Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Akhirnya Aziz Berpamitan

27 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah pesan pendek di-kirim Brigadir Jenderal Aziz Ahmadi kepada para sahabat dan koleganya melalui telepon seluler, Selasa pekan lalu. Ia menjelaskan, untuk berhubungan dengan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, bosnya selama ini, sekarang tidak melalui dia lagi. ”Thanks atas sega-la atensi dan dukungan selama ini,” demikian bunyi pesan itu. Di bagian akhir tertulis, ”Salam hangat dari kami. Aziz dan keluarga.”

Itulah cara Aziz Ahmadi berpamitan. Setelah me-njadi sek-retaris dan staf khusus Sudi di kantor Sekretariat Kabinet sejak 2004, untuk sementara lelaki paruh baya ini mening-galkan posisinya. Aziz mesti menyelesaikan tugas baru: men-jawab pertanyaan polisi.

Alumni Sekolah Perwira Militer Wajib 1980 itu baru di-min-tai keterangan sebagai saksi. Ia dianggap tahu soal surat Sudi kepada Menteri Luar Negeri yang salinannya ber-edar di publik pekan lalu. Dua surat itu berisi permintaan agar perusahaan asal Korea Selatan, Sun Hoo Engineering, diberi kesempatan pertama untuk memaparkan rencana renovasi gedung Kedutaan Besar RI di Seoul.

Surat itu dinilai banyak pihak sebagai ”surat sakti” yang menekan. Sebagian politikus di parlemen melihat Sudi bertindak melampaui kewenangan. Karena posisinya terp-ojok, Sekretaris Kabinet melaporkan adanya pemalsuan surat oleh stafnya kepada polisi. Aziz pun diperiksa bersama tiga orang lainnya.

Kamis pekan lalu, Aziz harus menjawab puluhan pertanyaan polisi seputar keaslian surat itu. Menurut sumber Tempo, ia diperiksa selama empat jam sejak pukul 12.00 di kantor Sekretariat Kabinet.

Sumber Tempo di lingkungan Istana Presiden menyebutkan, Aziz langsung meng-hadap Sudi segera setelah fotokopi surat yang kontroversial itu terpampang di banyak media massa. Ia bahkan mundur dari jabatannya sebagai sekretaris Sudi. Ide Zakaria, bekas anggota juru kampanye pa-sang-an Yudhoyono-Jusuf Kalla pada pemilihan presiden 2004, kini menempati posisi itu. Dia sudah mendampingi Sudi dalam rapat dengan DPR, Kamis pekan lalu.

Menurut sang sumber, Sun Hoo merapat ke Sekretariat Kabinet melalui Aziz. Ia pula yang meng-agendakan pertemuan perusahaan Korea Selatan itu dengan Sudi Silalahi. ”Itu kan semangatnya pelayanan,” kata Aziz, seperti dikutip sumber itu.

Dua surat Sudi kepada Menteri Luar Negeri juga dibuat oleh Aziz. Paling tidak, dialah yang membubuhkan paraf terakhir sebelum surat ditandatangani Sudi. Soal kal-imat dalam surat bahwa menteri diminta untuk menerima presentasi Sun Hoo pada kesempatan pertama, Aziz meng-akuinya sebagai ”agak berbunga-bunga”.

Aziz yang dimintai konfirmasi tentang soal ini menolak berbicara. ”Tolonglah pahami posisi saya,” katanya. Posisi Aziz kini memang kritis karena polisi bisa saja mengarahkan pemeriksaan kepadanya.

Sebenarnya, sudah cu-kup lama dia bekerja di pemerintahan. Sebelum dibawa Sudi ke Sekretariat Kabinet, Aziz pernah berkantor di Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (kini Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan). Masih berpangkat kolonel, saat itu ia menjadi staf pribadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Feisal Tanjung.

Aziz yang meraih gelar sarjana di Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta juga pernah menjadi editor untuk dua buku soal Feisal Tandjung, yakni ABRI-Islam Mitra Sejati (1997) dan Feisal Tandjung, Terbaik untuk Rakyat Terbaik bagi ABRI (1999).

Pada masa Wiranto menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Aziz menjadi staf biasa di kementerian yang sama. Posisinya kembali ”jelas” saat Yudhoyono menjadi pejabat di kantor itu. Ia menjadi sekretaris Sudi Silalahi, yang saat itu menjadi Sekretaris Menko Polkam.

Setelah Yudhoyono terpilih menjadi pre-si-den, Aziz pun dibawa ke lingkungan Istana. Ia kembali menjadi sekretaris Sudi. Ia sempat hendak mencalonkan diri menjadi Bupati Pacitan, Jawa Timur, kota kelahiran Pre-si-den, tapi urung dilakukan.

Saat bekerja di lingkungan Istana pula, Aziz meraih satu bintang di pundaknya, menjadi brigadir jenderal. Ini pencapaian yang cukup langka bagi lulusan Sekolah Perwira Militer Wajib. Pangkat jenderal biasanya diraih oleh perwira-perwira lulusan Akademi Tentara Nasional Indone-sia. Hanya, kini posisi Aziz sebagai ta-ngan kanan Sudi tergeser gara-gara dua pucuk surat yang pernah diparafnya.

Budi Setyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus