Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Memilih Panas Matahari

Pedagang kakilima memenuhi trotoar di kota bandung meski telah tersedia tempat penampungan di ciroyom dan bandung timur. Harga kios tak terjangkau, mereka memilih trotoar dengan resiko kena razia. (kt)

27 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELAKANGAN ini kota Bandung makin dipenuhi pedagang kakilima. Hampir tak ada trotoar yang luput dari gelaran tikar. Mulai dari buah-buahan sampai barang kelontong tergelar menanti pembeli dengan harga melawan toko-toko. Padahal Pemda Kotamadya Bandung sudah menyediakan tempat penampungan mereka di Ciroyom dan di Bandung Timur. "Mereka tak mau memanfaatkannya", ucap Umar Akbar BA, Wakil Kepala Humas Kodya Bandung kepada Sunarya Hamid dari TEMPO. Tapi, seperti juga terjadi di berbagai kota, tersedianya kios belum berarti siapnya pedagang untuk menempati. Soal tak sebandingnya modal yang tersedia dengan harga kios yang harus dibayar membuat hampir sebagian besar pedagang ekonomi lemah - yang biasanya pribumi--siap berjemur di panas matahari agar keluarga yang di rumah bisa memperpanjang hidupnya. "Dari uang saya bisa dapat uang ratusan ribu, modal saja tak sampai Rp 10 ribu", ujar seorang pedagang mangga yang berjualan di jalan Ahmad Yani. Bagaimana Bisa Di satu pihak ada larangan mempergunakan jalan sebagai tempat bekerja, seperti yang termuat dalam Peraturan Daerah no 8A/PD/72. Di pihak lain Pemda masih juga memungut uang retribusi, tak perduli pada pedagang kakilima yang konon dalam aturan tersebut termasuk kerja yang dilarang. "Mereka memang dipungut bayaran", kata Umar Akbar. Tapi, tambahnya, tak berarti ada pengakuan dari Pemda bahwa mereka boleh berjualan di kaki lima. Lalu untuk apa itu uang, "ini salah satu jalan keluar", ujar Umar pula sambil menjelaskan bahwa dengan banyaknya pedagang kakilima itu, sampahpun banyak yang berserak dan ini membutuhkan pembersihan Nah, uang ini untuk biaya membersihkan kotoran yang ditinggalkan pedagang-pedagang tersebut. Belum lagi yang berkaitan dengan lalu-lintas. Ramainya pedagang kakilima menggunakan jalan yang seharusnya untuk pejalan kaki menyebabkan jalan kenderaan terdesak oleh manusia. "Ini sangat mengganggu lalu-lintas", ujar umar. Bahkan menurutnya tak jarang kecelakaan lalulintas terjadi karena dipenuhinya trotoar itu oleh pada pedagang kaki lima. Karena itu pula, dalam mengatasi makin membanyaknya pedagang kaki lima ini Pemda Kodya Bandung secara berkala setiap minggu melakukan razia, tutur Umar. Namun ini tak berarti berkurangnya pedagang yang menjajakan barang itu, kami kan harus hidup', ujar seorang anak muda. "Dari pada mencuri kan lebih baik kejar-kejaran dengan petugas", tambahnya. Cuma kalaupun mereka ketangkap tak akan membuat mereka kapok untuk berdagang lagi. "Walaupun terasa berat mengeluarkan uang Rp 200 untuk bisa bebas. hal itu teraksa kami lakukan", tambahnya. Hanya sayangnya uang itu akan masuk ke Kas pemerintah tapi masuk ke kantong petugas, keluhnya sambil menceritakan penghasilannya yang kadang-kadang sehari hanya Rp 300. Sebab itu pulalah maka bila ada tawaran yang mempersilakan mereka untuk mencicil kios terpaksa mereka tolak. "Bagaimana kani bisa mencicil kalau keuntungan seharinya pas-pasan untuk makan yang paling sederhana", ujar anak muda itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus