahun lalu, hanya 72 perusahaan yang terdaftar memiliki surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK). Itu pun sebagian besar adalah agen pengirim ABK niaga, seperti awak kapal pesiar atau kargo.
PT Jangkar Jaya Samudera, agen pengirim ABK yang berkantor di Pemalang, Jawa Tengah, mengakui memang tak punya izin. "Aku sendiri bingung," kata Rudi Setiawan, Komisaris PT Jangkar, Desember tahun lalu. Perusahaan hanya punya surat izin usaha perdagangan (SIUP) dari Kementerian Perdagangan. Rudi enggan mengurus surat izin dari Kementerian Perhubungan karena menganggap persyaratan yang ada lebih cocok untuk agen pengirim ABK niaga.
Ada 12 syarat yang harus dilengkapi oleh agen agar izin turun dari Kementerian Perhubungan. Di antaranya, agen mesti menyerahkan salinan data pelaut yang telah ditempatkan di atas kapal dan salinan perjanjian dengan pemilik kapal. Menurut juru bicara Kementerian Perhubungan, Bambang S. Ervan, syarat-syarat tersebut justru dipasang untuk melindungi ABK.
Ketua Indonesia Manning Agencies Association, Herman, mengatakan lebih dari 40 agen di Tegal dan Pemalang tak punya SIUPPAK. "Memang saya yang menyarankan agar tidak mengurus SIUPPAK," katanya. "Kami ini agen penyalur untuk pelaut kapal perikanan, fisherman. Beda lho dengan seafarer."
Menurut Kementerian Perhubungan, ABK ikan yang melaut dengan kapal asing masuk kategori pelaut atau seafarer, bukan nelayan atau fisherman. Dengan demikian, setiap pelaut yang dikirim mesti memiliki keterampilan dasar melaut, seperti pelatihan keselamatan dasar. Adapun fisherman merupakan sebutan bagi ABK ikan yang beroperasi di Indonesia. Sektor ini dipimpin oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dari agen pengirim bodong itulah para pelaut mendapatkan buku pelaut palsu. Riski Sugito, ABK yang turun dari kapal tahun lalu, mengatakan tak mengurus pembuatan buku pelautnya di kantor syahbandar, yang berada di bawah Kementerian Perhubungan. "Cuma foto di kantor agen, besoknya langsung jadi," tutur Riski Sugito, yang pulang berlayar pada awal 2016. Riski juga tak mengikuti pelatihan keselamatan dasar biasanya berlangsung 3-5 hari yang menjadi syarat utama pembuatan buku pelaut.
Bambang S. Ervan dari Kementerian Perhubungan menyatakan buku pelaut susah dipalsukan. "Buku pelaut yang asli dicetak Peruri," katanya. "Ada sejumlah tanda pengaman yang tak bisa ditiru oleh pemalsu." Salah satunya, nomor buku dibolongi dengan laser sehingga bagian kertas yang berlubang tersebut tetap halus bila diraba. IRSYAM FAIZ | ANTON SEPTIAN
Dua Status Awak Kapal
Sama-sama bekerja di laut tapi perlindungan dan nilai gajinya berbeda. Dalam dunia pelayaran, dikenal dua jenis pelaut, yakni "ABK lokal" dan "ABK LG" kependekan dari letter of guarantee. Dalam kasus Taiwan, ini perbedaan mereka.
ABK lokal
Bekerja di kapal berbendera Taiwan dan berlayar di perairan Taiwan.
Dokumen pelayaran legal.
Menggunakan visa kerja.
Tercatat resmi sebagai TKI perikanan di Taiwan.
Dilindungi Undang-Undang Tenaga Kerja Taiwan.
Gaji dalam bentuk dolar Taiwan, setara dengan sekitar US$ 600.
Mendapat asuransi kesehatan dan kartu identitas tinggal bagi orang asing.
ABK LG
Berlayar di perairan internasional dengan kapal berbendera Taiwan.
Menggunakan visa kunjungan sementara dan surat jaminan (letter of guarantee) dari perusahaan perekrut.
Sebagian berangkat dengan dokumen pelayaran ilegal.
Tak tercatat di Kementerian Tenaga Kerja Taiwan dan tidak terdata di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei.
Tak dilindungi undang-undang sehingga rentan diperlakukan dengan buruk di kapal.
Gaji mencapai US$ 300-400 per bulan dalam bentuk dolar Amerika Serikat.
Tak mendapat asuransi kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo