PAGI hari 14 Desember 1975 baru lalu Panglima Operasi Karya
Bhakti, Marsekal Muda TNI Wiriadinata di hadapan barisan truk
sampah Dinas Kebersihan DKI di halaman Balai Kota Jakarta
mengumumkan pernyataan "perang". Serentak dengan itu di seluruh
wilayah DKI, para Walikota dalam kedudukannya sebagai Komandan
Operasi mengeluarkan perintah yang sama. Namun sebelum perintah
perang itu keluar penduduk ibukota rupanya sudah mulai
"bertempur" membersihkan sampah-sampah yang ada di halaman
ataupun selokan yang ada di sekitar rumahnya. Tak urung ketika
Panglima yang dulunya adalah Panglima Kopasgat, melakukan
peninjauan ke daerah-daerah operasi keadaan jalan-jalan terutama
di bilangan jalan protokol nyaris sepi dari sampah. Di Kantor
Walikota Jakarta Pusat, tempat pertama yang ditinjau Panglima
Operasi, barisan yang akan membersihkan daerah tak bertuan alias
tempat-tempat yang tak termasuk rumah, kantor dan sekolah baru
akan bergerak. "Bantuan masyara"kat sangat besar dalam
pelaksanaan operasi ini", tutur A. Moesyanif Wakil Walikota
Jakarta Pusat dalam laporannya kepada Wiriadinata. Tujuh puluh
empat buah truk dan 40 buah Colt di antara kendaraan yang turut
dalam operasi hasil sumbangan masyarakat, tambah Moesyanif.
"Sengaja disebut perang, karena dalam perang orang akan membenci
musuhnya dan sekaligus berusaha nenghancurkannya", kata Tjetje
Rachman menjawab pertanyaan pers. Bahkan dengan dimulainya
perang ini, Peraturan Daerah no 3 tahun 72 tentang Ketertiban
Umum Dalam Wilayah DKI Jakarta yang menyangkut hal kebersihan
mulai segera dilaksanakan (TEMPO 22 Nopember 75). "Mulai
sekarang- bagi setiap pelanggaran terhadap peraturan itu akan
ditindak", kata Wagub DKI Wiriadinata. Meskipun demikian
Wiriadinata juga menyadari bahwa menindak pelanggar pasal
kebersihan dari Peraturan Daerah itu tak segampang yang
dibayangkan. Hari itu juga ketika bis yang ditumpangi Panglima
Operasi dan rombongan sedang melewati jalan Kramat Raya, tak
urung penumpang dari sebuah mobil Mazda yang ada di depan bis
tersebut membuangkan kulit manggis ke jalan raya. Ini jelas
melanggar peraturan yang berlaku. Dengan spontan Panglima
memerintahkan supir bis mengejar mobil tersebut, "hentikan
kendaraan itu", perintahnya pula pada Tjetje Rachman yang duduk
di sebelahnya. Dan ketik mobil Mazda itu tertangkap, baik
Wiriadinata maupun Tjetje hanya bisa menasehati pengendara dan
penumpang mobil tersebut, "jangan ulangi lagi ya". ucap
Wiriadinata.
Kenyataan serupa itu memang cukup? merepotkan, ini juga diakui
oleh Tjetje. "hal ini akan saya laporkan pada Gubernur untuk
dicarikan pemecahannya" katanya. Untuk mengambil SIM pengemudi
tersebut tentu saja saya tak berhak, tambahnya, dan kalau cara
serupa itu dilakukan di jalanan bukan tak mungkin akan
mengganggu lalu lintas yang malah bisa merugikan. Di sinilah
Tjetje akhirnya berkesimpulan bahwa yang paling utama adalah
membangkitkan kesadaran masyarakat. Dan ini tentu saja sesuai
dengan maksud dinyatakannya perang terhadap sampah seperti
yang dikemukakan Panglima Operasi: "minimal kejadian hari ini
akan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya sampah".
Apalagi bila melihat bimana besarnya partisipasi masyarakat
yang menurut laporan dari kelima Walikota sekitar 451 ribu lebih
rakyat yang ikut ambil bagian dalam operasi tersebut Sedang
kendaraan yang digunakan sebanyak 518 buah, separo di
antaranya hasil sumbangan masyarakat di samping 9200 buah
gerobak turut melayani pembuangan sampah-sampah yang menurut
Tjetje "hari ini sampah keluar semuanya". Tak tanggung-tanggung
Jakarta yang setiap harinya menghasilkan 7500 meterkubik sampah,
hari ini meningkat sekitar 300%", ujar Tjetje.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini