Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PT TransJakarta Mohamad Indrayana memprioritaskan bus listrik melayani jalur non-bus rapid transit (non-BRT) atau non-koridor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena teknologinya, seperti stasiun pengisian baterai (charging station), saat ini sudah tersedia banyak di pasaran," kata Indrayana dalam diskusi Solusi Polusi Udara Kota di Jakarta, Minggu, 15 Oktober 2023, seperti dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bus bertenaga listrik, kata Indrayana, memerlukan pengisian daya semalaman (overnight charging). Baterai bus bisa diisi lagi saat angkutan tidak terlalu padat penumpang.
Dua fasilitas pengisian daya bus listrik ini ditempatkan di depo, terminal, maupun beberapa lokasi lain. PT Transjakarta memprioritaskan bus listrik melayani jalur non-BRT karena fasilitasnya sudah tersedia.
"Kami masih mengikuti studi untuk yang koridor (BRT), saat ini BRT yang layak overnight charging hanya koridor satu dan 13," kata Indrayana.
Selain kebutuhan stasiun pengisian daya, Bus Rapid Transit (BRT) bisa melayani 200 ribu hingga 250 ribu kilometer per hari sehingga faktor muat pelanggan (load factor) bisa di atas 100 persen.
Non-BRT hanya bisa melayani 200 ribu kilometer per hari sehingga faktor muat penumpang tidak sampai 100 persen. Akibatnya, non-BRT tak membutuhkan kapasitas baterai yang besar.
"Semakin panjang rutenya dan semakin besar busnya, semakin besar ukuran baterainya sehingga berpengaruh pada jumlah pelanggan yang bisa berkurang," katanya.
BUMD DKI itu menargetkan mampu mengoperasikan armada bus listrik Transjakarta sebanyak 10.047 unit atau 100 persen pada 2030.
Pilihan Editor: Banyak Bus Transjakarta yang Beroperasi Tanpa Penumpang Dianggap Bebani APBD