ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Jakarta kembali menggugat, Rabu pekan kemarin. Menggandeng 12 pengacara yang tergabung dalam Komite Pembela Kebebasan Pers, AJI lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengajukan legal standing kepada Kepala Kepolisian RI, Kapolda Metro Jakarta, Kapolres Jakarta Pusat, dan Kapolsek Menteng. Alasannya, polisi dinilai membiarkan tindak kekerasan oleh anak buah bos Artha Graha, Tomy Winata, terhadap awak Majalah TEMPO pada 8 Maret lalu.”Mereka dipukul, ditendang, dilecehkan, tapi polisi yang menyaksikan diam saja,” ujar Azas Tigor Nainggolan, juru bicara tim pengacara. Surat gugatan diterima Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, M.A. Mujahid, dan langsung mendapat nomor register perkara 149/Pdt.G.2003/PN Jak-Pus. Gugatan serupa pernah dimenangi AJI dalam kasus jurnalis Warta Kota, Edy Haryadi, atas Gubernur Sutiyoso.
AJI menilai sikap polisi bertentangan dengan sejumlah undang-undang. Disebut antara lain Pasal 2 Undang-Undang No. 2/2002, yang mewajibkan polisi memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, melindungi dan mengayomi masyarakat. Disebut pula Pasal 7 huruf c Undang-Undang No. 9/1998 tentang Kewajiban Aparat Mengamankan Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum. AJI juga menunjuk Pasal 4 Undang-Undang No. 40/1999 tentang Jaminan Kemerdekaan Pers dalam Mencari, Memperoleh, dan Menyebarluaskan Gagasan dan Informasi.
”Kami minta agar tergugat meminta maaf kepada jurnalis yang menjadi korban kekerasan dan kepada AJI Jakarta, dan mengakui telah bertindak tidak profesional secara terbuka di media cetak, TV, dan radio, serta memasukkan undang-undang tentang pers dalam kurikulum pendidikan polisi,” ujar Bayu Wicaksono, Ketua Koordinator Departemen Advokasi AJI Jakarta.
AJI juga meminta Komisi Hukum dan HAM DPR mengaudit berbagai dana yang diterima polisi dari pihak swasta, termasuk dari Tomy Winata. Mereka khawatir, dana di luar anggaran itu akan mengganggu profesionalisme polisi.
Di teras Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, puluhan jurnalis berdemo dengan membentangkan spanduk ”Lawan Premanisme, Tolak Kekerasan”. Mereka juga membagikan poster menentang aksi kekerasan dan premanisme terhadap pekerja pers.
Adi Prasetya, Dwi Arjanto, Adi Mawardi, Rofiqi Hasan (Tempo News Room)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini