Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Air ledeng atau sumur

Masalah pengadaan air ledeng dan kebutuhan penduduk akan air bersih di beberapa kota. air ledeng masih sulit didapat. kemampuan pam selalu tak seimbang dengan kebutuhan penduduk.(kt)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AIR bersih alias air ledeng rupanya masih tetap menjadi barang langka. Di kota-kota besar di Indonesia, kebanyakan penduduk masih harus menghirup air sumur, bahkan air sungai -- atau harus antre memperebutkan beberapa kaleng air bersih dari keran-keran umum. Tapi di Kota Sala pihak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sedang menghadapi satu masalah. Sejak akhir Maret lalu sepanjang 27,6 km pipa transmisi air sudah menjulur dari sumber air Cokrotulung ke dalam kota. Pipa ini direncanakan dapat mengalirkan air ke 1.100 rumah penduduk pelanggan baru. Namun sampai awal bulan ini, hanya 350 buah rumah yang mau menjadi pelanggan. Mengapa? Menurut pihak penduduk, calon pelanggan masih enggan mencatatkan diri karena pipa distribusi maupun pipa tersier yang akan mencurahkan air ke rumah mereka, sampai sekarang belum terpasang. Direktur PDAM Sala, R. Soedarto membenarkan hal itu. Pihak Departemen PU di Jakarta tak membantahnya. "Karena alokasi anggaran untuk itu belum mencukupi," kata Kepala Humas Departemen PU, Soenarko. Namun tak lupa ia menambahkan, pemasangan pipa distribusi dan pipa tersier air minum di Sala ditangguhkan, karena masih menunggu jumlah pasti pelanggan baru di kota itu. Tapi Soedarto, dari PDAM Sala, sebaliknya berpendapat, jumlah pasti pelanggan baru akan didapat jika pipa-pipa itu sudah terpasang. "Penduduk Sala bukan tidak butuh air bersih, tapi semata-mata karena pipa PDAM belum tersambung ke rumah mereka," ungkap Soedarto. Dengan penduduk hampir « juta jiwa, pelanggan lama air ledeng di Kota Sala telah tercatat sekitar 7.000 orang. Sebagian besar penduduk masih tetap menimba air dari sumur-sumur. Tapi dengan melihat bahwa setiap ada kesempatan bagi langganan baru air bersih di kota-kota lain selalu menjadi rebutan penduduk, ada pihak di Sala menduga calon pelanggan baru di kota itu tidak mampu membayar tarif pemasangan. Padahal tarif itu sendiri telah ditentukan Rp 50.000, dapat dicicil selama 2 tahun dengan uang muka Rp 10.000. Tak seorang calon pelanggan baru yang mau mengomentari tarif itu. Pemerintah memang merencanakan pemerataan pengadaan air bersih untuk 3.000 kecamatan di seluruh Indonesia. Tapi sementara itu tak sedikit masalah timbul sehubungan dengan rencana itu. Di Banda Aceh terjadi kasus penipuan yang dilakukan oleh seorang bernama Ucok. Dia mengaku pegawai PAM, membawa map plastik, mendatangi rumah penduduk sambil menawarkan penyambungan instalasi air. Pemuda itu berhasil menggaet ratusan ribu rupiah, sebelum ia diciduk polisi Kores Banda Aceh, akhir Maret silam. Hal itu terjadi karena penduduk sudah lama menunggu giliran didatangi petugas PAM dan Ucok menggunakan kesempatan itu dengan baik. Untuk mencegah meluasnya penipuan, sekarang tiap pegawai PAM diharuskan membawa kartu pengenal. Minat penduduk Banda Aceh akan air bersih sebenarnya cukup besar. Sayang dari 4.000 orang yang mendaftar, baru 1.600 yang dapat dilayani. Masyarakat lebih tergiur karena biaya pemasangan cuma Rp 25.000. Drs. Hasballah Sulaiman Kepala PAM di kota itu mengatakan bahwa sebenarnya 4.000 peminat bisa dilayani, apalagi mereka tidak keberatan membayar biaya pemasangan. Tapi PAM sendiri tidak sanggup membenahi jaringan distribusinya, terlebih untuk penduduk yang rumahnya jauh dari pipa. Kesulitan lain di Banda Aceh adalah dualisme yang berlarut-larut. Proyek Air Minum Lambaro yang terletak 8 km dari Banda Aceh dengan kapasitas 220 liter per detik, belum diserahkan pengelolaannya pada PAM Banda Aceh -- meskipun proyek itu sudah selesai dan akan diresmikan Presiden Soeharto Juni 1981. Proyek ini sekarang masih dikuasai kontraktornya. PAM Tirtanadi di Medan baru mampu melayani 30%-40% kebutuhan penduduk. Tapi keadaan menjadi lebih rawan karena pelanggan-pelanggan baru masih terus diterima. Rebutan air pun terjadi. Pelanggan yang mampu tak segan-segan menggunakan mesin pengisap, hingga air mengucur deras dari kerannya. Tetangga yang kurang mampu terpaksa gigit jari. Pencurian air secara terbuka bahkan terjadi tiap hari di Jl. A. Yani VII, tak jauh dari pusat Kota Medan. Banyak wanita menjinjing ember, mengerumuni pipa air yang tertanam di bawah permukaan tanah. Pipa itu, entah bagaimana, dikerat dan air pun muncrat, langsung disedot selang plastik yang dengan cekatan dihubungkan ke ember. Bak air umum sekitar situ sudah tidak bisa dimanfaatkan, karena air tidak bisa memanjat ke atas. Tekanannya terlalu lemah. Itu juga yang langsung terasa di Kompleks Perumnas Mandala dan Helvetia. Setahun terakhir ini, air ledeng baru menetes di sana sesudah pukul 10 malam ke atas. Kerawanan itu belum cukup. PAM Tirtanadi, entah karena alasan apa, sejak tahun lalu menggunakan badan perantara untuk pemasangan baru. Tentu saja hal ini bertentangan dengan fungsi PAI sebagai perusahaan yang melayani kepentingan umum. Sebab dengan adanya badan perantara, tak ayal lagi tarif pemasangan melejit dari Rp 262.020 menjadi Rp 315.000. Itwilda (Inspektorat Wilayah Daerah) Sum-Ut pada 1980 melakukan penelitian atas diri para pejabat PAM, yang kemudian dilanjutkan oleh Opstibda Sum-Ut. Tapi rupanya belum membuahkan perbaikan. Sehingga tahun lalu 400 pelanggan protes pada Gubernur Tambunan, karena tarif untuk pelanggan di tengah kota dinaikkanmenjadiRp 225 per meter kubik -- padahal tarif sebenarnya hanya Rp 30. PAM Tirtanadi mempunyai 2 sumber air, di Lau Kaban Sibolangit dan Sunggal. Untuk mengatasi keperluan yang sangat mendesak, dewasa ini sedang disiapkan satu unit konstruksi di Sunggal dengan kapasitas 300 liter per detik. Juga akan dibangun 5 sumur bor, dengan catatan, jika saja semua sarana air berlebih itu berfungsi, kebutuhan Medan akan air bersih toh baru 60% dapat dipenuhi. Kondisi pengadaan air bersih di Bukittinggi tidak lebih baik. Dari 75.000 penduduk, baru 70% yang mendapat air bersih, itu pun secara bergiliran. Beberapa konsumen mengatakan, "kami hanya mendapat air 2 sampai 4 jam sehari dan tidak menentu, bisa malam bisa pagi." Saluran air minum pertama di kota ini dipasang 75 tahun yang lalu, tapi kemudian berkembang menjadi 4 saluran dari 2 sumber Sungai Tanang dan Cengkareng. Kapasitas air yang 70 liter per detik itu menurut Walikota Drs. H. Umar Gafar ternyata tidak cukup -- antara lain karena banyak pipa rusak, bocor, sedang jumlah penduduk meningkat. Karena itu pula pada tahun anggaran 79/80 dilakukan penggantian pipa dan penambahan saluran baru dengan kapasitas 320 liter per detik. "Ini baru dalam tahap percobaan," kata Umar Gafar. Untuk wilayah kota yang penduduknya berpenghasilan rendah telah disiapkan 32 keran umum. Kemampuan PAM Kodya Cirebon lebih terbatas. Dari 2.500 calon pelanggan, yang bisa dilayani tahun ini baru 150 orang. Semarang yang berpenduduk 1,5 juta jiwa mendapat pelayanan air dengan. kapasitas 800 liter per detik. Itu pun sering terganggu karena banyak jaringan tua yang bocor di sana-sini. Pengadaan air bersih di Jakarta agaknya masih lebih baik. Tapi seperti umumnya di kota-kota Indonesia, pengadaan itu masih terasa belum merata. Memang awal April ini diharapkan sebuah mini plant -- Sunter -- dengan debit 50 liter per detik sudah dapat melayani penduduk Jakarta Barat. Menyusul 2 miniplant lain untuk Jakarta Timur dan akarta Selatan. Dengan demikian ada delapan instalasi air bersih untuk 6,5 juta penduduk DKI Jakarta. Tapi semua itu belum sampai memenuhi kebutuhan 50% penduduk DKI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus