Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjulang ke langit biru, tiga gedung itu tertancap me-gah di pinggir Sungai Han yang berair jernih. Persis di depannya, melintang sebuah jalan raya yang meramaikan kawasan Yeouido-Dong, salah satu sentra bisnis di Seoul. Diterpa sinar matahari, ketiga me-nara tampak berkemilau kebiruan, memantulkan warna langit dan air sungai.
Gambar indah itulah yang dijajakan PT Sun Hoo Engineering ke pemerintah Indonesia. Perusahaan asal Korea Selat-an ini ingin menyulap kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul.
Dibangun sejak 1976, gedung ini dinilai sudah uzur. Sebagai imbalan atas renovasi, Sun Hoo meminta hak atas pemakaian sebagian gedung.
Lahannya yang cukup luas memungkinkan didirikan tiga pencakar langit di sana. Rencana pun telah dipancang rapi. Gedung yang paling rendah, berlantai 15, akan dipakai untuk kantor diplomatik Indonesia, lengkap dengan sarana pen-dukungnya. Dua lainnya, masing-ma-sing memiliki 25 dan 40 lantai, bakal menjadi pusat niaga.
Menggandeng mitra lokal PT Coin Nusantara Gas, Sun Hoo telah bergerilya se-jak dua tahun lalu dan hampir membuahkan hasil. Rencana ini terbongkar setelah dua surat Sekretaris Kabinet Letjen Purn. Sudi Silalahi yang dikirim ke Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda bocor, dua pekan lalu. Fotokopinya ber-edar ke mana-mana.
Dua surat itu tertanggal 20 Januari 2005 dan 21 Februari 2005, lengkap de-ngan kop dan stempel Sekretaris Kabinet dan diteken oleh Sudi Silalahi sen-diri. Isinya hampir sama. Di situ Sudi me-nulis antara lain: Presiden memberi pe-tunjuk agar Menteri dapat merespons dan menerima presentasi manajemen Sun Hoo pada kesempatan pertama. ”Ha-sil presentasi kiranya dapat dilaporkan kepada Presiden,” demikian bunyi salah satu surat yang ditembuskan ke Presiden serta manajemen Sun Hoo.
Dinilai telah mengeluarkan katebe-lece dan menyalahgunakan jabata-nnya, Sudi pun mendapat sorotan publik. Satu organisasi nonpemerintah bahkan me-laporkan alumni Akademi Angkatan Ber-senjata 1972 ini ke Komisi Pembe-ran-tasan Korupsi. Kamis pekan lalu, Sudi juga dipanggil oleh Komisi Pemerintah-an di parlemen untuk memberikan pen-jelasan. Di sana, lelaki 57 tahun ini meng-aku tak pernah menemui manajemen Sun Hoo. ”Hingga detik ini, saya tidak pernah mengenal, menemui, apalagi memberi rekomendasi kepada per-usahaan hantu brau itu (yang dimaksud adalah Sun Hoo),” katanya.
Pengakuan itu berbeda dengan yang di-sampaikan kepada Tempo. Ia menga-takan, awalnya tak meladeni orang-orang Sun Hoo, meski mereka datang ber-kali-kali. Tapi, karena dilobi te-rus, Sudi akhirnya bersedia menemui-nya. Saat itu-lah ia tahu bahwa Sun Hoo me-nawarkan rencana renovasi gedung ke-dutaan di Seoul. Menurut Sudi, tiga gedung akan didirikan. Satu bangunan untuk kedutaan, dua lainnya dipakai me-reka untuk bisnis dan akan dikem-bali-kan setelah dipakai 10-15 tahun. ”Mem-bangun tanpa keluar uang, itu meng-untungkan,” katanya.
Usul renovasi kemudian dilaporkan ke-pada Presiden Susilo Bambang Yudho-yono. Menurut Sudi, Presiden meminta agar soal ini diserahkan ke Departemen Luar Negeri. Tapi orang-orang Sun Hoo tetap saja datang ke Sekretariat Kabinet. Akhirnya Sudi meminta stafnya mem-buat surat pengantar ke Menteri Luar Negeri agar Sun Hoo diberi kesem-patan presentasi. ”Perintah saya n-etral. Tapi staf saya membuat surat yang me-lenceng, lebih menekan,” kata bekas Pang-dam Brawijaya ini.
Sudi juga mengungkapkan, ada kejanggalan pada surat yang fotokopi-nya beredar luas itu. Di situ ada tembusan kepada Sun Hoo, padahal surat yang pernah ia keluarkan hanya ditembuskan ke Presiden. Menurut Sudi, stempel pada surat yang beredar juga sedikit berbeda dengan cap pada surat yang bia-sa dikirim Sekretariat Kabinet.
Dengan alasan itulah Sudi melaporkan sekretarisnya, Brigjen Aziz Ahma-di, ke polisi. Sang brigadir jen-deral dianggap bertanggung jawab atas ke-luar-nya surat yang membuat kisruh. Po-lisi pun bergerak cepat memeriksa Sudi dan anak buahnya, termasuk Aziz Ahmadi. Bahkan Kamis pekan lalu ia di-min-tai keterangan selama empat jam. Tak hanya itu, posisi Aziz sebagai sekretaris Sudi kini juga telah digeser (lihat: Akhirnya Aziz Berpamitan).
Sebenarnya surat Sudi kepada Mente-ri Luar Negeri hanyalah salah satu jejak dari lobi-lobi Sun Hoo ke dapur Presiden. Memo seorang staf Sekretariat Kabinet yang diperoleh Tempo malah menunjuk-kan, Presiden Yudhoyono sempat dijadwalkan bertemu dengan manajemen per-usahaan itu.
Jadwal itu tercantum di secarik kertas berkop Sekretariat Kabinet yang dite-ken oleh Popon Setiawan, seorang anggota staf Sekretaris Pribadi Presiden, Kurdi Mustofa. Di situ tertulis, Sun Hoo telah diagendakan untuk diterima Pre-si-den pada 12 November 2004 pukul 16.00 WIB. Presiden akan didampingi oleh Menteri Luar Negeri.
Popon membena-rkan pernah menandata-nga-ni memo itu, tapi tak i-ngat apakah pertemu-an jadi dilakukan se-suai dengan jadwal. ”Seingat saya batal karena Bapak (Presiden) ke luar negeri,” katanya. Saat itu Presiden memang melayat Yasser Arafat, pemimpin Pa-lestina, yang wafat sehari sebelumnya.
Masih ada jejak lain yang ditemukan di kantor Sekretaris Kab-inet. Ternyata sekretaris Su-di, Aziz Ahmadi, juga pernah mengirim surat kepada Sun Hoo pada 20 Desember 2004. Ia mengabarkan bahwa Sudi telah melaporkan penawaran Sun Hoo kepada Presiden. ”Pada prinsipnya, Presiden menyambut dengan gembira,” begitu kalimat dalam surat ini.
Dalam surat, Aziz juga menjelaskan, Pre-siden telah memberi petunjuk kepa-da Sudi agar proyek dilakukan lewat ”kon-servasi dan renovasi”. Ia lalu me-min-ta Sun Hoo membuat desain baru se-suai dengan arahan Presiden. Desain itu akan dipaparkan saat audiensi dengan Sekretaris Kabinet, yang secara tentatif dijadwalkan pada 28-30 Desember 2004. Surat Aziz ini ditembuskan ke Presiden dan Sekretaris Kabinet, dan Direktur Utama PT Coin Nusantara Gas. Namun, pertemuan yang diagendakan diduga tak pernah terjadi.
Dari sejumlah korespondensi itu, tergambar bahwa peran anak buah Sudi amat besar dalam meloloskan orang-orang Sun Hoo ke dapur Presiden. Tapi tidak sepatutnya jika hanya mereka yang disalahkan, karena jelas-jelas Sudi Sila-lahi sebagai Sekretaris Kabinet telah me-neken surat yang dikirim ke Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasio-nal di parlemen, Djoko Susilo, malah me-ngatakan Menteri Hassan telah membalas surat itu. Surat balasan itu diungkap Menteri dalam rapat kerja dengan DPR dua pekan lalu. ”Kalau suratnya palsu, mengapa ada balasan dari Menteri Luar Negeri?” katanya.
Ketidakpuasan terhadap keterang-an Sudi di Komisi Pemerintahan DPR di-lontarkan pula oleh politisi PDI Perjuangan, Effendy M.S. Simbolon. Ter-utama soal pernyataan Sudi yang menyebut hilangnya surat asli. ”Bagaimana mungkin tim investigasi melacak kalau pembandingnya, yang asli, tidak ada?” katanya.
Adanya sederet misteri yang belum terungkap membuat anggota parlemen berniat mengusut masalah ini. Komisi Pertahanan di parlemen bahkan berencana memanggil Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan PT Sun Hoo untuk dimintai penjelasan.
Impian Sun Hoo membangun tiga gedung yang menjulang tinggi di pinggir Sungai Han sudah pasti terkubur. Tapi kontroversi surat Sudi tampaknya masih akan terus disoroti.
Budi Setyarso, Dewi Rahmarini, Titis Setianingtyas, Olivia K.S., Wahyu D.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo