Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Aktivis mahasiswa 1998 menempati kursi komisaris BUMN.
Aktivis ditawari jabatan komisaris setelah membantu pemenangan Jokowi.
Menikmati gaji komisaris BUMN, para aktivis belum membawa banyak perubahan.
SARBINI kini melakoni peran ganda: pemilik warung makan sekaligus komisaris perusahaan pelat merah. Aktivis mahasiswa pada 1998 ini membuka warung bernama Kantin Nusantara di halaman rumahnya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, tepat di belakang gedung Sopo Del Tower. Sejak 2020, dia juga menjabat komisaris PT HK Infrastruktur, anak perusahaan PT Hutama Karya (Persero). "Saya tak pernah meminta jabatan itu," katanya kepada Tempo pada Jumat, 19 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua puluh lima tahun sejak tumbangnya Soeharto dari kursi presiden, Sarbini melihat semua sudah berubah. Rekan-rekannya sesama aktivis yang ikut berdemonstrasi dan menduduki gedung Dewan Perwakilan Rakyat menjelang kejatuhan Soeharto kini terpencar, menempuh jalan sendiri-sendiri. Ada yang bekerja di perusahaan swasta, ada juga yang menjadi komisaris badan usaha milik negara seperti dirinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama Sarbini mungkin tak setenar aktivis mahasiswa 1998 lain seperti Andi Arief dan Budiman Sudjatmiko atau mereka yang belakangan menjadi politikus. Sarbini, yang berstatus mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Jakarta angkatan 1993, masuk gerakan mahasiswa sejak bergabung dalam senat kampusnya. Pada 1998, dia menjadi Ketua Senat Untag, dua tahun setelah Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKMSJ) berdiri pada 23 Maret 1996. Sarbini kemudian bergabung dengan FKSMJ, menjadi generasi kedua di organisasi itu.
Pada 18 Mei 1998 atau beberapa hari sebelum Soeharto lengser, Sarbini dan puluhan ketua senat mahasiswa se-Jakarta nekat menginap di gedung DPR. Mereka merangsek masuk ke Kompleks Parlemen bersamaan dengan rombongan rektor kampus se-Jakarta yang akan mengikuti rapat dengar pendapat bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ketika para rektor pulang, mahasiswa memilih tinggal.
Mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, Mei 1998. Dok.Tempo/Rully Kesuma
Menurut Sarbini, saat itu ada seorang wartawan yang meminta mahasiswa pulang. Saat itu, dia menjelaskan, wartawan dari majalah Forum Keadilan itu memperingatkan mereka bahwa ada tentara yang akan masuk ke gedung DPR. "Kami tidak akan pulang. Tolong catat saja nama kami semua yang ada di sini," tutur Sarbini, menirukan ucapannya saat itu.
Rupanya, puluhan mahasiswa yang menginap memang nekat, siap menjadi martir. Sarbini merasa pada malam-malam itu mereka begitu dekat dengan maut. "Seperti ada sinar merah dari pembidik senapan tentara yang mengarah kepada kami," ucapnya. Ketegangan kian tinggi lantaran terdengar suara sepatu tentara berlarian bolak-balik di dekat mahasiswa yang kelaparan. "Untung ada sopir taksi yang membawakan makanan."
Masalah juga muncul saat siang, ketika mahasiswa berhadapan dengan anggota organisasi kemasyarakatan seperti Pemuda Pancasila dan Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan ABRI. Ada pula kumpulan pendekar asal Banten yang siap menyerbu gedung DPR. Rupanya, kata Sarbini, orang-orang itu mendapat informasi bahwa mahasiswa yang menduduki gedung DPR adalah kader Partai Komunis Indonesia. Beruntung, salah satu pendekar dari Banten itu adalah guru Sarbini di kampung. "Saya kemudian diminta menjelaskan kepada para pendekar," ucap Sarbini, yang lahir di Kresek, Kabupaten Tangerang, Banten.
Seusai demonstrasi menuntut reformasi yang berujung lengsernya Soeharto, Sarbini melanjutkan kuliah. Dia kemudian memilih jalur profesional, bekerja di perusahaan dan sempat mencicipi karier politik sebagai kader Partai Hati Nurani Rakyat pada 2014-2019. Posisi sebagai kader partai membuka jalan baru baginya. Sarbini lantas menjadi anggota tim pemenangan Joko Widodo- Ma'ruf Amin sebagai calon presiden dan wakil presiden pada Pemilihan Umum 2019.
Sarbini bergabung dalam tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf di bawah komando Adian Napitupulu, aktivis mahasiswa 1998 yang menjadi politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Tugasnya dalam tim ini adalah sowan kepada kiai dan habib di Banten serta Jakarta untuk meredam isu politik identitas yang menjadi sentimen negatif bagi Jokowi saat itu. Peran ini yang kemudian mengantar Sarbini ke kursi komisaris perusahaan pelat merah. "Presiden dua kali meminta kami menyerahkan nama dan riwayat hidup ke Menteri Sekretaris Negara," ujarnya.
Toh, meski duduk di kursi yang empuk, tak mudah bagi Sarbini untuk menjalankan tugas sebagai komisaris. Apalagi dia mengaku tak punya banyak pengalaman di dunia korporasi. Walhasil, Sarbini meminta bantuan keponakannya yang berprofesi sebagai auditor keuangan untuk membantu menjalankan perannya sebagai komisaris. Sarbini meminta diajari membaca laporan keuangan dan mendeteksi keganjilan-keganjilannya.
Saat menjabat komisaris HK Infrastruktur, Sarbini mengaku mendapat penghasilan bersih Rp 40 juta per bulan. Tapi, dia menambahkan, statusnya selaku mantan aktivis membutuhkan ongkos sosial tinggi. Sarbini harus membantu rekan sesama aktivis yang hidupnya belum beruntung. "Gaji yang saya serahkan ke istri cuma sebagian. Sampai sekarang istri tidak pernah melihat slip gaji saya," katanya.
Posisi sebagai komisaris BUMN juga dijabat oleh Nezar Patria, meski jalannya tak seperti Sarbini. Sebelum menjadi Komisaris PT Pegadaian (Persero), dia merintis karir sebagai jurnalis, pemimpin redaksi media dan kemudian diangkat menjadi direksi PT Pos Indonesia (Persero). Nezar adalah mantan anggota Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), organisasi yang aktif menentang Soeharto pada pertengahan 1990-an. Dia bahkan pernah diculik oleh Tim Mawar, tim dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang diberi tugas mendeteksi kelompok radikal, pelaku aksi kerusuhan, dan teror, termasuk gerakan mahasiswa. Kopassus saat itu dipimpin oleh Mayor Jenderal Prabowo Subianto, yang kini menjabat Menteri Pertahanan dan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya.
Nezar Patria di Jakarta, 17 Mei 2023. Tempo/Subekti.
Sementara Sarbini memulai aktivisme dari senat mahasiswa, Nezar berangkat dari Pijar, organisasi pers mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dari sana Nezar bergabung dengan SMID. SMID adalah salah satu kelompok yang turut mendirikan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada 1996 di Yogyakarta. Nezar, yang mulai kuliah pada 1990, menjadi Sekretaris Jenderal SMID lima tahun kemudian. Dia mendampingi Andi Arief sebagai Ketua Umum SMID. Andi kini menjadi politikus Partai Demokrat. Pada 1996, Nezar dan Andi hijrah ke Jakarta. "Cuti kuliah karena teori sudah selesai," dia menjelaskan di sebuah kafe di belakang kantor Kementerian BUMN pada Rabu, 17 Mei lalu.
Belum lama mereka di Jakarta, kerusuhan 27 Juli 1996 meledak. Saat itu segerombolan orang menyerbu kantor Partai Demokrasi Indonesia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Lima orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang dalam kerusuhan yang meneror PDI di bawah Megawati Soekarnoputri. SMID dan PRD saat itu dianggap mendukung Megawati selaku oposisi Soeharto. Pemerintah dan tentara menganggap organisasi ini biang onar dan pelaku subversif. Budiman Sudjatmiko yang saat itu menjabat Ketua Umum PRD ditangkap. Aktivis SMID pun menjadi buron tentara.
Selama menggelandang sebagai buron, Nezar dan kawan-kawannya selalu berpindah-pindah tempat dan berganti nama. Nezar sempat memakai nama alias Toni Alkindi. Dua tahun menjadi buron, Nezar dan kawan-kawannya tertangkap pada 12 Maret 1998 di rumah susun Klender, Jakarta Timur. Selama dalam tahanan, dia disiksa oleh para penculiknya. Nezar tidur telentang dengan dua tangan diborgol merentang. Tiap setengah jam dia dibangunkan oleh sirene dan setrum. "Tulang belakang saya masih bermasalah gara-gara digebuki waktu itu. Lima tahun lalu kambuh dan sakitnya luar biasa," ucapnya.
Selepas Reformasi, Nezar bekerja sebagai jurnalis di beberapa media, termasuk majalah Tempo dan Jakarta Post. Dia kemudian diangkat menjadi Direktur Kelembagaan PT Pos Indonesia (Persero) pada 23 September 2020 sampai 25 April 2022. Jabatan lainnya adalah Komisaris Utama PT Dapensi Trio Usaha, anak usaha Dana Pensiun Pos Indonesia, yang ia pegang pada 31 November 2021-13 Juni 2022.
Dari kursi direksi Pos Indonesia, Nezar diangkat sebagai komisaris PT Pegadaian pada April 2022 dan staf khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir pada 7 Juni 2022. "Pak Menteri melihat kompetensi saya, saya diminta membantu komunikasi BUMN," ujarnya. Di Pegadaian, kata Nezar, dia memimpin Dewan Nominasi dan Remunerasi. Jabatan ini strategis karena menentukan direktur dan komisaris baru berikut gaji dan tunjangannya.
Namun Nezar enggan menyebutkan jumlah gajinya sebagai petinggi BUMN. Dia hanya mengatakan penghasilan yang ia peroleh tidak jauh berbeda dengan penghasilan sebagai pemimpin redaksi media, jabatan yang sempat ia tempati di Jakarta Post. "Kalau hanya mengandalkan gaji staf khusus, tentu di bawah pemimpin redaksi," katanya.
Budiman Sudjatmiko di Jakarta, 16 Mei 2023. Tempo/M Taufan Rengganis
Tidak seperti Nezar, Budiman Sudjatmiko menyebutkan penghasilannya sebagai komisaris PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V mencapai Rp 60 juta per bulan. Eks pentolan PRD ini menjabat komisaris setelah menjadi politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai pendukung utama Presiden Joko Widodo. "Kalau perusahaan untung, ada tambahan tantiem, lumayan, lah," ujarnya pada Senin, 15 Mei lalu. Budiman mendapat kursi komisaris ketika sudah tak lagi menjadi anggota DPR. "Saya tidak pernah meminta jabatan komisaris, hanya diminta menyerahkan curriculum vitae oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara)," katanya. "Kalaupun besok dicopot, tidak ada masalah."
Di PTPN V, Budiman masuk komite pengawasan investasi yang berperan mengawasi bidang lingkungan, dampak terhadap masyarakat, dan proses investasi yang akuntabel. Namun, sejak Budiman menjadi komisaris BUMN pengelola kebun sawit itu, masih ada konflik lahan. Salah satunya konflik antara masyarakat adat Pantai Raja, Kampar, Riau, dan PTPN V. Masyarakat Pantai Raja menuding PTPN V merampas tanah adat mereka yang telah disulap menjadi kebun sawit. "Aktivis sawit sudah saya ajak diskusi buat memastikan proses investasi PTPN V sesuai dengan prinsip good corporate governance," ucap Budiman.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dari Jalanan ke Kursi Komisaris"