Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kebenaran tak berubah karena ia diyakini, atau tak diyakini, mayoritas orang."
Bruno
Di akhir abad ke16, ketika agama menguasai segala hal tapi cemas menyaksikan segala hal, ketika di sekitarnya keyakinan tak lagi utuh, Giordano Bruno dihukum bakar hiduphidup oleh Gereja Katolik. Ia dianggap sesat dari kebenaran ajaran.
Kini, di abad ke21, ketika di sebagian dunia agama juga cemas akan segala hal, kebenaran menghadapi krisis: ia hanya dikukuhkan suara mayoritas.
Ada transkrip katakata Aasiya Noreen, seorang perempuan yang kini disekap di sebuah sel di penjara Pakistan:
Aku menangis sendirian.... Tak tahan aku melihat orangorang penuh kebencian, bersoraksorai.... Aku tak lagi memandang ke arah mereka, tapi masih kudengar suara itukerumunan orang yang bertempiksorak untuk hakim yang memutuskan vonis itu berteriak, "Allahu Akbar!" ....Dan aku pun dilontarkan seperti kantong sampah ke dalam mobil.... Di mata mereka, aku bukan manusia.
Aasiya, atau Asia Bibi, dituduh menghina Nabi Muhammad. Ia Katolik.
Bibi lahir di udik Distrik Sheikhupura, di Punjab. Seperti kebanyakan orang Nasrani di situ, ia miskin dan cari nafkah dari menjadi tukang cuci atau tukang sapu. Bibi sendiri buruh ladang. Dengan suaminya yang sekarang, Ashiq, ia punya dua anak, sementara dari suaminya yang terdahulu, tiga.
Hanya keluarga itu yang beragama Kristen di dusun itu.
Tak diketahui bagaimana pula hubungan mereka umumnya dengan tetangga. Tapi pada suatu hari ada pertengkaran. Ujungnya fatal.
Juli 2009, di ladang, Bibi disuruh mengambil air di perigi di dekat situ. Ia berangkat, tapi ia sempat berhenti minum sebentar; ia menemukan sebuah cangkir logam dan memakainya. Tetangganya yang bersengketa dengannya melihat hal itu. Ia menghardik: seorang Kristen tak boleh minum air dari cangkir orang Islam. Para buruh tani yang lain ikut menimpali: "Kamu kotor, kamu Kristen."
Menurut cerita Bibi, mereka juga mencemooh agamanya; maka ia membalas: "Aku percaya kepada Yesus Kristus, yang mati di salib untuk menebus dosa umat manusia. Nah, nabimu, Muhammad, pernah melakukan apa buat menyelamatkan umat manusia?"
Saya tak tahu bagaimana persisnya kata yang dilontarkan di ladang itu, tapi segera Bibi dituduh menghina Rasulullah. Rumahnya didatangi ramairamai dan ia dipukuli. Polisi datang menyelamatkannya; maksudnya: menahannya. Ia ditahan selama setahun sebelum tuduhan resmi disampaikan.
November 2010, ia diadili. Hakim menjatuhkan hukuman mati: Bibi harus digantung dan didenda senilai $ 1.100. Pengunjung bersoraksorai. Ibu lima anak itu hanya menangis.
Atas perintah Presiden Asif Ali Zardari, Gubernur Punjab Salman Taseer menyelidiki kasus ini. Kesimpulannya: jika Pengadilan Tinggi tetap menghukum gantung perempuan itu, Kepala Negara akan memberinya amnesti. Rekaman pengadilan memperlihatkan banyak kesaksian yang tak konsisten.
Tapi penjaga hukum tak peduli. Bibi disekap di sel 2,4 x 4,0 meter yang tak berjendela. Ia dipisahkan dari tahanan lain, kata seorang petugas bui, karena si "penghina Nabi" bisa dikeroyok dan dibunuh.
Pengacaranya naik banding, tapi 16 Oktober 2014, Pengadilan Tinggi Lahore mengukuhkan hukuman mati itu. Di Mahkamah Agung, setengah tahun kemudian, diputuskan pelaksanaan hukuman mati ditunda sampai proses bandingnya selesai.
Aktivis hak asasi manusia Pakistan, Ali Dayan Hasan, memandang semua itu dengan masygul. "Undangundang itu menciptakan prasarana hukum yang sering dipakai... untuk mengintimidasi, memaksa, melecehkan, dan menindak." Yang sering terkena: mereka yang nonmuslim.
Yang nonmuslim memang sedikit, dan kawan Bibi makin sedikit. Awal Januari 2011, Gubernur Taseer, yang menyatakan akan melindunginya, dibunuh dengan 28 tembakan. Pembunuhnya seorang pengawalnya sendiri. Pengawal itu dihukum mati, tapi 500 ulama menyebutnya sebagai muslim yang menjaga tradisi 1.500 tahun.
"Aku menangis sendirian," Bibi berkata. Ketika mendengar Taseer tewas, ia tersedusedu: "Orang itu datang kemari dan mengorbankan nyawanya untukku."
Dan korban tak berhenti. Anak lelaki Taseer yang berumur 28 tahun diculik; baru lima tahun kemudian dilepas. Ia juga tak luput dari ancaman dibunuh. Menteri urusan minoritas, Shahbaz Bhatti, satusatunya orang Kristen dalam kabinetyang menyatakan ingin menghapus undangundang penistaan agamaditembak mati di awal Maret 2011.
Ketakutan merata. Di Rawalpindi, ratusan orang turun ke jalan berseru menghendaki Bibi mati segera. "Gantung dia, gantung dia!" Seorang ulama menyatakan akan menghadiahi siapa saja yang mau membunuh Bibi dengan uang senilai $ 10 ribu.
Apa masa depan perempuan itu selain dibunuh? Ashiq, suaminya, tak tahu ke mana Bibi akan tinggal seandainya pun dibebaskan. Di sana, Tuhan memihak kepada yang meyakiniNya memihak. Tapi yang diyakini kebenaranNya. Bukan sifat PengasihNya. GOENAWAN MOHAMAD
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo