BELAKANGAN ini kota Bandung makin dipenuhi pedagang kakilima.
Hampir tak ada trotoar yang luput dari gelaran tikar. Mulai dari
buah-buahan sampai barang kelontong tergelar menanti pembeli
dengan harga melawan toko-toko. Padahal Pemda Kotamadya Bandung
sudah menyediakan tempat penampungan mereka di Ciroyom dan di
Bandung Timur. "Mereka tak mau memanfaatkannya", ucap Umar Akbar
BA, Wakil Kepala Humas Kodya Bandung kepada Sunarya Hamid dari
TEMPO. Tapi, seperti juga terjadi di berbagai kota,
tersedianya kios belum berarti siapnya pedagang untuk
menempati. Soal tak sebandingnya modal yang tersedia dengan
harga kios yang harus dibayar membuat hampir sebagian besar
pedagang ekonomi lemah - yang biasanya pribumi--siap berjemur di
panas matahari agar keluarga yang di rumah bisa memperpanjang
hidupnya. "Dari uang saya bisa dapat uang ratusan ribu, modal
saja tak sampai Rp 10 ribu", ujar seorang pedagang mangga yang
berjualan di jalan Ahmad Yani.
Bagaimana Bisa
Di satu pihak ada larangan mempergunakan jalan sebagai tempat
bekerja, seperti yang termuat dalam Peraturan Daerah no
8A/PD/72. Di pihak lain Pemda masih juga memungut uang
retribusi, tak perduli pada pedagang kakilima yang konon dalam
aturan tersebut termasuk kerja yang dilarang. "Mereka memang
dipungut bayaran", kata Umar Akbar. Tapi, tambahnya, tak berarti
ada pengakuan dari Pemda bahwa mereka boleh berjualan di kaki
lima. Lalu untuk apa itu uang, "ini salah satu jalan keluar",
ujar Umar pula sambil menjelaskan bahwa dengan banyaknya
pedagang kakilima itu, sampahpun banyak yang berserak dan ini
membutuhkan pembersihan Nah, uang ini untuk biaya membersihkan
kotoran yang ditinggalkan pedagang-pedagang tersebut. Belum lagi
yang berkaitan dengan lalu-lintas. Ramainya pedagang kakilima
menggunakan jalan yang seharusnya untuk pejalan kaki menyebabkan
jalan kenderaan terdesak oleh manusia. "Ini sangat mengganggu
lalu-lintas", ujar umar. Bahkan menurutnya tak jarang kecelakaan
lalulintas terjadi karena dipenuhinya trotoar itu oleh pada
pedagang kaki lima.
Karena itu pula, dalam mengatasi makin membanyaknya pedagang
kaki lima ini Pemda Kodya Bandung secara berkala setiap minggu
melakukan razia, tutur Umar. Namun ini tak berarti berkurangnya
pedagang yang menjajakan barang itu, kami kan harus hidup', ujar
seorang anak muda. "Dari pada mencuri kan lebih baik
kejar-kejaran dengan petugas", tambahnya. Cuma kalaupun mereka
ketangkap tak akan membuat mereka kapok untuk berdagang lagi.
"Walaupun terasa berat mengeluarkan uang Rp 200 untuk bisa
bebas. hal itu teraksa kami lakukan", tambahnya. Hanya
sayangnya uang itu akan masuk ke Kas pemerintah tapi masuk ke
kantong petugas, keluhnya sambil menceritakan penghasilannya
yang kadang-kadang sehari hanya Rp 300. Sebab itu pulalah maka
bila ada tawaran yang mempersilakan mereka untuk mencicil kios
terpaksa mereka tolak. "Bagaimana kani bisa mencicil kalau
keuntungan seharinya pas-pasan untuk makan yang paling
sederhana", ujar anak muda itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini