Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Akhir perjalanan seorang jagal

Kisah petualangan bekas kepala intel nazi jerman di lyons (prancis), klaus barbie, selama 30 th diburu dan kini dijebolkan ke penjara montluc. melakukan pembunuhan terhadap 4000 lebih rakyat prancis.(sel)

5 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUKANG jagal dari Lyons. Orang itu bernama Klaus Barbie, dan mungkin anda sudah mengikuti beritanya yang cukup riuh: usaha yang tak kenal letih--dan sukses--untuk menyeret begundal itu ke depan mahkamah. Dahulu, sambil kelonan dengan seorang lonte, Barbie menyuruh menghajar seorang tahanan sampai pingsan. Dan untuk menyadarkannya kembali orang malang itu diceburkan ke dalam kolam. Suatu ketika, seorang anak direnggut dari sisi ibunya, lalu dikirim ke kamar gas. Lain kali ia mengunci 100 murid di ruangan sekolah--kemudian membakar dan meledakkan gedung itu dengan dinamit. Itu sebagian saja dari contoh-contoh kebiadaban khas 'Kerajaan Ketiga' Jerman Raya di bawah Hitler. Dan untuk Lyons, Prancis, Barbie-lah biang keroknya. Menjabat kepala intel Nazi Jerman antara 1942 dan musim panas 1944 di kota itu, ia memiliki "reputasi cemerlang". Melakukan 4.342 pembunuhan dan memberikan 7.591 perintah pengiriman tahanan ke kamp-kamp kematian. Jean Moulin, kepala gerakan bawah tanah Lyons, disiksanya habis-habisan sebelum menemui ajal di tangannya sendiri . Usai perang, Klaus Barbie kabur. Sempat dua kali ditangkap, tapi untuk setiap kali ia berhasil meloloskan diri. Dua kai pula Mahkamah Militer Lyons menghukumnya mati tanpa kehadirannya--16 Mei 1947 dan 26 November 1954. Hukuman mati yang tidak mematikan tentu saja membuat orang lebih penasaran. Banyak orang terus melacak dan memburunya-termasuk Serge Klarsfeld, ahli hukum Prancis. Dan perburuan 30 tahun itu berakhir Februari kemarin, ketika Barbie benar-benar bisa dijebloskan kembali ke dalam tahanan Kota Lyons. Kali ini untuk yang terakhir, tentu orang toh tak mau kehilangan tongkat sampai tiga kali. Lahir di Bad Godesberg, Jerman, 25 Oktober 1913, Barbie tergolong masih muda ketika ia mencatatkan diri sebagai anggota Pemuda Hitler (Hitler Jugend) di bawah nomor 272-284. Usianya malah baru 29 tahun ketika ia sudah menjadi kepala Seksi IV Gestapo di Lyons, dengan tugas khusus menumpas gerakan perlawanan bawah tanah (Resistance). Ia bermarkas di Hotel Terminus. Dan gedung itu segera menjadi rumah penyiksaan. Predikat 'tukang jagal' sudah sejak itu pula melekat pada namanya. "Barbie adalah Nazi-nya Nazi," tulis Newsweek 21 Februari kemarin. "Setia, brutal, dan tidak begitu pintar." Itulah memang sifat Naziwan yang ideal. Acuh tak acuh, dua tahun ia tinggal kelas di sebuah sekolah menengah di barat daya Bonn. Dalam file SS-nya ada terselip rasa bangga, ketika ia menyebut dirinya "berambut pirang gelap yang halus" dan "sikap teguhnya konsisten dan positif" terhadap Sosialisme Nasional-nya Hitler. Ada juga "cacat"nya: istrinya tidak mampu memberinya seorang anak perempuan seperti yang dianjur-anjurkan di kalangan SS--dalam usaha melipatgandakan keturunan Arya. Barbie hanya memiliki seorang anak laki-laki. Bergabung dengan Seksi Yahudi SS, ia kemudian dikirim ke Hague, Negeri Belanda, dan mendapat promosi letnan penuh di sana. Dari Hague dipindahkan ke Amsterdam, dan dari sana ia turut mengirimkan 300 Yahudi ke kamp konsentrasi di Mauthausen. Begitulah para penyelidik Belanda mencatat. September 1942 ia diperintahkan pergi ke Lyons, Prancis, pusat kegiatan utama Resistance di daerah Prancis yang "tidak diduduki". Berperawakan gemuk, senang berpakaian rapi, ia segera memamerkan tongkrongan yang penuh gaya sebagai deputi komandan barisan intel. Di saat "bekerja" ia hanya memakai kemeja, dan senang menyalak-nyalak waktu melakukan interogasi. Lebih jauh, ia ringan tangan--sifat yang juga "ideal". Ia mengiringi hampir setiap pertanyaan dengan ayunan gada hitam, pentung, selain tabokan sekali-dua. "Ia hanya berhenti jika anda jatuh pingsan," tutur Maurice Boudet. Pemimpin gerakan bawah tanah ini dulu terpegang oleh anak buah Barbie juga. "Kemudian ia akan menyadarkan anda dengan tendangan pada lambung, rusuk, selangkangan. Jika itu tidak jalan, ia melemparkan anda ke kolam air es, yang bungkah-bungkah esnya masih terapung di permukaan. Keluar dari kolam, kembali lagi pukulan gada hitam yang membuat kulit sampeyan mengelupas. Disusul dengan suntikan acidke saluran kencing. Ketika ada yang meledakkan restoran langganan Barbie, lima orang tahanan ia drel dengan rentetan peluru senapan mesin--dan dibiarkan tergeletak sebagai tontonan peringatan. Suatu saat seorang serdadu Jerman terbunuh. Pembalasannya: seluruh pintu tahanan dibuka lebar-lebar, seperti 'mengizinkan' pelarian. Tetapi waktu 'izin' itu dipergunakan, 24 orang diberondong mati. Tangkapan besar Barbie memang Jean Moulin itu. Orang inilah yang mendapat tugas Charles de Gaulle mempersatukan berbagai kelompok anti-Nazi di kawasan Lyons. Akhir Juni 1943, Max atau Rex--nama perang Moulin--mengadakan rapat dengan para pembantu puncaknya. Barbie, yang sudah dapat info sebelumnya, datang ke sana--dan langsung menggerebek. "Barbie menjadikan Moulin proyek khusus," cerita Gottlieb Fuchs, nasionalis Swiss yang sempat menjadi penerjemah Barbie sebelum masuk kamp konsentrasi. Dialah salah seorang yang menyaksikan Moulin terakhir kali di dalam kamar pemeriksaan Barbie--masih bernapas, tapi sudah seperti babi habis digorok. Setelah Barbie pergi, ceritanya, Fuchs mencoba menyeka darah yang mengucur di wajah Moulin. "Kubuat semacam ganjal, dari kain jaketnya, untuk mencegah paru-parunya kemasukan darah," tuturnya. "Orang itu sedang sekarat. Batang tenggorokannya menganga." Barbie mengirimkan partisan itu dengan kereta ke Paris. Percuma. Moulin mati di jalan. Perang Dunia pun mulai miring untuk kekalahan Jerman. Tetapi bagai hantu kesiangan, Barbie malah menggerayang ke hampir serata desa, di sekitar Lyons. Para pembantunya menggarong permata dan benda-benda berharga lain dari orang-orang yang datang memenuhi panggilan interogasi. Yahudi-Yahudi yang dikirimnya ke Auschwitz kebanyakan tidak sempat menyaksikan emper stasiun-keburu mampus. "Barbie menjejalkan mereka ke dalam gerbong-gerbong ternak tanpa air dan makanan," kata Michael Thomas, orang Lyons yang selamat. "Perjalanan makan waktu dua minggu, karena itu setiap orang yang ikut mati. Jerman-Jerman itu harus memakai masker gas ketika membongkar bangkai-bangkai mereka. " Perang usai. Si tukang jagal, menghapus--dengan membakar kulitnya--tato identifikasi SS-nya yang bernomor 272-284 itu. Orang Inggris sempat menangkapnya, tapi ia lolos, seperti sudah disebut. Pihak Jerman sendiri mencarinya--tapi untuk kasus perampokan permata. Dan justru pada saat itulah orang-orang Amerika mencomotnya-untuk dimanfaatkan. Barbie dilindungi para intel AS yang memerlukan info bernilai tentang Soviet, sekutu perang yang segera berubah menjadi musuh. Barbie sendiri cukup arif tentang nilai dirinya sebagai gudang info tentang Blok Timur. Orang-orang AS lalu memberinya identitas yang bersih, dan 1.700 dollar per bulan-menurut salah seorang interogator AS sendiri, Erhard Dabringhaus. Ia disembunyikan di sebuah rumah yang aman, di Augsburg. Toh Barbie cukup cerdik. Ia tidak memberikan informasi "segudang" sekaligus. Diketengnya "satu ons demi satu ons". Bagaimanapun ada keterangannya yang cukup bernilai, setidaknya bagi AS. Yaitu tentang lokasi sebuah tambang uranium Soviet di daerah Jerman yang kini termasuk wilayah Jerman Timur. Ini dapat dianggap sebagai bukti kegiatan Sovie membuat bom atom. Dan lewat status seperti itu, Barbie membuka jalannya untuk lari--ke Bolivia, 1951. Ia malah mengantungi surat keterangan resmi Palang Merah plus visa resmi. Namanya kini: Klaus Altmann Haussen. "Kalau saja kutahu bedebah itu akan kabur," kata Dabringhaus suatu kali, "kupikir akan kukirimkan sebutir peluru ke dalam tubuhnya." Terlambat. Tiba di Provinsi Genes, Bolivia, Klaus Altmann Haussen segera melihat sebuah negeri termiskin di Amerika Selatan. Memang. Sampai saat-saat terakhir negeri itu menanam utang pada negara-negara lain lebih dari US$3 milyar. Angka penduduk yang buta huruf sekitar 30-60%, dan 40% dari enam juta penduduknya berusia kurang dari 15 tahun. Terletak di dataran tinggi, pemandangan alamnya mempesona--satu-satu-satunya kebanggaan negeri kecil itu. La Paz, tempat Barbie bermukim, tegak di ketinggian 4.000 meter, berudara jernih dan kemerlap oleh lampu-lampu neon. Menjadi daya tarik orang dusun maupun para gringgo alias yankee dari utara. "Di sini angkatan perang selalu kalah," tutur J.P. Genedalam Le Point. "Tetapi mereka sukses 'menyelenggarakan' kup 190 kali dalam waktu 150 tahun." Enam tahun setelah menetap di Bolivia, Klaus Altmann memperoleh kewarganegaraan. Ketika Zuazo menjadi wakil presiden, penjahat perang itu mendirikan perusahaan, Transmaritima Boliviana, yang 15% sahamnya di tangan pemerintah. Tugas perusahaan itu menggalakkan perdagangan luar negeri Bolivia yang pernah kehilangan sebagian wilayah tepi lautnya setelah berperang melawan Chili itu. Tetapi gagal. Terbetik kecurangan yang dilakukan sang presdir sendiri, yang membuatnya merdekam beberapa minggu di balik jeriji bui di Peru dan Bolivia sendiri. Ini segera disusul pukulan lebih berardi bulan Desember 1971. Dua "pemburu Nazi", Serge dan Beate Klarsfeld, mencium baunya. Lantas beberapa bulan kemudian, 1972, Prancis menuntut ekstradisi gembong itu. Sia-sia. Presiden Bolivia saat itu, Banzer, sahabat kental Barbie. "Yang diusir bukan Klaus Altmann, tapi suami-istri Klarsfeid," tulis Gene. Persahabatan itu sudah dimulai sejak Jenderal Hugo Banzer memulai usaha merebut kekuasaan melalui kup di tahun 1971. Seorang pembantu dekat Hugo malah terang-terangan tampil ke layar tv di Jerman, mengumumkan bahwa Banzer dicukongi "masyarakat Nazi" di negeri itu. Banzer (juga keturunan Jerman) memang dikatakan kenal baik Barbie. Tak heran bila saat itu si tukang jagal mulai muncul di depan umum, secara perlahan dan pasti. Ia malah punya peranan sebagai pembantu di Depdagri dan Dephankam. Pengalaman dan relasinya memang dinilai sangat berharga oleh rezim berkuasa Bolivia. Itulah sebabnya ia diutus ke Eropa untuk membeli peralatan perang--menggunakan paspor diplomatik. Ia berhasil mendapat sejumlah kereta lapis baja, yang digunakan menumpas kudeta baru di negeri itu. Lantas secara tetap Barbie (eh, Altmann) mengunjungi confitaria, kedai kopi di La Paz yang sering dikunjungi tokoh-tokoh bisnis, politik dan pers. Kehidupan sehariharinya dibaginya di tiga tempat: di kediaman resminya di Cochabamba, sambil mengawasi perusahaan bahan bangunan miliknya, di sebuah hacienda-nya di Santa Cruz, kota kedua terbesar yang sedang menikmati boom minyak dan gas bumi, dan di apartemen-apartemennya di La Paz, tempat ia mengendalikan perusahaan angkutan. Alasan Mahkamah Agung (di bawah wibawa presiden) menolak pengembalian Barbie ke Prancis cukup kuat. Pertama, tidak pernah ada perjanjian ekstradisi Prancis Bolivia. Kedua, tuduhan terhadap Barbie--kejahatan perang--tidak dikenal dalam hukum Bolivia. Ketiga, tuduhan itu pun mereka anggap sudah kadaluwarsa. Itulah resminya. Penolakan itu lantas dirayakan meriah di Santa Cruz. Tepatnya di Bar Bavaria, yang namanya diambil dari nama daerah di Jerman. Dalam pestapesta resmi di sana para tamu mengenakan seragam tentara Nazi mabuk-mabuk minum arak sambil menyanyikan himne-himne"Bangsa Arya", dilayani gadis-gadis yang sengaja didatangkan dari Frankfurt. Pemilik bar itu sendiri, bekas tentara bayaran dan anggota Legiun Spanyol, merangkap mucikari, kebetulan punya hobi mengumpulkan dan memamerkan pakaian seragam Nazi. Tamu-tamunya juga fasis tulen, asal Jerman dan Italia - dan buronan. Misalnya: Manfred Kuhlmann, Heinz Lauer, Hans Landowski, Frans Josef Boefle, Manfred Kanter, Kay Gwinne, Hans Stellfeld, Carsten Vollmer, Wolfgang Walterkirche. Dan Klaus Barbie adalah pemimpin mereka. Dibanding para anak buahnya, Barbie sebenarnya lebih tertutup. Toh suatu ketika, barangkali tak tahan dilecut rasa sombong, si tukang jagal tidak bisa menahan diri. Dalam satu arisan masyarakat Jerman, tiba-tiba saja keluar sorakannya: "Heil Hitler!" Dubes Jerman yang hadir di sana langsung memerintahkan pengusirannya dari tempat resepsi. Selebihnya Barbie tidak menyolok. Ia diam-diam mempersiapkan Hari H. Aktivitas anak buahnya dibuat sesamar mungkin: sebagai pelatih paramiliter di kalangan FSB, Falange Sosialis Bolivia, organisasi ekstrim kanan yang bermarkas di Santa Cruz. Dan di penghujung 1979 dan awal 1980, berlangsunglah gladiresik "kup dunia". Pendukungnya memang pejajaran semua. Pertama kelompok penyelundup kokain - yang menyiapkan dana. Kedua kelompok mafia Nazi pimpinan Kolonel Luis Arca Gomez. Si Gomez itu bekas pembantu Presiden Banzer, dan terang-terangan menyebut Barbie sahabat karib. Kup itu, yang ternyata hanya kudeta di negeri yang secuil, berlangsung sukses - Juli 1980. Garcia tampil di pucuk. Masih di tahun yang sama, Desember, harian El Pais Santa Cruz menampilkan tampang Barbie secara menyolok - dalam seragam Nazi. Foto bersama itu juga menampilkan Herbert Kopplin, Hans Stellfeld, Joaquim Fiebelkorn, Manfred Kuhlmann, Wolfgang Walterkirche, semua berseragam dan lengkap menyandang senjata. Juga Jean Leclerk, orang Prancis bekas angota organisasi penentang kemerdekaan Aljazair, OAS. Si Jean itu dulu diusir dari Marseille, Prancis, setelah terbongkar perdagangan obat bius ala French Connection. Ada pula Mosco Monroy, bajingan Bolivia yang sadis, dan Adolfo Ustarrez, bos bea cukai yang mencukongi pemerintahan diktatur. Semua hal-ihwal kelompok Barbie itu telah diungkapkan mingguan Italia Panorama, berdasarkan pengakuan Elio Ciodes. Ciodes mengaku dirinya agen dinas rahasia Prancis yang ditawan di Swiss, dan pernah berapat dengan kelompok Santa Cruz itu. Menurut dia, Fiebelkorn, pemilik Bar Bavaria, sesampainya di Santa Cruz telah membentuk kelompok tentara bayaran Jerman. Ia sebelumnya melarikan diridari Paraguay, setelah Adolf Meike, rekannya sesama SS, terbunuh dalam permainan rulet Rusia. Selanjutnya ada seorang petinju kelas menengah, Herbert Kopplin alias Icke, 52 tahun. Ia pernah tinggal di Berlin dan sempat menjadi anggota pasukan lapis baja SS pimpinan Jenderal Steiner. Ditawan Soviet sampai dengan 1952, ia pandai bongkar-pasang senjata, menurut Ciodes. Lantas Hans Juergen, bekas tukang listrik PNKA yang mati karena sering mabuk-mabukan - padahal ia paling simpatik konon. Manfred Kuhimann juga termasuk. Ia sopir paling mahir, yang sering gelisah dan marah-marah kepada Kay Gwinner, orang Chili turunan Jerman yang diasingkan Presiden Allende. Jean - aslinya bernama Napoleon Leclerk, sebagai anggota Legiun Asing Prancis, paling banyak menganiaya pejuang Aljazair. Ia paling sering berpakaian seragam dengan granat menyantel di pinggang. "Ia tidak pernah membayar makanan dan minumannya, dan semua orang disangkanya komunis." Kemudian sahabat karib Fiebelkorn yang bernama Hans Stellfeid. Umurnya 65, bekas Gestapora serba bisa: pelatih militer, ahli keramik, pedagang satwa langka plus narkotika, dan importir senjata. Toh ia kemudian bunuh diri. Kelompok sembilan itulah yang berhubungan langsung dengan markas Nazi di La Paz, pimpinan Klaus Barbie. Tujuan mereka: "Menyusun barisan dan menunjukkan kekuatan." Mereka berlatih di rumah bos perdagangan kokain, Alfredo Gutierrez. Mereka pulalah yang pada 17Juli 1980 menyerbu Istana Presiden di La Paz, dan memaksa Linda Gueiler, presiden adinterim, menyerahkan kekuasaan. Ini dilanjutkan dengan pembantaian para tokoh politik dan buruh. Bulan Mei 1980, polisi Brazil menangkap delapan orang di Campo Grande, dekat tapal batas Bolivia termasuk Kuhlmann dan Fiebelkorn bersama sejumlah pelacur pensiunan dari Bar Bavaria. Bersama mereka ditemukan empat granat tangan, dua senapan mesin ringan, satu tas pamflet propaganda Nazi, daftar 30 orang kaki-tangan, dan 30 kg kokain. Kuhlmann dan Fiebelkorn berhasil melarikan diri. Dari surat keterangan yang ada pada mereka, diketahui predikat mereka"agen rahasia". Lalu untuk membersihkan nama negaranya, Rudy Landivar, konsul Bolivia di Campo Grande, mengatakan "kaum penyelundup itu bertindak atas perintah Klaus Barbie." Dua bulan kemudian pecahlah kudeta di Bolivia itu. Tetapi pasang naik terjadi bagi musuh-musuh Nazi. Sumpah-serapah dunia, terutama negeri-negeri Barat yang mengalaminya langsung, mendesak ke permukaan. Klaus Barbie makin santer dituding dan diutik-utik pers Barat, meskipun tetap tenang-tenang saja. Agustus tahun kemarin, wartawan Edward Shumacher dari New York Times dan Peter Mac Farren dari Newsweek menjumpainya di kediamannya di Cochabamba. Barbie tidak memberi pintu - dan hanya mau berbicara dari baliknya. Ketika kedua wartawan memaksa ia menelepon Servicio Especial de Seguridad (SES), yang kemudian datang dengan empat mobil. Keduanya ditangkap - dan baru dilepaskan setelah diinterogasi secara terpisah selama empat jam di Markas Divisi VII AD. Merasa posisinya kuat, tukang jagal itu tidak senang dirongrong. "Saya dihormati orang di sini," katanya kepada wartawan mingguan Stern. "Setiap mereka (militer) memerlukan bantuan, saya dihubungi." Tetapi di negeri itu segera berlangsung pemogokan-pemogokan buruh yang makin seru. Diktator Meza terpaksa mengundurkan diri, dan menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Celsio Torrelio, sejawatnya sendiri di Staf Umum, yang kemudian ganti menyerahkan pucuk pimpinan kepada Jenderal Guido Vildoso. Namun pengggantian kekuasaan itu seperti tidak diacuhkan bedebah Nazi itu. Padahal, pada saat Vildoso dilantik, 22 Juli 1982, terjadi suatu insiden, kendati kecil saja. Barbie diterima di Istana Quemado, dan itu melahirkan tanggapan dari serikat buruh dan politisi. "Sebagai perlambang kerja sama penindasan kaum fasis," menurut penulis Gene, "di tengahtengah suara hendak memulihkan kehidupan demokrasi." Rupanya diperlukan waktu sembilan bulan bagi pemerintah untuk mengeluarkan tanggapan: kunjungan Barbie "bersifat tidak resmi." Pemerintah memang masih melindungi. Malah El-Deber, surat kabar Santa Cruz, menarik persamaan antara Regis Debray dan Klaus Barbie. "Altmann, atau Barbie, dan Debray, sama-sama tidak disukai Prancis dan Bolivia," tulisnya. Debray, yang bersama Che Guevara gagal menggalang barisan bawah tanah itu, konon intim dengan Presiden Prancis Francois Mitterand malah diangkat menjadi penasihat ahlinya. Dan itu membuat El Deber heran. "Media Prancis berang ketika terjadi pertemuan Klaus Barbie dan Jenderal Vildoso. Namun tidak mengindahkan perasaan Pemerintah Bolivia, dengan dipilihnya Debray - yang bekas hukuman Bolivia - sebagai pembantu dekat Presiden Prancis," katanya. Namun pleidoi El Deber tidak mampu menyelamatkan si tukang jagal dari Lyons. Sejak beberapa bulan sebelumnya Dubes Jerman di La Paz menyampaikan permintaan ekstradisi terhadap Barbie alias Altmann. Alasannya: dia dituduh membunuh Jacques Kemmler, seorang Prancis, di Pegunungan Jura dalam masa pendudukan. Karena tuduhan serupa ia pernah dinyatakan bersalah oleh pengadilan di Augsburg. Alhamdulillah. Tindakan Kedubes Jerman itu didukung oleh kebangkrutan kekuasaan militer di La Paz, 10 Oktober 1982. Pemulihan kekuasaan kepada pihak sipil dilaksanakan hari itu. Herman Siles Zuazo menjadi presiden. Garcia Meza dan Arce Gomez ngacir ke Argentina. Adapun Klaus Barbie, entah mengapa, bertahan. Pokoknya optimis . UNGKIN karena Regina, istrinya yang sakit kanker, tidak bisa meninggalkan -- LaPaz. Desember 1982 istri tercinta itu meninggal dan dimakamkan di kawasan pemukiman Jerman di La Paz. Setahun sebelumnya ia sudah ditinggalkan anaknya, Klaus, yang mati dalam satu kecelakaan di dataran Delta. Ditinggal istri dan anak, Barbie sebatang kara. Dan tidak lama setelah pemakaman istrinya, tukang jagal itu menarik diri. Ditinggalkannya La Paz. Lalu berdiam di hacienda menantunya di Santa Cruz. Di sini mafia militer maupun mafia kokain memang masih leluasa melakukan kegiatan. "Klaus Barbie tampaknya menantikan perkembangan baru dengan penuh kesabaran," komentar wartawan Le Poin itu. Ada alasan lain mengapa ia merasa tidak perlu melarikan diri. Tampaknya ia yakin, permintaan ekstradisi terhadap dirinya tidak akan diluluskan. Dikunjunginya kantor pengacaranya di Calle Indaburo No. 945, untuk lebih meyakinkan diri. Malah suatu hari, ketika wartawan kita Gene menemui sendiri Maitre Constantino Carrion, pengacara itu bilang dengan mantap: "Barbie tidak akan diekstradisikan." Ahli hukum konstitusional yang lanjut usia itu mernang memiliki tongkrongan yang meyakinkan. Ia bekas menteri pertanian, senator, ketua Parlemen, dekan, dan beberapa 'bekas' lainnya. Apa katanya kepada Gene? Mengapa Jepang tidak pernah menuntut ekstradisi presiden AS yang memerintahkan pengeboman Hiroshima? Itu jauh lebih berat ketimbang kesalahan Klaus Barbie." Pertanyaan semacam ini, tulis Gene, "berulang kali saya dengar di Bolivia. Penduduk negeri itu sendiri jengkel tentang persengketaan soal ekstradisi itu, sementara mereka menghadapi banyak soal lain yang lebih penting." Hanya, kebetulan pemerintah sipil yang ingin demokratis memandang urusan ekstradisi tersebut tidak kurang pentingnya. Manfaatnya: menambah ikhtiar memulihkan rasa hormat kepada UUD, khususnya tentang pemisahan wewenang antara kekuasaan eksekutif dan peradilan yang selama ini kabur. Untuk menggarisi pemisahan wewenang itu, Mahkamah Agung - yang pada instansi terakhir harus memberikan kata putus terhadap permintaan ekstradisi Klaus Barbie - bersidang di Sucre, ibukota resmi Republik Bolivia, secara benar-benar bebas. Sebagai satu-satunya instansi yang berkedudukan di Sucre, Mahkamah cukup repot. Berkas-berkas perkara Barbie harus mundar-mandir kiankemari antara Sucre dan La Paz tempat kedudukan instansi pemerintahan lainnya dan semua Kedubes. Sempat ada berkas yang "hilang" - yang anehnya diketemukan kembali setelah datang protes dari negara-negara yang berkepentingan . Pemerintahan Siles Zuazo sendiri, dalam upaya menghormati kebebasan peradilan, sudah mengganti keduabelas hakim agung. Celakanya, mereka itu harus dipilih oleh Senat dan Senat sebagian besarnya terdiri dari kaum oposisi. Hasil Pemilu Juni 1980 itu akhirnya mendudukkan tujuh orang hakim agung dari pihak oposisi di dalam MA, dan hanya lima dari partai yang berkuasa. Ketuanya sendiri anggota partai Jenderal Banzer, sekutu Barbie itu. Padahal tugas awal MA tak lain memberikan angguk atau geleng terhadap ekstradisi Barbie. Tidak heran kalau banyak orang - termasuk pengacara tua itu, dan Klaus sendiri - yakin hakkul yakin permintaan ekstradisi akan ditolak. Dubes Jeman Barat sendiri, dan rekannya dari Prancis, juga sudah putus asa. Yang dapat mereka lakukan tlnggal im: memintd MA mengusir Barbie ke luar Bolivia, kalau ekstradii memang tidak akan dlluluskan. Janji diberikan, tapi lamalama dingin sendiri. Pada eselon pucuk, kalangan diplomatik memang masih melihat iktikad baik - tapi pada lapisan di bawahnya, wallahualam bisawab. Soalnya mereka ini gampang disogok, karena gaji yang kecil. Bayangkan, anggota bagian pemberantasan obat bius saja, pekerjaan yang seharusnya begitu serius, gajinya kurang dari US$ 50 sebulan, alias Rp 35.000. Mana tahan. Namun, ada yang terjadi: baru saja beberapa bulan Marro Roncal memangku jabatan Mendagri merangkap Menkeh, ia telah melarang Barbie berpergian ke luar negeri sampai keluarnya keputusan MA. Lalu beberapa hari kemudian tersebar sassus, Barbie justru telah 'menguap' ke luar ngeri. Namun Barbie memang bedebah fatal, rupanya. Sehari setelah kabar angin itu muncul di koran, ia sengaja jual tampang di sepanjang Prado, jalan raya utama La Paz. Lengkap dengan para pengawal. Demikianlah kasus Barbie alias Altmann sampai dengan 25 Januari 1983, menurut wartawan Le Point. Lalu terjadi kejutan: sebuah pemancar radio swasta niaga Bolivia mengumumkan penangkapan terhadap dirinya. Pengadilan Bolivia, negeri yang sangat jauh dari Jerman atau Prancis itu, rupanya telah menggali kembali suatu berkas lama dari tahun 1975. Di sana terungkap: pihak COMIBOL (perusahaan pertambangan Bolivia) yang telah dinasionalisasikan mencatat utang US$ 10 ribu yang dibuat Barbie selaku Presdir Transmaritima Boliviana. Ia waktu itu ditugasi mengangkut timah seharga US$ 10 juta. Perkara ini dulu dibekukan Banzer. Kini dicairkan kembali. Dan Barbie meringkuk dalam tahanan. Ini memang di luar urusan ekstradisi. Namun kalangan diplomatik menilainya sebagai bukti niat baik pemerintah baru. Ini agaknya juga ada kaitannya dengan pengunduran diri enam menteri sayap kiri yang menuntut pembasmian perdagangan gelap obat bius secara lebih sungguh-sungguh. Tindakan pemerintah itu merupakan lawatan. Beberapa hari sebelumnya, Jaksa Agung sudah mencanangkan pemeriksaan berkas Barbie oleh instansi yang lebih tinggi. Seorang petugas khusus yang ditunjuk diminta melaksanakan pemeriksaan, kemudian menyampaikan kesimpulannya kepada ke-12 hakim agung yang akan memberikan kata putus. Dan, pemerintah sipil Bolivia akhirnya menciduk juga tukang jagal Lyons itu. Pada 21 Februari kemarin ia diserahkan kepada pemerintah Prancis. "Apa yang harus disesalkan?" jawab Barbie, ketika beberapa waktu yang lalu ditanya wartawan apakah ia menyesali segala tindak sadisnya. "Saya Nazi tulen, luar dalam. Dan jika saya lahir ribuan kali lagi, ribuan kali pula saya seperti saya sekarang." Orang Prancis, kini, sedang bersiap-siap mengadilinya. Yang paling giat tentu Klarsfeld yang ahli hukum itu. Di tangannya sudah berada berkarung-karung bukti, hasil lacakannya selama 30 tahun. Awal Januari lalu, Ron Moreau dari Newsweek memburu ke Izieu, dsa terpencil di atas pebukitan 50 mil sebelah timur Lyons. Di sana ia bertemu dengan Julien Favet, yang siap menjadi saksi dalam perkara Barbie "jika mereka meminta. Saya berharap ia berumur panjang untuk merasakan sendiri balasan perbuatannya mengirim anak-anak tak berdosa ke kamar gas." Favet sendiri sempat ditahan, kemudian dibebaskan - dan merekam semua kejadian. Waktu itu, anak-anak sudah dimuatkan ke dalam truk ketika tembakan menggelegar. Seekor babi melintasi halaman dan roboh sebagai korban. Pada kesempatan itulah seorang bocah terjun dari truk, hendak lari. Tapi para serdadu membekuknya, menendangnya, menghajarnya dengan popor senapan. Konvoi bergerak. Dan Favet hanya mampu menatap sosok anak-anak sekolah Goldberg yang lenyap di tikungan. "Harusnya mereka entah berada di pelosok mana, menggembalakan ternaknya pagi ini," kata hatinya. Japi mereka malah menuju kamar gas di Auschwitz. Direktur sekolah dan dua muridnya bahkan tidak sampai sejauh itu. Serdadu Nazi yang tidak sabar telah mendahului menghabisinya di Lyons. Favet, 63 tahun, tinggal sendirian di rumah batu kecil yang cuma dilengkapi perapian dengan bahan bakar kayu. Delapan tahun lalu suatu longsoran bukit telah meretakkan kepala dan membutakan sebelah matanya. Rumah sekolah yang muridmuridnya dikirim ke kamar gas itu kini ditempati keluarga Thibaudier, yang memelihara ayam di halaman depan. Mereka merawat plakat batu putih yang dipasang di dinding depan rumah itu - sebuah monumen sederhana anak-anak tak berdosa yang malang. "Semua nama mereka terdaftar di sana," tulis Moreau. Dari yang tertua, Arnold Hirsch, 18 tahun, sampai yang termuda, Albert Buka dan Claudine Halaubrenner, keduanya 5 tahun. Loteng rumah itu adalah tempat mereka belajar dulu. Di dindingnya masih ada sisa-sisa gambar ukuran poskar - yang sudah mengabur dan gambar dari majalah yang ditempelkan 39 tahun lampau. Semuanya hening, diam, saksi-saksi bisu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus