Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Laba BUMN mencapai Rp 210 triliun, tapi tiga perempat laba disumbang 15 perusahaan saja.
Erick mengatakan restrukturisasi BUMN yang dijalankannya pasti akan berimbas ke pemangkasan manajemen perusahaan.
Banyak relawan duduk sebagai komisaris BUMN kelas tiga.
LAPORAN keuangan badan usaha milik negara pada 2018 sudah cukup untuk meyakinkan Erick Thohir bahwa jumlah perusahaan pelat merah kudu dipangkas habis-habisan. Laporan itu memang memberikan kabar baik: laba BUMN mencapai Rp 210 triliun, melonjak lebih dari 12 persen dibanding tahun sebelumnya. Tapi besarnya keuntungan itu menyimpan persoalan lain, yakni tiga perempat laba disumbang 15 perusahaan saja.
Kini, setelah sepuluh bulan menjabat Menteri BUMN, Erick menambah lagi targetnya. Jumlah perusahaan milik negara akan diperas lagi secara bertahap dalam dua tahun ke depan menjadi hanya 70-80 perseroan dari saat ini 107 perusahaan. Pengelompokannya lebih dulu dipangkas dari 27 menjadi 12 kluster. “Jadi tiap wakil menteri pegang enam kluster, masing-masing hanya 40 BUMN,” ujar Erick, Kamis, 16 Juli lalu.
Rencana perampingan ini belakangan direstui Istana. Erick mengatakan Presiden Joko Widodo telah meneken Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2020 tentang pembentukan tim percepatan restrukturisasi BUMN. Dalam rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi antara lain industri dan investasi, Selasa, 9 Juni lalu, Erick memastikan beleid anyar ini hanya akan mengatur penggabungan dan likuidasi BUMN. “Bukan menjual asetnya. Ini bagian dari menyehatkan BUMN,” ujarnya.
Menurut Erick, BUMN yang tak masuk rencana 12 kluster baru bidang usaha akan masuk ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Sejak pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional, PPA bak rumah sakit bagi perusahaan negara yang tengah bermasalah. “Ini sebagai bagian restrukturisasi, penggabungan, dan lainnya,” tutur Erick.
Dia mencontohkan PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (PANN), perusahaan pelat merah di urusan pembiayaan maritim, sebagai salah satu perseroan yang bakal masuk PPA. Menurut Erick, jumlah karyawan PANN bisa dihitung dengan jari. Tahun ini, PANN akan mendapat penyertaan modal negara (PMN) nontunai berupa konversi utang subsidiary loan agreement menjadi ekuitas. “Nah, didalami kok perusahaan ini bisa jalan? Ternyata punya dua hotel yang dijalankan oleh swasta. Mereka bagi hasil,” kata Erick. “Secara proses dan fokus bisnis itu salah. Perusahaan leasing jadi perusahaan hotel. Itu kan sayang. Akan kami konsolidasikan jadi grup hotel.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo