INI batu ini angin ini tanah ini api - kata Tuhan, kepada Adam,
memberi pelajaran elementer tentang alam semesta.
Barangkali itu awal mula ilmu pengetahuan. Dan kemudian, di hari
tuanya, Adam bergumam kepada dirinya sendiri: Ternyata yang
sering tak kuketahui ialah bahwa yang kusebut batu ini bukan
sekadar batu dan angin bukan angin. Ilmu yang sesungguhnya ialah
melihat yang bukan apa-apa namun apa-apa, yang tak ada namun
ada. Atau yang sebaliknya, atau yang terbalik dari sebaliknya.
Ketika Adam mengucapkan - ini batu! - sang batu sendiri kaget:
batu? Aku ini batu? Tiba-tiba ia asing. Tiba-tiba ia merasa
menjadi sesuatu yang lain.
Dan sekarang, tatkala Adam telah menjadi dongeng yang berjuta
kali diulang-ulang: ilmu telah menjadi beribu-ribu,
bercabang-cabang, beranting-ranting, berserabut-serabut. Ia
acapkali gagal menemui dirinya sendiri kembali, bahkan tak
jarang ia ragu adakah sesungguhnya ia ada. Barangkali ia
hanyalah sebuah instrumen kecil, yang ada atau tidaknya
ditentukan bukan oleh dirinya sendiri.
Pelajaran kesenian pernah memberi ilmu bersahaja: Kalau kau
melihat seseorang mengepulkan asap rokok, apa yang hadir di
benakmu? Mungkin kenikmatan hidup orang itu. Mungkin kegelisahan
batinnya. Mungkin tumpukan problemnya. Mungkin potret uang
sekian ratus yang ia berikan kepada penjual rokok. Mungkin
pabrik rokok itu sendiri nun di sana. Mungkin berpuluh ribu
buruhnya yang bekerja seharian dan pulang berduyun-duyun.
Mungkin upah para buruh itu. Mungkin keadaan masing-masing buruh
itu di rumah keluarganya. Mungkin mandor yang merayu salah
seorang buruh wanita. Mungkin kerja di pabrik itu adalah titik
optimum karir mereka. Mungkin datang mesin baru dan mereka
terancam kehilangan lapangan kerja. Mungkin tergambar masalah
ekonomi. Mungkin kebijaksanaan politik ekonomi. Mungkin anu anu
anu dan anu ....
Ilmu merokok, memberi dunia tanpa sisi, menyodorkan hidup tanpa
garis tepi, membukakan lorong jalan tanpa pangkal ujung. Betapa
pandai manusia sehingga mampu mengurusi kompleksitas itu.
Betapa luas dan tinggi ilmu-ilmu sehingga mampu merangkum,
menghandel, membereskan, mendorong, mengarahkan, mengerem dan
memacu semesta bulat utuh itu.
Segala macam ilmu telah disediakan. Alam punya ilmu alam, bumi
punya ilmu bumi, waktu punya ilmu sejarah, ruang punya ilmu
ukur, sakit punya ilmu obat, kelakuan punya ilmu moral,
pelanggaran punya ilmu hukum: Wagiman muda selalu diperlakukan
kejam oleh juragannya hingga ia mangkel dan muntah jiwanya, dan
ia bunuh itu juragan, dan oleh ilmu hukum ia dipenjara sekian
tahun. Hukum punya hukumnya sendiri dan moral punya sisinya
sendiri. Dan orang berkata bahwa hukum sering tak setia kepada
realitas kompleks dari hidup, kepada latar belakang suatu
kelakuan, kepada konteks psikologis dari perilaku sosial?
Kalau melihat colt trayek sopirnya ngebut dan memperlakukan
penummpangnya hanya sebagai angka-angka rupiah, ilmu apa yang
mesti dipakai untuk mendekatinya? Sopir itu inhuman, kurang
bermoral, tak berdisiplin, rakus aan kurang ajar. Sopir itu
berkejaran dengan waktu, dengan momen dan letak strategis
penumpang, dengan jumlah setoran, dengan perut istri-anaknya,
dengan keinginannya bisa beli modern furniture dan tv berwarna
seperti banyak tetangganya, dengan kesulitan merebut rezeki,
dengan BBM naik, dengan keseluruhan keadaan yang sesak namun tak
dipahaminya secara persis.
Sopir itu seorang immoral, seorang tak tahu adat, seorang
pencoleng kemanusiaan, seorang pejuang keluarganya, seorang
patriot bagi nasibnya, seorang prajurit bagi perutnya, seorang
pendekar tanah buram, seorang nelayan yang menyibak kedahsyatan
samudra, seorang anak zaman, seorang murid dari sekolah
peradaban yang mencetaknya, seorang debu dari badai kehidupan,
seorang setengah manusia setengah engsel dari putaran sistem,
seorang bagian dari keadaan. Sopir itu tak bisa ditatap dari
sebuah ilmu.
Di manakah kita berada? Berapa biji mata kita punya? Di senja
hari yang gerimis, pada hari pertama harga BBM naik awal 1983
ini, bis kota merah muda Yogya melintasi jalur yang bukan
haknya. Meluncur cepat dalam keremangan. Benturan amat keras
dengan bis kota lain dari arah yang berlawanan tak bisa
dihindarkan. Bulaksumur gempar. Tubuh-tubuh terjepit terkapar.
Nyawa-nyawa timbul-tenggelam. Ban depan dan ban belakang bis
menyatu. Orang berdatangan. Seorang memarkir Honda GL-nya sambil
tetap menghidupkan mesin karena lampunya ia arahkan untuk
menerangi tempat kecelakaan yang sibuk ditolong. Ia sendiri
meninggalkan motornya dan bersibuk di keringsekan bis. Beberapa
menit kemudian cahaya lenyap: suara Honda GL meluncur menjauh,
dikendarai oleh entah siapa.
Siapa atau apa gerangan yang melahirkan sopir nekat dan pencuri
yang berhati baja itu? Berapa persen keduanya mesti bertanggung
jawab, dan berapa persen 'Ibu' mereka bertanggung jawab?
Ilmu peradaban telah makin tinggi ....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini